Bahan Kelompok Kecil – STUDIBIBLIKA.ID http://studibiblika.id Informasi Seputar Alkitab dan Dunia Pelayanan Kristen Sat, 08 Feb 2020 07:50:47 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=5.3.3 https://i1.wp.com/studibiblika.id/wp-content/uploads/2019/08/cropped-icon_512.png?fit=32%2C32 Bahan Kelompok Kecil – STUDIBIBLIKA.ID http://studibiblika.id 32 32 163375744 Pengharapan yang Melampaui Segala Kesulitan (1Ptr. 1:3-5) http://studibiblika.id/2020/02/04/pengharapan-yang-melampaui-segala-kesulitan/ http://studibiblika.id/2020/02/04/pengharapan-yang-melampaui-segala-kesulitan/#respond Tue, 04 Feb 2020 11:15:05 +0000 http://studibiblika.id/?p=454

3 Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, 4 untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. 5 Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir. (1Ptr. 1:3-5)

Kehidupan Kristen bisa digambarkan dengan sebuah perjalanan yang panjang. Namanya perjalanan panjang, tentu tidak selamanya mudah. Pada titik-titik tertentu, itu bisa sangat melelahkan dan menyakitkan. Tidak jarang, bahkan bisa membuat seseorang menyerah. Misalnya dalam kasus berikut ini….

Pete Wilson, seorang pendeta di Amerika Serikat, sangat sukses pelayanannya jika diukur menurut pandangan dunia. Dia mendirikan gereja Cross Point pada tahun 2002 hingga berkembang menjadi enam cabang dengan 7500 jemaat. Pelayanan gerejanya sangat luas, mulai dari penginjilan kepada para narapidana, pengentasan kemiskinan, hingga mendirikan sekolah di India. Bahkan, Pete sendiri menerbitkan buku yang menjadi bestseller.

Pendeta Pete Wilson (sumber gambar: churchleaders.com)

Tiba-tiba, dia mengejutkan banyak orang ketika mengumumkan pengunduran dirinya dari kependetaan  pada tahun 2016. Rupanya, dia mengalami burn out, stres berat, akibat dari ritme pelayanannya yang sangat padat.

Kisah seperti ini bukan satu-satunya yang terjadi di dalam dunia Kekristenan. Selain mundur dari pelayanan, beberapa orang Kristen lainnya memutuskan untuk bercerai, meninggalkan iman, atau bahkan mengakhiri hidupnya. Jika dicermati, penyebabnya sama, yaitu mereka telah kehilangan pengharapan. Mereka merasa bahwa kesulitan hidup yang harus mereka tanggung untuk mentaati perintah Tuhan terlalu besar, sehingga mereka memilih jalan pintas yang dirasa lebih mudah.

Di dalam 1Ptr. 1:3-5 ini, Petrus menguatkan hati jemaat yang tersebar di Asia Kecil (sekarang daerah Turki) yang sedang mengalami penganiayaan karena iman mereka. Pada waktu itu, orang-orang Kristen sangat dimusuhi oleh pemerintahan Roma karena iman mereka. Konsekuensinya, mereka bisa kehilangan harta, kesehatan, penghidupan sehari-hari, dan bahkan nyawa. Pengalaman tersebut sangat memukul iman jemaat dan hampir-hampir membuat mereka putus asa.

Di tengah keadaan yang seperti itu, Petrus mengingatkan kepada mereka tentang pengharapan terhadap apa yang akan mereka terima di dalam Kristus. Walaupun di dunia ini mereka bisa kehilangan segalanya, tetapi mereka dijanjikan sesuatu yang luar biasa di surga: “yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu” (ay. 4). Dan sukacita yang didapat setelah menerimanya kelak bisa membuat segala penderitaan yang telah dialami di dunia ini terhapus seketika, seperti tertulis dalam Why. 21:4: “Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.

Walaupun tidak menghadapi penganiayaan seperti halnya jemaat di Asia Kecil, namun kita tetap bisa mengalami kesulitan ketika menerapkan prinsip-prinsip firman Tuhan dalam pelayanan maupun hidup sehari-hari. Yang mudah terlihat, mengalami kerugian (baik uang, tenaga, waktu, atau perasaan). Tidak jarang, itu bisa membuat kita kecewa. Tetapi jika dibandingkan dengan apa yang akan kita terima di surga, sesungguhnya semua itu tidak akan ada artinya.

Seorang tokoh Katolik dari abad ke-16, Francis de Sales, memaparkan pelajaran dari seorang anak kecil yang suka main rumah-rumahan. Ketika rumah-rumahan itu dirusak, maka anak kecil tersebut pasti menangis karena sedihnya. Padahal, ketika dia sudah dewasa dan bisa menikmati hal-hal yang jauh lebih keren, maka rumah-rumahan itu tentu tidak ada artinya lagi.

(sumber gambar: patch.com)

Demikian juga sebagai orang Kristen. Jangan kehilangan pengharapan dalam menjalani panggilan Tuhan dan menerapkan prinsip-prinsip firman Tuhan dengan taat. Seberat apapun kesulitan yang harus kita alami, ingat, Tuhan sudah menjanjikan hal yang jauh lebih indah di surga. Jangan pernah kecewa dan hitung-hitungan dengan Tuhan. Apalah artinya kehilangan sesuatu yang fana di dunia, jika kita dijanjikan untuk menikmati sukacita kekal bersama Kristus di surga. Itulah yang akan membuat kita mampu menjalani hidup dengan penuh kesetiaan pada Tuhan sampai akhir.

Pertanyaan Diskusi:

  1. Ceritakan permasalahan yang pernah Anda alami sebagai pengikut Tuhan (misalnya: pebisnis Kristen, politisi Kristen, ataupun dalam pelayanan di gereja). Bagaimana Anda mengatasinya saat itu dan apakah sudah sesuai dengan firman Tuhan?
  2. Apakah tandanya seseorang yang sedang kehilangan pengharapan? Bagaimana kita dapat melayani orang-orang seperti itu?
  3. Komitmen apakah yang akan Anda ambil dalam pelayanan/kehidupan sehari-hari setelah diingatkan kembali tentang pengharapan di dalam Tuhan ini?

Pendalaman Materi:

Terdapat perdebatan dalam diskusi akademis mengenai pada masa kaisar siapakah surat 1Petrus ini ditulis. Sebagian meyakini surat ini ditulis pada masa pemerintahan kaisar Domitianus (tahun 81-96) atau kaisar Trajan (tahun 98-117). Namun demikian, jika memang penulisnya adalah rasul Petrus, maka kemungkinan besar surat ini ditulis pada masa pemerintahan kaisar Nero (tahun 54-68).

(sumber gambar: historyextra.com)

Kaisar Nero dikenal sebagai penguasa yang sangat kejam. Pada tahun 64, kota Roma dibakar, dan dia merupakan tersangka utamanya. Namun demikian, dia menimpakan kambing hitam pada orang-orang Kristen, yang pada masa itu dikenal sebagai pecahan Yahudi yang sangat fanatik. Oleh sebab itulah, orang-orang Kristen dianiaya. Bahkan, menurut catatan sejarah dari Tacitus, kaisar Nero sampai menusuk tubuh orang-orang Kristen untuk dijadikan obor. Sebagian lainnya dijadikan umpan binatang buas sebagai pertunjukan hiburan.

Apakah Allah melalaikan umat-Nya? Sebagaimana telah dinyatakan dalam Alkitab, Allah senantiasa menyertai umat-Nya di tengah segala kekacauan dunia. Bahkan sekalipun sampai kehilangan nyawa, Allah telah menyediakan hidup kekal bagi umat-Nya.

 

]]>
http://studibiblika.id/2020/02/04/pengharapan-yang-melampaui-segala-kesulitan/feed/ 0 454
Tidak Larut dengan Dunia (Dan. 1:1-8a) http://studibiblika.id/2019/08/13/bahan-diskusi-tidak-larut-dengan-dunia-dan-11-8a/ http://studibiblika.id/2019/08/13/bahan-diskusi-tidak-larut-dengan-dunia-dan-11-8a/#respond Tue, 13 Aug 2019 09:53:07 +0000 http://studibiblika.id/?p=296

1 Pada tahun yang ketiga pemerintahan Yoyakim, raja Yehuda, datanglah Nebukadnezar, raja Babel, ke Yerusalem, lalu mengepung kota itu. 2 Tuhan menyerahkan Yoyakim, raja Yehuda, dan sebagian dari perkakas-perkakas di rumah Allah ke dalam tangannya. Semuanya itu dibawanya ke tanah Sinear, ke dalam rumah dewanya; perkakas-perkakas itu dibawanya ke dalam perbendaharaan dewanya. 3 Lalu raja bertitah kepada Aspenas, kepala istananya, untuk membawa beberapa orang Israel, yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan, 4 yakni orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim. 5 Dan raja menetapkan bagi mereka pelabur setiap hari dari santapan raja dan dari anggur yang biasa diminumnya. Mereka harus dididik selama tiga tahun, dan sesudah itu mereka harus bekerja pada raja. 6 Di antara mereka itu ada juga beberapa orang Yehuda, yakni Daniel, Hananya, Misael dan Azarya. 7 Pemimpin pegawai istana itu memberi nama lain kepada mereka: Daniel dinamainya Beltsazar, Hananya dinamainya Sadrakh, Misael dinamainya Mesakh dan Azarya dinamainya Abednego. 8 Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja;

(Dan. 1:1-8a)

 

Pengantar

sumber gambar: nasional.kompas.com

Beberapa minggu lalu ada berita ringan tentang seorang pemuda yang diwawancarai Panglima TNI waktu penerimaan taruna Akmil. Polemik timbul karena pemuda itu, Enzo Zenz Allie, adalah keturunan Prancis. Banyak orang yang meragukan nasionalismenya. Tetapi dari pihak TNI menjawab bahwa Enzo berhak menjadi taruna Akmil karena dia pun WNI dan telah lulus seleksi yang ketat. Salah satunya pasti berkaitan dengan nasionalisme. Enzo mewarisi darah Prancis dari ayahnya. Dia memang lahir di Prancis tetapi sejak usia 13 tahun sudah dibawa oleh ibunya ke Indonesia. Dia tinggal di tengah masyarakat Indonesia, bahasa Indonesianya lancar, bahkan belajar di pesantren. Lama-kelamaan, walaupun berdarah Prancis, Enzo menjadi seperti orang Indonesia.

Dari kisah Enzo ini, kita melihat bahwa pola pikir dan kebiasaan manusia bisa berubah seiring dengan waktu. Lalu apa hubungannya dengan kehidupan iman kita? Sebagai anak-anak Tuhan, jika tidak waspada, kita pun bisa terpengaruh dengan pola pikir dan gaya hidup di sekitar kita. Namun sebagaimana teladan Daniel, Allah menghendaki kita untuk tetap hidup menuruti firman-Nya walaupun ada banyak tekanan yang dihadapi.

 

Penjelasan

Daniel adalah seorang pemuda Israel yang mengalami pembuangan pada saat Yerusalem ditaklukakan oleh Babel (605 S.M.). Dia mempunyai strategi membawa orang-orang terbaik dari negara taklukkannya untuk dibawa ke Babel. Di sana, mereka diajar ilmu pengetahuan mutakhir, dibentuk karakternya, serta dicuci otaknya. Mereka sangat diistimewakan. Saking istimewanya, mereka bahkan diberi makanan sama seperti yang dimakan raja. Harapannya, orang-orang unggulan itu akan loyal kepada Babel.

Untuk mempercepat meleburnya mereka ke dalam masyarakat Babel, raja pun mengganti nama-nama mereka dengan nama-nama yang mengagungkan dewa-dewa Babel. Daniel dan teman-temannya pun diberi nama yang baru. Daniel (“Allah hakimku”) diganti menjadi Beltsazar (“Bel [atau Marduk, adalah kepala daripara dewa Babel], lindungi hidupnya!”). Hananya (“Allah menunjukkan rakhmat-Nya”) diganti menjadi Sadrakh (“Di bawah perintah Aku [dewa bulan]”). Misael (“Siapa seperti Allah?”) diganti menjadi Mesakh (“Siapa seperti Aku?”). Kemudian Azarya (“Allah menolong”) diganti menjadi Abednego (“Hamba Nego/Nebo [atau Nabu, dewa pembelajaran dan tulisan]”).

Bagaimana hasilnya? Walaupun mendapatkan kehidupan yang enak dan masa depan yang cerah di negeri yang baru, Daniel tetap memilih untuk menjalankan perintah Tuhan. Dia menolak memakan makanan raja. Kemungkinan besar, Daniel menolaknya karena makanan itu tidak sesuai dengan ketentuan halal dan haram dalam Taurat (Im. 11). Daniel sadar bahwa ditaruh di manapun, dia tetaplah anak Tuhan. Dia pun sadar untuk tetap meninggikan Tuhan walaupun hidup di tengah-tengah bangsa yang tidak mengenal Tuhan!

 

Aplikasi

Memang kita tidak dibuang ke Babel. Tetapi, apa yang dialami oleh Daniel dan teman-temannya itu pun sedikit banyak kita alami. Kekudusan Kristen dan rasa takut kita kepada Tuhan bisa pudar akibat pengaruh dunia. Semakin terbiasa dengan dunia, dan sebaliknya, semakin tidak mengenal firman Tuhan, kita bisa kehilangan pegangan dalam menentukan baik dan buruk, benar dan salah.

Contoh, mungkin kita suka dengan komedi di televisi yang menertawakan kelemahan fisik pemainnya. Mungkin kita pernah mendapatkan SIM dengan cara nembak. Atau, siapa yang masih merasa berdosa ketika memakai program komputer bajakan? Dalam tingkat yang lebih serius, tekanan dunia bisa membuat kita meninggalkan Tuhan. Tidak sedikit orang-orang “Kristen” yang berpindah iman karena harta, pasangan, atau jabatan.

Apa yang dilakukan Daniel ini mengajarkan kita untuk menghormati Tuhan di tengah segala tekanan. Orang-orang yang berkompromi dengan cara hidup dunia sesungguhnya lupa bahwa “kewargaan kita adalah di dalam sorga” (Flp. 3:20). Bahkan ketika menuliskan kisah hidup para saksi iman yang rela mati demi mempertahankan imannya, penulis Ibrani mengatakan “Dunia ini tidak layak bagi mereka” (Ibr. 11:38). Artinya, kehilangan seluruh isi dunia tidak ada ruginya sama sekali jika mendapatkan Tuhan dan mendapatkan seluruh isi dunia tidak ada untung apa-apa jika kehilangan Tuhan.

Jika Allah mengutus Anak-Nya untuk meninggalkan surga dan menderita sampai mati demi menebus kita yang berdosa, apakah rugi jika kita kehilangan kenikmatan sedikit dunia demi menyenangkan hati Allah yang begitu mengasihi kita? Kiranya inilah yang menjadi patokan kita dalam mengambil keputusan. Jangan hanya mengambil keputusan berdasarkan hitungan untung atau rugi, enak atau tidak enak. Tetapi di atas semuanya, apakah kita sedang menuruti kehendak Tuhan?

 

Komitmen

Oleh sebab itu, marilah kita menghormati Tuhan di dalam kehidupan sehari-hari. Jangan mudah goyah ataupun larut dengan tekanan-tekanan yang kita rasakan. Jangan mudah tergoda juga dengan segala bujuk rayu dunia. Caranya, ambillah komitmen seperti Daniel, yang bertekad untuk tidak mau mencemarkan dirinya dengan memakan makanan raja (ay. 8). Kemudian, mintalah bantuan Roh Kudus untuk menjaga komitmen kita tersebut. Terus melekat dengan firman Tuhan sebagai penuntun hidup kita (Mzm. 119:105). Niscaya, tekanan seberat apapun dan tawaran segemerlap apapun tidak akan membuat kita lupa bahwa ita adalah anak-anak Allah yang harus menjadi terang melalui kehidupan kita. Walaupun kita harus membayar harga. Sebesar apapun. Amin.

 

Pertanyaan Diskusi

1. Ceritakan pengalaman Anda ketika dihadapakan pada pilihan untuk mengikut dunia atau menjalankan kehendak Tuhan.

2. Apakah komitmen untuk berpegang pada firman Tuhan mudah atau sulit? Jelaskan.

3. Apakah orang yang berkomitmen untuk menjalankan perintah Tuhan pasti tidak akan sesukses orang lain yang tidak memedulikan perintah Tuhan?

4. Apa langkah-langkah praktis yang dapat kita lakukan untuk membentuk kebiasaan yang sesuai dengan firman Tuhan?

 

Arahan Jawaban

1. Ajak peserta diskusi untuk menceritakan pengalaman pribadi mereka. Jangan menghakimi tindakan mereka.

2. Kemungkinan besar, peserta diskusi akan menjawab “sulit.” Eksplorasi hal-hal yang membuat mereka merasa itu sulit, supaya kita dapat menganalisisnya dari terang firman Tuhan. Misalnya: 1) Menjalankan Firman Tuhan sering berlawanan dengan keinginan kita; 2) Ada tekanan-tekanan tertentu dalam menjalankan firman Tuhan, seperti dikucilkan dan dianggap sok suci; 3) Bisa juga, kita melanggar firman Tuhan karena kita memang tidak tahu apa yang diperintahkan Tuhan dalam Alkitab (mungkin karena jarang membaca Alkitab).

3. Tidak selalu. Daniel dan ketiga temannya pada akhirnya tetap lebih unggul dibanding orang-orang yang lain dan bahkan mereka diberi jabatan yang sangat tinggi. Orang-orang yang tetap berpegang pada firman Tuhan pasti akan menjalankan standar hidup yang bermutu tinggi. Namun demikian, adakalanya Allah mengizinkan kita untuk menderita kerugian akibat menjalankan firman-Nya. Tetapi, jangan sampai itu melemahkan tekad kita. Dibandingkan apa yang kita dapatkan dalam kekekalan (hidup bersama Tuhan), maka seisi dunia ini tidak layak untuk dibandingkan.

Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami” (2Kor. 4:17)

4. Yang jelas, untuk dapat berbuat seperti apa yang dikehendaki Tuhan, pertama-tama kita harus mengenal dulu kehendak Tuhan itu seperti apa. Hal ini hanya bisa terjadi ketika kita melekat dengan Alkitab. Jadi, bersaat teduh secara rutin dan menggali Alkitab (juga di dalam ibadah gereja, PA, ataupun kelompok kecil) dapat membuat kita semakin mengenal kehendak Tuhan.

Yang perlu diingat lagi, jangan sampai kita melakukan kehendak Tuhan dengan terpaksa. Untul itu, kita perlu meminta bantuan Roh Kudus supaya Dia terus menerus memperbarui hati dan pikiran kita seturut kehendak-Nya.

]]>
http://studibiblika.id/2019/08/13/bahan-diskusi-tidak-larut-dengan-dunia-dan-11-8a/feed/ 0 296
Belajar dari Zakheus (Luk. 19:1-10) http://studibiblika.id/2019/06/18/zakheus-luk-191-10/ http://studibiblika.id/2019/06/18/zakheus-luk-191-10/#respond Tue, 18 Jun 2019 05:58:27 +0000 http://studibiblika.id/?p=103

1 Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. 2 Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. 3 Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. 4 Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ. 5 Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” 6 Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. 7 Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: “Ia menumpang di rumah orang berdosa.” 8 Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” 9 Kata Yesus kepadanya: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham. 10 Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (Luk. 19:1-10)

RENUNGAN

sumber: wikipedia.com

Rockefeller merupakan salah satu orang terkaya sepanjang sejarah Amerika Serikat. Pada usia 33, dia sudah mendapatkan satu juta dolar yang pertama (tahun 1872!). Pada usia 43, dia menguasai perusahaan terbesar di dunia. Pada usia 53, dia dinobatkan menjadi orang terkaya di dunia, dan satu-satunya orang pada masa itu yang mempunyai kekayaan lebih dari satu miliar dolar.

Tentu banyak orang berpikir bahwa dengan kekayaan seperti itu, dia mudah saja menghambur-hamburkan uangnya untuk mendapatkan kesenangan. Ternyata, tidak. Kondisinya justru sangat mengenaskan. Dia menderita sebuah kelainan kejiwaan yang menyebabkan rambutnya rontok, tidak bergairah hidup, dan hanya bisa minum susu dan makan biskuit. Selain itu, dia sangat dibenci di wilayahnya sehingga dia mempekerjakan para pengawal selama 24 jam sehari. Dia mengalami susah tidur, tidak mampu tersenyum, dan tidak merasakan kenikmatan apa-apa dalam hidupnya.

Suatu kali, dokter memprediksi bahwa hidupnya tidak akan sampai tahun depan. Koran-koran pun sudah mempersiapkan tulisan untuk menyambut kematiannya. Di dalam masa seperti itu, Rockefeller merenungkan bahwa orang tidak akan membawa sepeser pun hartanya jika meninggal. Apalagi, Tuhan jelas tidak berkenan dengan kehidupannya yang penuh dosa. Akhirnya, Rockefeller pun bertobat dan mengaku percaya pada Kristus.

Sejak saat itu, hidupnya berubah. Dia banyak membantu gereja dan orang-orang miskin. Dia juga mendirikan yayasan yang bernama Rockefeller Foundation. Kelak, dari dukungan dana yayasan ini, banyak kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, seperti penemuan penisilin. Rockefeller pun bisa kembali menikmati hidupnya. Dan prediksi dokter yang mengatakan bahwa usianya hanya sampai 54 ternyata keliru. Dia bisa menjalani hidupnya hingga usia 98 (ilustrasi disadur dari sermoncentral.com).

Apa yang dialami oleh Rockefeller ini mirip dengan kisah Zakheus. Sebagai seorang kepala pemungut cukai, dia memiliki kekayaan yang luar biasa. Namun justru karena itu, dia juga dibenci oleh orang-orang sebangsanya. Jelas, karena para pemungut cukai merupakan orang-orang Yahudi yang berkhianat menjadi antek-antek romawi untuk memungut pajak dengan semena-mena kepada orang-orang sebangsanya. Walaupun bisa saja hidup berlimpah, tetapi Zakheus memiliki kekosongan dalam hatinya. Itulah yang menyebabkan dia berusaha bertemu dengan Tuhan Yesus.

Betapa senang hati Zakheus ketika akhirnya dia dapat berjumpa dengan Tuhan Yesus. Tetapi yang lebih mengejutkan adalah, Tuhan Yesus ternyata berkenan untuk menumpang di rumahnya! Bayangkan, orang-orang sekitarnya saja menjauhinya. Tetapi Tuhan Yesus sendiri, guru agama yang sedang naik daun pada saat itu, justru ingin menumpang di rumahnya. Ternyata, Tuhan Yesus jauh lebih agung dibanding apa yang orang-orang pikirkan. Itulah yang menyebabkan Zakheus rela kehilangan setengah hartanya dan berjanji untuk mengembalikan uang yang pernah dia peras, jika ada, sebanyak empat kali lipat. Peristiwa ini ditutup dengan pernyataan Tuhan Yesus bahwa Zakheus dan seisi rumahnya menerima anugerah keselamatan.

Bagaimana sikap kita sewaktu menjadi anak Tuhan? Apakah kita mengalami perubahan pola pikir seperti Lazarus? Percaya kepada Tuhan Yesus bukan sekadar mengaku di mulut saja dan merasakan luapan emosi sukacita sesaat. Tetapi, itu pasti diikuti dengan pertobatan, perubahan pola pikir, yang akan terwujud di dalam kehidupan kita. Roh Kudus yang berdiam di dalam diri kita pasti akan menghasilkan buah Roh (Gal. 5:22-23).

Oleh sebab itu, melayani Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama bukanlah paksaan dari Tuhan. Tetapi, hal itu otomatis akan memancar dari diri kita ketika telah merasakan anugerah Tuhan. Jadi jika kita masih merasa “takut rugi karena Tuhan”, maka sebenarnya kita belum betul-betul memahami betapa besar anugerah Tuhan yang telah kita terima.

Kemudian, sebagaimana Allah aktif menjangkau orang-orang yang terhilang, kita pun hendaknya demikian. Jangan menganggap bahwa orang yang hidupnya berkecukupan tidak perlu kita tolong. Tanpa merasakan kasih Tuhan, mereka sesungguhnya merasakan kegersangan di dalam hatinya. Jangan sampai, berkat Tuhan yang luar biasa yang telah kita terima, kita simpan begitu saja.

 

PENGGALIAN

Perikop ini merupakan bagian terakhir dari rangkaian kisah perjalanan Yesus menuju Yerusalem. Sebagai klimaks, Lukas menunjukkan contoh bahwa Injil ditawarkan kepada semua orang, termasuk para pemungut cukai dan orang-orang berdosa lainnya. Kebenaran teologis ini sangat kental di dalam Injil Lukas yang menyatakan bahwa “Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk. 19:10).

Jabatan Zakheus adalah kepala pemungut cukai (Yun. archietlōnēs). Berarti, Zakheus memiliki beberapa anak buah. Pemungut cukai adalah pekerjaan yang dibenci oleh sesama orang Yahudi. Tidak jarang, mereka memungut pajak lebih tinggi dibanding dengan nilai yang sudah ditentukan. Kita dapat membayangkan bagaimana Zakheus, yang posisinya cukup tinggi, sangat dibenci oleh orang-orang sebangsanya.

Namun setelah bertemu langsung dengan Yesus, hidup Zakheus berubah. Salah satu aspek buah Roh, yaitu kemurahan, ditunjukkan oleh Zakheus. Dia menyedekahkan separuh hartanya bagi orang-orang miskin (standar murah hati menurut tradisi Yahudi adalah menyumbangkan 20% dari penghasilan). Kemudian, dia juga berjanji untuk mengganti empat kali lipat seandainya ada orang yang telah diperasnya (menurut Im. 6:1-5, hasil perasan cukup diganti ditambah seperlima). Zakheus menemukan bahwa relasi dengan Tuhan lebih penting dibanding harta. Pertobatan yang ditunjukkan oleh Zakheus ini berlawanan dengan pemimpin dalam Luk. 18:18-30, yang sama-sama kaya.

Beberapa poin yang terdapat dalam perikop ini adalah: 1) Yesus menjangkau orang-orang yang tersisih (Luk. 19:7); 2) Respons Zakheus (sukacita, kemurahan hati, dan perubahan pola pikir) setelah menerima anugerah Tuhan merupakan teladan bagi orang-orang percaya; 3) Relasi dengan Allah tidak hanya terjadi karena panggilan Yesus, tetapi juga respons orang tersebut (bandingkan antara respons Zakheus dengan respons orang banyak); 4) Yesus melihat hati, bukan apa yang tampak di luar.

 

PERTANYAAN DISKUSI

  1. Apa perubahan yang Anda alami ketika pertama kali mengaku percaya kepada Kristus, atau ketika menyadari bahwa Tuhan sudah menebus dosa Anda?

Panduan diskusi:

– Biarkan peserta diskusi mengungkapkan apapun yang menjadi pengalamannya. Pemimpin diskusi bisa mengarahkan bahwa percaya kepada Kristus tidak hanya menyebabkan kita merasakan sukacita, tetapi juga mewujudkan sukacita tersebut ke dalam kehidupan (seperti Zakheus).

  1. Apakah mungkin pada saat mengaku percaya kepada Yesus, orang bisa tidak merasakan sukacita? Jika demikian yang terjadi, apa akibatnya?

Panduan diskusi:

– Pertanyaan ini seperti apakah mungkin seseorang tidak bersukacita ketika mendapatkan hal yang menurutnya berharga? Tentu tidak mungkin. Seseorang pasti merasakan sukacita ketika dia mendapatkan hal yang diidam-idamkannya, entah itu pasangan hidup, anak, barang-barang, atau yang lainnya. Dalam salah satu perumpamaan, Tuhan Yesus mengatakan: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu” (Mat. 13:44). Jika seseorang tidak merasakan sukacita ketika menerima Kristus, maka itu berarti dia belum benar-benar memahami seberapa besar anugerah Tuhan.

– Orang-orang yang tidak memahami besarnya anugerah Tuhan pasti akan menjalani kehidupan yang berlawanan dengan Alkitab. Misalnya, malas pergi ke gereja, ogah-ogahan ikut katekisasi dan pelajaran Agama Kristen, hitung-hitungan dalam pelayanan, susah untuk berbagi kepada sesama, tidak takut untuk berbuat dosa, dan sebagainya. Lebih tragis lagi, karena tidak memahami nilai anugerah Tuhan, seseorang bisa menolaknya (walaupun tampak luar masih mengaku Kristen). Tentu saja, dia tidak akan kehilangan hidup kekal (Rm. 6:23)!

  1. Apakah orang-orang yang sungguh-sungguh Kristen bisa kehilangan sukacita Tuhan? Jika demikian, bagaimana mengatasinya?

Panduan diskusi:

– Setelah sekian lama menjadi orang Kristen, sukacita Tuhan yang kita alami bisa luntur. Ini bisa disebabkan karena berbagai hal: rutinitas kesibukan, penderitaan hidup, atau dosa.

– Untuk mengatasinya, kita harus senantiasa menjaga relasi dengan Allah. Rutin berdoa dan merenungkan firman Tuhan merupakan kebiasaan rohani yang baik. Dengan terus diisi oleh kebenaran Allah, maka pikiran kita tidak akan kehilangan fokus.

 

Referensi:

Bock, Darrell L. Luke 9:51-24:53. BECNT. Grand Rapids: BakerBooks, 1996.

Green, Joel B. The Gospel of Luke. NICNT. Grand Rapids: William B. Eerdmans, 1997. Grand Rapids: BakerBooks, 2013.

Marshall, I. Howard. Commentary on Luke. NIGTC. Grand Rapids: William B. Eerdmans, 1978.

]]>
http://studibiblika.id/2019/06/18/zakheus-luk-191-10/feed/ 0 103
Makna Pentakosta bagi Orang Kristen Masa Kini (Kis. 2:1-13) http://studibiblika.id/2019/06/17/makna-pentakosta-bagi-orang-kristen-masa-kini-kis-21-13/ http://studibiblika.id/2019/06/17/makna-pentakosta-bagi-orang-kristen-masa-kini-kis-21-13/#respond Mon, 17 Jun 2019 11:27:02 +0000 http://studibiblika.id/?p=94

1 Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. 2 Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; 3 dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. 4 Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. 5 Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit. 6 Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri. 7 Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: “Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea? 8 Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita: 9 kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, 10 Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma, 11 baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.” 12 Mereka semuanya tercengang-cengang dan sangat termangu-mangu sambil berkata seorang kepada yang lain: “Apakah artinya ini?” 13 Tetapi orang lain menyindir: “Mereka sedang mabuk oleh anggur manis.” (Kis. 2:1-13)

 

RENUNGAN

Cameron Towsend, seorang pemuda kelahiran Amerika Serikat tahun 1896, berkeinginan untuk mengabdi bagi negaranya dalam Perang Dunia I. Namun ternyata dia malah pergi bermisi ke Guatemala sambil menjual Alkitab bahasa Spanyol. Usahanya tersebut tidak membuahkan hasil karena mayoritas penduduk di sana adalah orang-orang Indian. Suatu kali, salah seorang penduduk malah bertanya kepadanya, “Jika Allahmu begitu pintar, mengapa Dia tidak berbicara dalam bahasa kami?”

Pertanyaan itu begitu mengusik hati Towsend. Dia yakin bahwa Tuhan mengerti bahasa suku tersebut (Cakchiquel). Akhirnya, Towsend menghabiskan waktu selama 17 tahun untuk mempelajari bahasa tersebut dan menerjemahkan seluruh Perjanjian Baru ke dalamnya. Inilah awal dimulainya pelayanan Wycliffe Bible Translators, sebuah lembaga misi yang khusus menekuni penerjemahan Alkitab.

Apa yang dialami oleh Towsend ini mengingatkan kita pada peristiwa Pentakosta. Pada hari itu, Roh Kudus dicurahkan kepada murid-murid Yesus. Kemudian, mereka, yang merupakan orang-orang Galilea, berkata-kata dalam berbagai bahasa yang dipakai orang-orang asing, seperti bahasa orang Partia, Media, Elam, Mesopotamia, hingga Arab (ay. 9-11). Setelah peristiwa Pentakosta, orang-orang percaya terus tersebar ke berbagai penjuru dunia untuk memberitakan Injil.

Dari sini kita dapat belajar bahwa Roh Kuduslah yang memampukan orang-orang percaya untuk menjadi saksi-saksi Kristus sebagaimana kitab Kisah Para Rasul. Tidak heran, beberapa ahli Alkitab menyatakan kitab ini sebenarnya lebih tepat disebut sebagai kitab Roh Kudus atau kitab Kisah Roh Kudus. Tanpa kekuatan Roh Kudus, tidak mungkin Injil dapat tersebar hingga berbagai pelosok dunia seperti sekarang ini.

Apa makna pencurahan Roh Kudus ini bagi orang-orang percaya pada masa kini? Sebagaimana Roh Kudus menggerakkan orang-orang percaya pada masa itu untuk menyebarkan Injil, kita pun yang telah menerima Roh Kudus selayaknya digerakkan untuk mengabarkan Injil. Kita bisa melanjutkan pelayanan Towsend (saat ini, sekitar 2000 bahasa masih belum mempunyai terjemahan Alkitab). Selain itu, kita pun bisa melakukan pekabaran Injil di dalam kehidupan sehari-hari, terutama kepada kenalan-kenalan kita yang belum percaya. Apapun bagian yang kita ambil, biarlah kemuliaan Tuhan dinyatakan sehingga banyak orang dari segala bangsa, suku, kaum, dan bahasa menyembah-Nya (Why. 7:9). Amin.

 

PENGGALIAN

Pentakosta merupakan istilah bahasa Yunani untuk menyebutkan salah satu perayaan dalam Perjanjian Lama, yaitu hari raya Tujuh Minggu (Im. 23:15-22, lihat juga Kel. 34:22; Bil. 28:26-31; Ul. 18:9-12). Hari raya ini jatuh pada hari kelimapuluh setelah Paskah (Paskah dalam Perjanjian Lama merayakan kasih Allah pada waktu melepaskan bangsa Israel dari Mesir, lih. Kel. 12:29-50). Itulah sebabnya  disebut Pentakosta (Pentēkostē dalam bahasa Yunani berarti “kelimapuluh”). Hari raya Pentakosta merupakan satu dari tiga hari raya terpenting Israel (Ul. 16:16). Pada hari raya ini, orang-orang Israel memperingati kebaikan Tuhan dalam akhir masa panen dan juga mengucap syukur atas kesuburan lahan pertanian.

Di awal kitab Kisah Para Rasul (Kis. 1:4-5, 8), Tuhan Yesus telah menjanjikan Roh Kudus akan dicurahkan kepada orang-orang percaya. Pencurahan Roh Kudus ini menandakan karya Tuhan Yesus dalam melakukan pembaruan kepada Yerusalem dan memungkinkan karya keselamatan-Nya menjangkau “sampai ke ujung dunia” (lihat Yes. 49:10). Janji ini tergenapi ketika mereka berkumpul pada hari Pentakosta. Oleh sebab itu, istilah Pentakosta kemudian digunakan oleh orang-orang Kristen sebagai peringatan atas turunnya Roh Kudus.

Peristiwa seputar kebangkitan Kristus hingga Pentakosta secara kronologis dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Tuhan Yesus bangkit pada hari raya Paskah menurut Yahudi, sehingga hari kebangkitan-Nya tersebut juga disebut sebagai Paskah oleh orang-orang Kristen (Yoh. 19:14); 2) Tuhan Yesus menampakkan diri secara berulang kali selama 40 hari dan naik ke surga (Kis. 1:3); 3) Sepuluh hari sesudahnya (50 hari sesudah Paskah), Roh Kudus dicurahkan.

Beberapa tanda ajaib yang menyertai peristiwa Pentakosta adalah:

Bunyi seperti tiupan angin keras. Angin sering dikaitkan sebagai perwujudan Roh Allah (2Sam. 22:16; Mzm. 3:6; Yeh. 37:9-10; Yoh.3:8). Ini menjadi tanda bahwa Allah sedang menyelesaikan pembaruan.

Lidah-lidah seperti nyala api. Api sering digambarkan sebagai lambang kehadiran Allah (Kel. 19:18; Yes. 66:15) dan juga penyucian aau penghakiman (Yes. 4:4; Yer. 7:20; Yl. 2:30-31; Mal. 3:2-4; 4:1). Penampakan lidah-lidah seperti nyala api ini dapat diartikan sebagai kehadiran Allah yang Kudus untuk berkomunikasi dengan umat-Nya dan menuntun mereka (lih. Kel. 3:2-5; 19:18; 24:27; 40:38).

Murid-murid bisa berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain. Apakah ini merupakan mukjizat pendengaran atau mukjizat berkata-kata? Dalam Kis. 2:6, 8 ditulis bahwa orang-orang mendengar bahasa asal mereka dikatakan oleh murid-murid. Sementara itu, klausa “seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya” dalam Kis. 2:4 menunjukkan murid-murid memang berkata-kata dalam bahasa yang asing bagi mereka. Jadi, ini merupakan mukjizat pendengaran dan berkata-kata sekaligus. Perlu ditekankan bahwa bahasa-bahasa yang dimaksud di dalam bagian ini benar-benar merupakan bahasa manusia. Ini lain dengan bahasa lidah yang kemungkinan bukan bahasa manusia, seperti yang tertulis dalam 1Kor. 12-14.

Mukjizat ini menyatakan bahwa penghukuman Allah melalui keberagaman bahasa pada peristiwa menara Babel (Kej. 11:1-9) telah usai. Allah menunjukkan niat-Nya untuk menyatukan orang-orang “dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa” (Why. 5:9-10; 7:9) di bawah pemerintahan Anak-Nya (Ef. 1:9-10), yang memberikan akses kepada Bapa melalui Roh Kudus (Ef. 2:14-18). Allah mewujudkan ini bukan melalui adanya bahasa tunggal, melainkan justru tetap menggunakan beragam bahasa. Pentakosta juga sangat terkait erat dengan dimulainya “Hari Tuhan” dalam kitab Yoel, sebagaimana yang dikhotbahkan Petrus dalam Kis. 2:14-21.

Pentakosta merupakan peristiwa yang sangat menentukan bagi tersebarnya Injil. Roh Kudus yang dicurahkan kepada orang-orang percaya menjadikan mereka memiliki keberanian dan kekuatan dalam mengabarkan Injil hingga ke ujung dunia.

 

PERTANYAAN DISKUSI

  1. Apakah berbahasa roh merupakan tanda yang mutlak dimiliki bagi orang yang sudah menerima Roh Kudus?Jelaskan jawaban Anda!

Panduan diskusi:

– “Bahasa roh” yang banyak dipraktikkan pada masa kini tidak sesuai dengan bahasa-bahasa yang dikatakan oleh para murid dalam Kis. 2:1-13. Di bagian ini, jelas disebutkan bahwa mereka berkata-kata dalam bahasa manusia. Bagian Alkitab yang mungkin bisa mendukung fenomena bahasa roh yang berbeda dengan bahasa manusia adalah 1Kor. 12-14.

– Namun di situ ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan:

  • Menurut 14:28, orang yang berbahasa roh dalam suatu pertemuan ibadah harus berdiam diri jika tidak ada orang lain yang menafsirkannya bagi jemaat yang mendengarnya. Jadi, orang yang berbahasa roh dalam pertemuan ibadah masa kini sebenarnya tidak mengikuti tuntunan Alkitab.
  • Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa semua orang percaya harus memiliki karunia bahasa roh. Jika diteliti secara gramatika bahasa Yunani Koine (bahasa Yunani yang umum digunakan pada zaman Perjanjian Baru), ucapan Paulus dalam 12:29-30menyiratkan bahwa tidak semua orang percaya harus bisa berbahasa roh. Terlebih lagi, Paulus justru menunjukkan ada hal yang lebih utama dibanding semua karunia, yaitu kasih (1Kor. 12:31-13:1-13).
  1. Apa makna Roh Kudus bagi diri Anda sendiri?

Panduan diskusi:

– Beberapa ayat yang menyebutkan pentingnya Roh Kudus dalam kehidupan dan pelayanan orang Kristen: menimbulkan kasih (Rm. 5:5); memberi tuntunan hidup (Rm. 7:6; 8:1-16; Gal. 5:16-26), mengenal Allah (1Kor. 2:10-16), memberi karunia (1Kor. 12:1-13; 14:1-40), pembaruan hidup (Tit. 3:5-6), dan sebagainya.

– Kehadiran Roh Kudus tidak hanya membuat kita bersukacita saja, tetapi juga memampukan kita untuk menjadi saksi-saksi-Nya. Inilah yang sebenarnya terjadi pada waktu Pentakosta. Tuntun peserta diskusi untuk benar-benar memahami poin ini dan ajak mereka memikirkan langkah-langkah nyata dalam kehidupan sehari-hari.

]]>
http://studibiblika.id/2019/06/17/makna-pentakosta-bagi-orang-kristen-masa-kini-kis-21-13/feed/ 0 94
Hidup Seperti Apakah yang Kita Kejar? (2Ptr. 3:11-13) http://studibiblika.id/2019/06/11/hidup-seperti-apakah-yang-kita-kejar/ http://studibiblika.id/2019/06/11/hidup-seperti-apakah-yang-kita-kejar/#comments Tue, 11 Jun 2019 08:51:45 +0000 http://studibiblika.id/?p=82

11 Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup 12 yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya. 13 Tetapi sesuai dengan janji-Nya, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran.

(2Ptr. 3:11-13)

 

RENUNGAN

Suatu kali saya menonton iklan dari salah satu toko online. Di dalam iklan itu dikisahkan ada seorang anak yang mengajak ayahnya, seorang pembuat jam, untuk liburan. Si Ayah menolak dan berjanji untuk memberikan yang lebih baik, yaitu dia akan menciptakan jam yang terbaik untuk anaknya itu. Sejak saat itu, Si Ayah sibuk bekerja siang dan malam di bengkelnya. Dia tidak lagi peduli dengan anaknya yang semakin bertumbuh besar. Tidak peduli dengan prestasi yang diraih anaknya. Tidak peduli waktu anaknya kehilangan ibu, mendapat pacar, menikah, bahkan sampai mendapat anak.

Hingga akhirnya jam itu pun selesai. Namun ketika Si Ayah ingin memberikannya pada anaknya, betapa kagetnya dia ternyata anak yang dalam pikirannya masih kecil, telah berubah menjadi seorang bapak yang sudah mulai menua. Si ayah begitu menyesal.

Namun ternyata, ayah itu bermimpi. Ketika bangun, dia mendapati anaknya memang masih kecil. Belajar dari kesalahan di mimpinya itu, dia kemudian merangkul erat anaknya itu. Iklan ini kemudian ditutup dengan tulisan: “Untuk yang berarti, berikan yang paling berarti.”

Pesan moral dari iklan ini mengingatkan kita untuk memikirkan kehidupan seperti apa yang harus kita kejar supaya tidak sia-sia. Banyak orang yang begitu mengejar ambisinya sehingga dia melewatkan hal-hal yang juga penting seperti keluarga dan kesehatan. Sebagian orang lainnya mungkin sudah tidak sempat berpikir seperti itu lagi. Mereka tertekan dengan kebutuhan hidup sehari-hari dan berpikir, asal bisa melewatinya, itu sudah cukup.

Sebenarnya, hidup seperti apa yang harus kita kejar sebagai orang Kristen? Banyak teladan kehidupan yang ada di sekitar kita. Mimpi-mimpi pun terus ditawarkan oleh dunia. Kemajuan dunia seolah membuat manusia bisa menjalani pilihan hidup dengan tanpa batas. Menjadi biliuner teknologi sebelum usia 30. Pergi keliling dunia sambil menulis blog. Menjadi Youtuber dengan follower jutaan orang. Atau cita-cita yang sederhana, banyak mama muda ingin mempunyai tubuh seperti body goal yang ada di Instagram.

Tetapi pernahkah kita bayangkan, ketika berada di ujung hidup kita, apakah yang kita pikirkan? Prestasi yang kita raih, pengalaman yang kita dapatkan, materi yang berhasil kita kumpulkan, semua like dan follower di media sosial kita, akan ke manakah itu?

Alkitab mengingatkan bahwa dunia yang kita kenal sekarang akan berlalu dan diganti dengan dunia yang baru. Di dunia yang sekarang ini, Iblis dan kejahatan masih bisa berkuasa. Oleh sebab itu, di dunia ini kedagingan manusia mendapatkan prioritas. Orang yang kaya yang dihormati. Kecantikan didewakan. Kebenaran bisa diputarbalikkan. Pekerjaan Tuhan dan orang-orang yang setia di dalamnya bisa mendapatkan tentangan.

Tetapi ketika Kristus datang kedua kalinya, Dia akan memulihkan segala sesuatu. Apa yang sekarang ini menjadi hal yang didewakan manusia, nantinya dilenyapkan. Allah akan memperbarui dunia ini, sehingga dunia ini benar-benar ada seperti yang Dia inginkan. Dunia di mana Tuhan Yesus menjadi Raja dan kebenaran Allah berlaku di dalamnya. Di dalam Why. 21:4 dikatakan: “Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.” Sebenarnya, di dunia yang baru inilah semua harapan manusia akan terwujud dalam kondisi puncaknya.

Jika akhir dunia seperti itu, maka satu-satunya hidup yang tidak sia-sia untuk dijalani adalah hidup sebagaimana di dunia yang baru itu. Inilah hidup kudus, hidup yang senantiasa memancarkan karakter Allah. Hidup semirip mungkin dengan Tuhan Yesus. Hidup sesuai tuntunan Alkitab. Di dalam pekerjaan, keluarga, pelayanan, waktu senggang, biarlah kita ingat untuk melakukannya dengan fokus yang benar. Jangan sampai perhatian kita tertuju pada hal-hal yang nantinya dibinasakan. Amin.

 

PENGGALIAN

Di dalam 2Ptr. 3:3-10, rasul Petrus mengajarkan tentang kedatangan Kristus yang kedua kali. Ajaran ini berlawanan dengan apa yang diajarkan oleh para pengajar palsu pada waktu itu, yang menyatakan bahwa Kristus tidak datang kembali. Tidak berhenti sampai pada mengoreksi ajaran yang keliru saja, Petrus juga melanjutkannya dengan mengajarkan apa yang harus dilakukan orang-orang Kristen dalam menghadapi kedatangan Kristus yang kedua kali (2Ptr. 3:11-13).

Kedatangan Kristus yang kedua kali akan mendatangkan kehancuran sekaligus pemulihan. Dunia yang jahat ini akan berlalu dan digantikan dengan dunia yang baru di mana terdapat kebenaran (ay. 13). Itulah sebabnya orang-orang Kristen dipanggil untuk hidup kudus, sebagaimana kehidupan di dunia yang baru tersebut. Kudus berarti memancarkan karakter Allah sebagaimana yang terdapat di dalam diri Tuhan Yesus. Kedatangan Kristus kedua kali yang kelihatannya tertunda, bahkan para pengajar sesat sampai menganggap Kristus tidak akan datang lagi, sebenarnya adalah kesempatan bagi banyak orang untuk membalikkan arah hidupnya kepada Allah.

Terdapat satu permasalahan pelik di sini, yaitu apakah pada saat kedatangan Kristus nanti, dunia yang sekarang akan dihancurkan dan diganti dengan dunia yang benar-benar baru ataukah dunia yang sekarang ini ditransformasikan (dipulihkan) menjadi dunia yang jauh lebih baik? Berbagai ayat dalam Alkitab bisa diajukan untuk mendukung kedua pandangan ini (misalnya, Why. 21:1 sepertinya mendukung pandangan pertama namun Why. 21:5 sepertinya mendukung pandangan kedua).

Alkitab memang tidak menyelesaikan masalah tersebut dengan pasti. Yang jelas, akhir sejarah dunia bukan berarti dunia materi seperti yang kita kenal akan benar-benar tidak ada lagi. Akan ada sisi kontinuitas (tetap berlanjut) dan juga sisi diskontinuitas (tidak berlanjut lagi) dari apa yang kita lihat di dunia ini dengan apa yang akan kita lihat di dunia yang baru nanti.

(diolah dari berbagai sumber, terutama: Moo, Douglas J. 2 Peter, Jude. NIVAC. Grand Rapids: Zondervan, 1996)

 

PERTANYAAN DISKUSI

  1. Apakah ayat ini mengajarkan bahwa segala pencapaian manusia akan sia-sia? Kalau begitu, untuk apa manusia bekerja keras dan mengembangkan ilmu pengetahuan?

Panduan diskusi:

Kekeliruan utama dalam memahami ayat ini adalah karena kehancuran yang akan dialami dunia, maka apa pun yang akan manusia lakukan juga akan sia-sia. Untuk apa menrawat kelestarian alam kalau ujung-ujungnya juga akan dihancurkan? Untuk apa mengeksplorasi ruang angkasa kalau pada akhirnya juga hancur?

Allah memberikan mandat kepada manusia untuk mengolah bumi (Kej. 1:28). Itulah mengapa manusia harus mengembangkan teknologi, menemukan obat-obatan mutakhir, mengeksplorasi ruang angkasa, menciptakan musik, dan sebagainya. Tentu saja akan bertentangan jika kemudian Dia menghancurkannya begitu saja. Yang menjadi persoalan adalah, usaha manusia itu ternyata dilakukan bukan untuk memuliakan Allah, tetapi semata untuk kesombongan diri (menara Babel, Kej. 11:4). Inilah yang nantinya akan hancur ketika Allah memulihkan ciptaan-Nya.

Oleh sebab itu, hidup kudus bukan berarti meninggalkan semua yang sedang kita kerjakan. Tetapi, mengarahkannya kepada tujuan yang baru, yaitu kemuliaan Allah. Dengan demikian, pengharapan akan dunia yang baru itu tidak selayaknya menjadikan pesimis. Justru, kita menjadi optimis karena apa yang kita lakukan tidak sia-sia. Ada kehidupan yang menanti kita di balikdunia ini. Wujudnya seperti apa, kita hanya bisa berspekulasi. Tetapi kita bisa memegang janji Tuhan berikut:

Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia. (1Kor. 15:58)

  1. Apakah ada kekeliruan-kekeliruan yang kita lakukan selama ini dalam menjalani hidup setelah merenungkan bagian ini? Bagaimana seharusnya?

Panduan diskusi:

Arahkan peserta diskusi untuk memikirkannya dalam berbagai bidang kehidupan yang nyata. Misalnya:

Dalam keluarga. Sebagian orang, seperti ilustrasi iklan dalam renungan tadi, ingin memberikan yang terbaik bagi keluarga sehingga justru mengabaikan hal yang lebih penting. Seorang ayah yang gila kerja, sampai-sampai kehilangan waktu untuk anak-anaknya, akan merasa menyesal ketika akhirnya dia sudah punya waktu, tetapi giliran anak-anaknya yang tidak lagi bisa memperhatikannya. Ada juga orang tua yang bisa menyeimbangkan antara pekerjaan dan waktunya, selalu memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, tetapi tidak mendidik mereka dalam iman kepada Tuhan, itu pun sia-sia menurut Alkitab. Kenikmatan keluarga seperti apapun akan lenyap jika pada akhirnya binasa dalam kekekalan.

Hadirkan Allah di tengah kehidupan keluarga, maka kita akan bisa menikmati kesenangan itu selama-lamanya. Bahkan jika sesuatu menimpa keluarga kita secara tiba-tiba (ingat kasus bom Surabaya sehingga ada seorang ibu yang kehilangan kedua anaknya sekaligus?), maka kita bisa yakin bahwa keluarga kita nantinya pasti akan mengalami sukacita sejati.

Dalam menggunakan waktu luang. Banyak orang mengejar kesenangan ketika mendapatkan waktu luang. Apalagi, di era media sosial seperti ini. Unggahan seputar kota-kota wisata di dunia, makanan-makanan enak, atau barang-barang mahal, bisa menjadi kenikmatan tersendiri. Apakah ada artinya? Kalau dipikir-pikir, itu hanya menjadi kenangan sesaat. Para follower kita di media sosial pun belum tentu mengapresiasinya (bisa saja mereka malah mencela kita karena suka pamer). Ini pun sia-sia.

Gunakanlah setiap kebebasan untuk menikmati relasi dengan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama. Ketika liburan, kita bisa menikmati saat teduh dalam suasana yang lain dari biasanya. Kita pun bisa mengenal orang-orang dari berbagai penjuru dunia, dan melihat kebutuhan Injil di dalamnya. Siapa tahu, dari liburan tersebut, kita mendapat masukan bagaimana kita bisa mengerjakan pekerjaan Tuhan yang belum pernah kita pikirkan.

Dalam bekerja. Kebanyakan orang akan menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk bekerja. Tentu ini adalah jangka waktu yang sangat panjang. Tidak heran, banyak orang yang merasa hampa karena terjebak rutinitas pekerjaan. Tetapi cobalah ubah pola pikirnya, bahwa apa yang kita kerjakan itu merupakan wujud hidup kudus, Kita melakukannya sebagaimana pelayanan kepada Tuhan. Kita rela berkorban di dalamnya karena tahu bahwa hasil pekerjaan kita bisa memberkati banyak orang. Dan kita mengucap syukur karena banyak orang lain yang tidak bisa melakukan pekerjaan seperti kita karena berbagai alasan: kesehatan, kemampuan, atau pun kesempatan.

Dalam menghadapi kehilangan. Pernahkah kita meratap berlarut-larut ketika menghadapi kehilangan? Jangankan kehilangan orang terkasih, bahkan ada orang-orang yang mengalami kesedihan berlarut hanya karena gelas kesayangannya pecah! Keadaan ini berlawanan dengan prinsip Alkitab bahwa segala materi yang ada di dunia ini akan berlalu. Semuanya itu sebenarnya tidak bisa benar-benar kita miliki. Oleh sebab itu, mulailah mengarahkan fokus ke arah yang benar. Segala yang kita miliki boleh hilang, tetapi Allah tetap menjadi bagian kita sampai kepada kekekalan. Itulah yang menjadikan kita tetap hidup kudus di tengah segala kondisi.

Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya” (Mzm. 73:26)

– Dan lain-lain.

  1. Apakah menjalani hidup kudus akan semakin membuat kita menarik diri dari dunia? Jelaskan!

Panduan diskusi:

Sering orang Kristen menganggap bahwa ketika mereka menjalankan hidup yang kudus, maka itu berarti mereka harus menarik diri dari dunia dan dianggap aneh oleh orang-orang di sekitarnya. Memang ada kasus-kasus tertentu ketika kebenaran Tuhan dianggap hal yang tidak wajar oleh dunia (misalnya, orang Kristen yang berintegritas di tengah lingkungan yang rusak). Namun demikian, hidup kudus sebenarnya tidak bisa terlepas dari dunia. Tuhan Yesus pernah mengatakan: “14 Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. 15 Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. 16 Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga” (Mat. 5:14-16). Justru kita harus terus hidup di tengah-tengah dunia yang rusak, tanpa tercemar olehnya, supaya banyak orang yang mengikuti cara hidup yang seperti itu (dan pada akhirnya, akan menuntun mereka untuk mau menerima hidup kekal juga). Untuk menjalani hidup kudus juga sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari mengenal hati Allah (karena itu tidak mungkin kita menjalani hidup kudus tanpa belajar firman Tuhan, jika demikian kudus menurut siapa?). Jika mengenal hati Allah, maka kita pun ingin seperti Dia, yang menjangkau dunia.

]]>
http://studibiblika.id/2019/06/11/hidup-seperti-apakah-yang-kita-kejar/feed/ 1 82
Jangan Membuat Bagimu Patung yang Menyerupai Apapun (Kel. 20:4-6) http://studibiblika.id/2019/06/09/seri-pa-sepuluh-perintah-perintah-kedua-jangan-membuat-bagimu-patung-yang-menyerupai-apapun/ http://studibiblika.id/2019/06/09/seri-pa-sepuluh-perintah-perintah-kedua-jangan-membuat-bagimu-patung-yang-menyerupai-apapun/#respond Sun, 09 Jun 2019 23:45:08 +0000 http://studibiblika.id/?p=77

Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.(Kel. 20:4-6)

 

RENUNGAN

Dalam sebuah kesempatan pelayanan kepada seorang ibu yang ketakutan dengan roh-roh jahat, saya mendapati satu kenyataan yang cukup menggelitik. Karena tinggal sendirian dan katanya sering diganggu makhluk halus, ibu itu memasang banyak lambang salib dan ayat Alkitab di dinding rumahnya. Dengan cara demikian, beliau merasa sedikit aman karena percaya makhluk halus itu akan takut dengan lambang salib dan ayat-ayat Alkitab.

Secara pastoral, saya memahami tindakan ibu itu untuk lebih merasakan kehadiran Allah. Tetapi di lain pihak, praktik semacam ini justru dilarang oleh Allah sendiri. Apa yang sesungguhnya dilakukan oleh ibu itu justru membatasi kehadiran Allah pada benda-benda tertentu. Padahal, Allah hadir di manapun dan kuasa-Nya tidak memerlukan perantara semacam itu.

Apa yang dilakukan oleh ibu itu, dalam batas-batas tertentu, mungkin juga dilakukan oleh banyak orang Kristen lainnya. Misalnya, ada orang-orang Kristen yang percaya bahwa anggur perjamuan kudus mempunyai khasiat khusus, sehingga mereka membawa pulang untuk diminumkan pada anggota keluarga yang sakit. Ada juga orang-orang Kristen yang hanya ingin didoakan pendeta, karena merasa lebih manjur. Di sisi lain juga, ada orang-orang Kristen yang masih mengikuti mitos karena ingin selamat. Misalnya, mengucapkan salam atau membunyikan klakson ketika melewati jalan yang dianggap angker. Semua tindakan tersebut menunjukkan bahwa mereka masih “menghormati” kuasa di luar Allah.

Melalui perintah kedua dalam Dasa Titah ini, Allah tidak mau umat-Nya melakukan hal-hal seperti itu. Dengan kuasa-Nya, Allah telah melepaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir sehingga mereka bisa beribadah dengan layak kepada-Nya. Wajar jika kemudian bangsa Israel dilarang menyembah allah-allah lain, yang sebenarnya tidak mempunyai kuasa apa pun. Demikian pula kita, jika sudah ditebus dengan darah yang mahal, bukankah menjadi kemunduran jika masih bergantung atau malah takut dengan kuasa-kuasa di luar Allah?

 

PENGGALIAN

Pada zaman Israel kuno, penyembahan kepada dewa-dewa sangat umum ditemui pada bangsa-bangsa di Timur Dekat Kuno. Mereka percaya bahwa dewa-dewa mereka “hidup” di dalam patun-patung sembahan. Melalui perintah ini, Allah melarang umat-Nya untuk menyembah berhala, yaitu sesuatu yang dipahat dari kayu, batu, maupun logam (Yes. 40:19; 44:10). Perintah ini juga mengingatkan bahwa bangsa Israel dilepaskan dari perbudakan di Mesir supaya mereka bisa beribadah kepada Allah di gunung Sinai (Kel. 3:12; 4:23; 7:16; 8:1 [7:26]; 8:20 [16]; 9:1-13; 10:3, 7, 8, 11, 24, 26; 12:31). Jika kemudian bangsa Israel menyembah allah lain, itu berarti kemunduran bagi mereka.

Perintah ini tidak hanya melarang bangsa Israel untuk membuat dan menyembah patung yang merepresentasikan Allah. Memang dengan cara ini, manusia mencampurkan antara Allah Sang Pencipta dengan ciptaan. Namun lebih jauh lagi, perintah ini juga melarang bangsa Israel untuk membuat dan menyembah patung-patung yang benar-benar berhala, yang mengacu pada dewa-dewa.

Dengan menyembah patung-patung berhala, umat Allah menyakiti hati Allah. Kata cemburu (Ibr. qn’) dalam perintah ini diambil dari realitas pernikahan, di mana seseorang akan merasa cemburu ketika pasangannya melakukan perselingkuhan (Bil. 5:14, 30; Ams. 6:34-35; Kel. 20:5). Allah menyatakan keemburuannya ketika umat-Nya menyembah allah lain (Kel. 34:14; Ul. 4:24; 6:15; 32:16, 21; Mzm. 78:58; bnd. Yos. 24:19; 1Raj. 14:22).

Kemudian, apa arti pembalasan yang akan Allah lakukan di sini, bahkan hingga keturunan keempat? Perlu diperhatikan bahwa perintah ini tidak mengajarkan bahwa Allah akan menghukum anak-anak akibat dosa orang tuanya (karena berlawanan dengan Yeh. 18:20a, “Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya”). Yang dimaksud dalam ayat ini adalah, anak-anak akan ikut menderita akibat dosa orang tuanya yang menyembah berhala. Memang berulang kali dalam Alkitab dinyatakan bahwa anak-anak bisa turut menderita karena orang tua mereka melakukan dosa (Im. 26:29; Yos. 7:22-26; Rat. 5:7). Dalam kasus penyembahan berhala ini, anak-anak bisa sangat menderita karena jika orang tua tidak mengajarkan iman yang benar, maka anak-anak mereka kemungkinan besar akan kehilangan keselamatan kekal. Dalam Perjanjian Lama, kita melihat bagaimana kehidupan bangsa Israel sangat menyimpang ketika para pemimpin dan orang tua berpaling dari Tuhan (baca kitab Hakim-Hakim dan Raja-Raja).

Di dalam Perjanjian Baru, larangan terhadap penyembahan berhala juga mendapat penekanan yang besar. Paulus menyatakan bahwa para penyembah berhala sebenarnya adalah orang-orang yang bodoh: “Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh. Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar” (Rm. 1:22-23). Ini berlawanan dengan pernyataan Alkitab bahwa “Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran” (Yoh. 4:24).

Jika demikian, apakah jika orang Kristen menyembah Tuhan Yesus, berarti mereka menyembah berhala? Tentu saja tidak. Tuhan Yesus adalah gambar wujud  Allah yang tidak terlihat (Kol. 1:15; Ibr. 1:3). Barang siapa melihat Tuhan Yesus, dia telah melihat Allah sendiri (Yoh. 14:9).

 

PERTANYAAN DISKUSI

  1. Apakah orang Kristen tidak boleh membuat patung (misalnya, sebagai seorang seniman Kristen) atau memasang patung di rumah? Bagaimana dengan lambang salib atau patung Tuhan Yesus yang dipasang di rumah atau di gereja?

Panduan diskusi:

Jika patung tersebut hanya bernilai artistik saja, dan bukan untuk penyembahan, maka Alkitab tidak melarangnya. Namun jika patung itu akan disembah orang lain, walaupun kita sendiri tidak menyembahnya, maka kita tidak boleh membuatnya. Hal seperti itu sama saja dengan kita “menyuburkan” penyembahan berhala.

Berkaitan dengan lambang salib boleh saja dipasang sebagai hiasan dan pengingat kita akan pengorbanan Kristus. Tetapi kalau dengan salib tersebut kita menjadikan ruangan terasa lebih suci, itu yang harus dihindari. Patung Tuhan Yesus pun dilarang, jika kita menyakralkannya (perlu diingat bahwa kita tidak mempunyai catatan yang pasti tentang sosok Tuhan Yesus secara fisik). Kehadiran Tuhan tidak bisa dibatasi oleh benda (patung), lokasi (gereja), dan sebagainya. “Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia” (Kis. 17:24). Intinya, perintah ini melarang kita untuk menyembah benda-benda seperti itu. Jika dipakai untuk keperluan lain yang tidak merendahkan Tuhan, Alkitab tidak melarangnya.

  1. Apakah berhala benar-benar mempunyai kuasa?

Panduan diskusi:

Dalam Mzm. 115 tertulis demikian:

4 Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, 5 mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, 6 mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, mempunyai hidung, tetapi tidak dapat mencium, 7 mempunyai tangan, tetapi tidak dapat meraba-raba, mempunyai kaki, tetapi tidak dapat berjalan, dan tidak dapat memberi suara dengan kerongkongannya. 8 Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, dan semua orang yang percaya kepadanya.

Alkitab menyatakan bahwa berhala, termasuk dewa-dewa, sebenarnya tidak mempunyai kuasa apapun. Obsesi orang-orang yang menyembahnyalah, yang menjadikan berhala tersebut kelihatan berkuasa. Sebagai contoh, orang-orang yang memasang patung dewa tertentu supaya dagangannya laris, memang bisa betul-betul laris, walaupun sebenarnya itu bukan karena pekerjaan dewa tersebut.

Namun demikian, kita pun tidak bisa mengabaikan bahwa ada roh-roh jahat yang di dunia. Ef. 6:12: “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” Seperti dalam kasus Ayub, mereka dapat memberikan malapetaka (yang bisa juga dibungkus dengan hal yang kelihatan menyenangkan) kepada manusia, tetapi tetap dalam kontrol Tuhan. Orang Kristen tidak perlu takut dengan hal-hal semacam ini, karena “Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia” (1Yoh. 4:4). Tidak perlu takut jika saingan kita menggunakan kuasa gelap, karena kita memiliki Roh yang jauh lebih berkuasa dari mereka semua.

Karena obsesinya juga, orang-orang yang menyembah berhala akan menjadi sama seperti berhala itu. Mereka menjadi tidak lagi “hidup” dan kehilangan tujuan hidup yang benar. Berhala dalam kehidupan modern bukan hanya berbentuk patung, tetapi bisa bermacam-macam. Seseorang yang memberhalakan tubuh yang indah, akan berusaha mati-matian untuk meraihnya dengan berbagai cara (diet, olahraga, obat-obatan, dan operasi plastik). Semakin dia terobsesi, maka hidupnya hanya akan berpusat seputar itu dan dia akan kehilangan tujuan hidup yang lebih besar lagi, yaitu tujuan hidup seperti apa yang Allah mau untuk dia kerjakan di dunia. Sungguh hidup yang sia-sia untuk dijalani.

  1. Jelaskan kerugian yang terjadi pada keturunan kita jika kita berpaling dari Tuhan!

Panduan diskusi:

Jika orang tua gagal untuk meninggikan Tuhan dalam keluarga mereka, maka sebenarnya orang tua tersebut telah melanggar perjanjian dengan Allah (pada dasarnya, Dasa Titah ini merupakan perjanjian antara Allah, yang telah menebus umat-Nya, dengan umat Allah, yang harus mengucap syukur dengan hidup yang kudus sesuai dengan apa yang Allah mau). Akibatnya, ada hukuman yang menyertainya. Seringkali, kegagalan orang tua tersebut akan menjadikan anak-anak mereka menderita, bahkan hingga generasi-generasi di bawahnya. Kita dapat melihat bagaimana bangsa Israel selalu jatuh dalam penderitaan (dalam penindasan bangsa-bangsa asing dan kebejatan moral yang dilakukan bangsanya sendiri) ketika mereka menyimpang dari Tuhan. Buktinya, kita dapat melihat keterpurukan bangsa Israel pada masa Hakim-Hakim. Karena para leluhurnya berpaling dari Allah, maka generasi di bawahnya tidak bisa membedakan mana yang benar dan yang salah. Bahkan dalam Hak. 21:25 tertulis, “Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.” Bukankah kehidupan masyarakat yang seperti ini sangat mengerikan?

Sering dikatakan bahwa anak-anak adalah peniru yang baik. Apa yang dilakukan orang tua, itulah yang akan membentuk diri seorang anak. Misalnya, menurut salah satu hasil penelitian dari American Journal of Public Helath, 40% dari remaja yang orang tuanya perokok juga akan menjadi perokok. Demikian pula orang tua yang tidak meninggikan Tuhan dalam kehidupan mereka juga akan membawa anak-anaknya terjatuh ke dalam kesesatan duniawi. Karena terbiasa melihat orang tuanya yang menyepelekan Tuhan, berpikir hanya mengejar ambisi duniawi, tidak melakukan prinsip-prinsip Alkitab dalam kehidupan sehari-hari, maka seorang anak juga cenderung akan mengembangkan perilaku seperti itu. Dan inilah yang akan menjadi pola bagi generasi-generasi berikutnya. Jadi jelas terlihat, bukan berarti anak-anaknya menanggung “kutuk keturunan” (berlawanan dengan Ul. 24:16, “Janganlah ayah dihukum mati karena anaknya, janganlah juga anak dihukum mati karena ayahnya; setiap orang harus dihukum mati karena dosanya sendiri”). Tetapi pola hidup orang tua yang buruk akan menyebabkan anak-anaknya mengembangkan pola yang sama, dan itu akan membuat hidup mereka menderita.

Tuhan Yesus pernah berkata: “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Mat. 16:26). Apa gunanya menghasilkan anak-anak yang berhasil di dunia, ketika pada akhirnya mereka akan binasa dalam kekekalan? Sungguh sangat mengerikan! Marilah kita tetap berpegang setia pada perjanjian Tuhan, yang akan memberikan berkat bagi kehidupan kita, baik di masa sekarang maupun di kehidupan selanjutnya.

]]>
http://studibiblika.id/2019/06/09/seri-pa-sepuluh-perintah-perintah-kedua-jangan-membuat-bagimu-patung-yang-menyerupai-apapun/feed/ 0 77
Perintah Pertama: Jangan Ada Padamu Allah Lain di Hadapan-Ku (Kel. 20:3) http://studibiblika.id/2019/06/08/seri-pa-sepuluh-perintah-perintah-pertama-jangan-ada-padamu-allah-lain-di-hadapan-ku/ http://studibiblika.id/2019/06/08/seri-pa-sepuluh-perintah-perintah-pertama-jangan-ada-padamu-allah-lain-di-hadapan-ku/#respond Sat, 08 Jun 2019 06:29:15 +0000 http://studibiblika.id/?p=72

Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Kel. 20:3)

 

RENUNGAN

Pak Matius merupakan salah seorang aktivis yang rajin di gerejanya. Suatu kali, dia izin untuk tidak ikut pelayanan di ibadah hari Minggu. Ketika ditanya oleh pendetanya, dia menjawab, “Maaf, Pak Pendeta, kali ini saya tidak bisa ikut karena ada hal penting yang harus saya lakukan. Kantor saya akan mengadakan gathering di luar pulau. Di sana tidak ada gereja, tetapi saya akan berdoa sendiri. Saya tidak enak hati dengan rekan-rekan di kantor kalau saya tidak ikut…”

Mendengar jawaban tersebut, Pak Pendeta menerangkan dengan lembut, “Betul, Pak Matius…. Bagus kalau kita mempunyai relasi pertemanan yang baik. Tetapi jangan sampai itu menjadi berhala.”

Pak Matius kaget. Dia menimpali, “Lo, Pak, saya masih orang Kristen, rajin ke gereja, bahkan setia melayani. Masa cuma izin sekali sudah dibilang menyembah berhala? Bapak jangan sembarangan menuduh orang ya!”

Jawaban Pak Pendeta itu sebenarnya sangat alkitabiah. Penyembahan berhala di masa modern sangat beragam bentuknya, tidak hanya berwujud pada ritual dan sesaji saja. Misalnya, seorang anak yang tidak bisa terlepas dari kecanduannya bermain mobile game, berarti dia sudah menjadikan permainan tersebut ilahnya. Orang tua Kristen yang masih melakukan penghitungan “hari baik” untuk menikahkan anaknya, karena takut malapetaka akan terjadi jika melanggarnya, sesungguhnya menandakan dia percaya ada kekuatan lain di luar Allah.

Dalam perintah pertama di Dasa Titah ini, Allah ingin agar umat-Nya menyembah Dia saja, Allah yang sejati. Artinya, jika mengaku menjadi umat Allah, maka kita tidak boleh berpaling kepada hal-hal lain yang membuat hati kita melekat dan bergantung kepadanya. Jika ada hal demikian, buanglah itu karena pengkhianatan kita itu akan sangat menyakiti hati Allah (Kel. 34:14). Padahal, Allah sudah rela menyerahkan Anak-Nya untuk menebus dosa-dosa kita.

 

PENGGALIAN

Formula dalam bahasa Ibrani yang digunakan dalam perintah ini (lō’ yihyeh/”jangan ada padamu”) menyatakan larangan untuk mempunyai relasi. Dalam hal ini, Allah menggambarkan relasi antara diri-Nya dengan bangsa Israel sebagaimana pernikahan, yang tidak boleh ada “orang ketiga.” Dalam konteks masa itu, bangsa Israel tidak boleh mempunyai relasi dengan dewa-dewa, termasuk memberi kurban (Kel. 22:20), menyebut nama (Kel. 23:13), sujud menyembah (Kel. 34:14), dan beribadah kepada mereka (Ul. 11:16).

Perlu diperhatikan bahwa Alkitab tidak semata melarang bangsa Israel untuk menyembah “ilah” lain. Tetapi, Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa Allah adalah satu-satunya. Dewa-dewa sembahan bangsa lain (termasuk dewa-dewa yang disembah orang-orang di Timur Dekat Kuno waktu itu), hanyalah konsep manusia. Dewa-dewa tersebut sebenarnya tidak ada. Perhatikan ayat-ayat berikut (baca juga: Yes. 40:12-31; 43:8-13; 45:5-6; 46:5-13):

Sebab itu ketahuilah pada hari ini dan camkanlah, bahwa Tuhanlah Allah yang di langit di atas dan di bumi di bawah, tidak ada yang lain. (Ul. 4:32)

Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: “Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku.” (Yes. 44:6)

Jadi, sejak semula, Alkitab memang mengajarkan monoteisme (kepercayaan kepada satu Tuhan). Pada masa kini, hanya tiga agama yang meyakini ajaran monoteisme ini, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Tetapi perlu diperhatikan bahwa konsep monoteisme dalam ketiga agama tersebut tidak sama.

Namun demikian, bangsa Israel terus saja gagal menaati perintah ini. Sejak masuk tanah Kanaan, mereka sudah terpengaruh dengan dewa-dewa Kanaan (Baal, Asyera, dan Asytoret; mis. Hak. 2:13). Pada zaman raja-raja, banyak raja Israel yang jatuh juga di dalamnya. Contohnya, raja Ahab yang menyembah Baal (baca kisah nabi Elia melawan nabi-nabi Baal dalam 1Raj. 18) dan raja Manasye (yang sampai berani membuat rumah Tuhan di Yerusalem menjadi tempat pemujaan berhala, baca 1Raj. 21).

Di Perjanjian Baru, ajaran monoteisme ini juga dikuatkan kembali. Pada waktu dicobai, Tuhan Yesus menghardik Iblis: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Mat. 4:10).

Sampai saat ini, orang-orang Kristen juga masih meneruskan perintah ini. Orang-orang Kristen menyembah hanya kepada satu Allah saja, yaitu Allah Tritunggal. Allah hanya satu, tidak ada yang lain, dan memiliki tiga pribadi, yaitu Allah Bapa, Allah Anak, yaitu Tuhan Yesus (Yoh. 1:1; 10:30; 14:9; Kol. 2:9), serta Roh Kudus (Kis. 5:3-4). Orang-orang Kristen pun dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Mat. 28:19).

(diolah dari berbagai sumber, terutama “The Ten Commandments: Ethics for the Twenty-first Century” karangan Mark F. Rooker, Nashville: B&H Academic, 2010).

 

PERTANYAAN DISKUSI

  1. Apa wujud pelanggaran perintah ini dalam kehidupan sehari-hari masa kini?

Panduan diskusi:

Martin Luther pernah berkata, “apapun yang membuat hatimu melekat kepadanya dan kamu bergantung kepadanya, itulah ‘allah’-mu.” Mungkin kita tidak secara ekstrim menyembah atau memberikan sesaji kepada dewa-dewa. Tetapi, apakah ada sesuatu yang membuat hati kita melekat dan kita menjadi bergantung? Misalnya, seorang pemuda yang sangat mencintai kekasihnya dan merasa tidak bisa hidup tanpanya, berarti dia sudah menjadikan kekasihnya itu tuhan dalam hidupnya. Pemuda yang seperti ini tidak akan segan-segan untuk meninggalkan imannya ketika kekasihnya itu membujuknya. Uang, kesehatan, hobi, karir, ambisi, keluarga, barang-barang elektronik, akun-akun media sosial, adalah sebagian contoh dari hal yang dapat menjadi berhala bagi orang Kristen masa kini.

Kemudian, jika ada sesuatu yang membuat kita takut secara berlebihan, sehingga meninggalkan kebenaran Alkitab, itu juga berhala. Seseorang yang takut kepada “roh-roh halus” (mungkin karena trauma pada masa kecil akibat terlalu banyak menonton film-film horor) berarti menganggap ada kuasa lain yang lebih besar dibanding Allah. Padahal Alkitab menyatakan: “Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia” (1Yoh. 4:4).

 

  1. Apa langkah praktis penerapan perintah ini dalam kehidupan sehari-hari?

Panduan diskusi:

Dalam Ul. 6:4-5, Allah berfirman: “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” Perhatikan dalam perintah ini, pengakuan akan Tuhan yang esa (satu-satunya, tiada yang lain) menjadi dasar untuk mengasihi Dia. Prinsipnya, kita harus merespons kasih Tuhan dengan melakukan segala sesuatu hanya satu tujuan, yaitu mengasihi dan memuliakan nama-Nya. Inilah yang harus kita evaluasi.

Benarkah kita sudah melakukan hal-hal ini untuk menyenangkan dan memuliakan Tuhan saja?

– Pelayanan di gereja. Apakah kita merasa ini “penampilan” untuk dilihat orang, atau sungguh-sungguh melayani Tuhan?

– Bisnis. Apakah kita melakukannya dengan cara-cara yang berkenan di hati Tuhan, walaupun terkadang itu merugikan kita?

– Pacaran. Apakah kita memilih pacar yang seiman dan sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, ataukah ada hal lain yang terkait dengan nafsu, kebanggaan, atau dosa-dosa lainnya?

– Cita-cita. Apakah yang kita tuju sesuai dengan panggilan Tuhan dalam hidup kita sebagai garam dan terang serta penyalur berkat kepada sesama?

 

  1. Sebagai warga negara Indonesia yang hidup di tengah masyarakat yang berbeda-beda agama dan kepercayaan, bukankah kita harus menekankan toleransi? Bagaimana jadinya jika kepercayaan ini justru merusak hubungan dengan masyarakat?

Panduan diskusi:

Sebagai anak-anak Tuhan, kita tentu mempercayai bahwa Alkitab merupakan otoritas tertinggi. Oleh sebab itu, kita tidak boleh berkompromi. Kita wajib toleran terhadap pandangan agama lain, tetapi kita tidak boleh toleran terhadap kebenaran. Misalnya, kita tidak boleh melarang orang yang melakukan penyembahan kepada leluhur, karena itu hak mereka. Tetapi, kita tidak boleh ikut-ikutan berdoa kepada leluhur. Bagaimana jika kita menghadapi situasi terdesak dan diharuskan berkompromi? Pada dihadapkan kepada Mahkamah Agama yang melarang mereka untuk memberitakan Injil, Petrus dan para rasul berkata: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia” (Kis. 5:29). Sikap seperti ini jugalah yang harus menjadi pedoman kita.

 

]]>
http://studibiblika.id/2019/06/08/seri-pa-sepuluh-perintah-perintah-pertama-jangan-ada-padamu-allah-lain-di-hadapan-ku/feed/ 0 72
Pemikiran Kuyper dan Penerapannya bagi Orang Kristen Masa Kini http://studibiblika.id/2019/05/25/penerapan-pemikiran-kuyper-bagi-orang-kristen-masa-kini/ http://studibiblika.id/2019/05/25/penerapan-pemikiran-kuyper-bagi-orang-kristen-masa-kini/#respond Sat, 25 May 2019 09:58:22 +0000 http://studibiblika.id/?p=48

“Tidak ada satu inci pun dalam seluruh wilayah keberadaan manusia di mana Kristus yang berdaulat atas semuanya tidak berseru, ‘Milik-Ku!’”

Sumber: wikipedia.org

Abraham Kuyper lahir pada 1837 di Belanda. Ayahnya adalah seorang pendeta. Setelah lulus dari fakultas teologi dan filsafat Universitas Leiden, dia melayani sebagai gembala di beberapa gereja Reformed di Belanda (1963-1974).  

Selain aktif dalam pelayanan gerejawi, Kuyper juga aktif menulis di salah satu surat kabar mingguan, De Heraut. Melalui tulisan-tulisannya itulah, dia menyebarluaskan pemikiran teologisnya, terutama yang berkaitan dengan isu-isu sosial. Hingga suatu kali, Kuyper dan perkumpulannya mampu membeli surat kabar tersebut. Tidak hanya itu, dia juga mendirikan surat kabar lain, harian De Standaard.

Keaktifannya di dalam bidang jurnalistik tersebut mengantarkannya sebagai anggota parlemen Belanda (1873). Dia pun terjun di bidang politik secara penuh waktu dan mendirikan partai politik Protestan. Pada 1880 dia mendirikan Vrije Universiteit di Amsterdam. Puncak karir politiknya dia raih pada tahun 1901 ketika terpilih sebagai Perdana Menteri Belanda. Kiprah nyata Kuyper dibuktikan dengan didirikannya beberapa institusi sosial.

Pemikiran Utama

Pandangan teologis Kuyper banyak dipengaruhi oleh John Calvin. Kuyper menyatakan bahwa Kristus bukan hanya Anak Allah yang berinkarnasi (menebus dosa manusia), tetapi juga Anak Allah yang kekal (berdaulat atas seluruh ciptaan). Jadi, Kristus bukan hanya Tuhan atas jiwa kita, tetapi juga atas tubuh kita dan seluruh aspek ciptaan lainnya. Pandangan ini dikenal dengan istilah Kristus Kosmik.

Menurut Kuyper, pandangan tentang Kristus Kosmik mau tidak mau akan mendorong setiap orang Kristen untuk secara langsung terlibat secara aktif dan nyata dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat. Jika memahami bahwa Kristus sebenarnya adalah Tuhan atas segala ciptaan, maka orang-orang Kristen pun mengenali panggilan untuk terlibat dalam dunia sekuler.

Dalam kaitannya dengan gereja, Kuyper juga mempunyai pandangan yang sangat baik. Menurutnya, gereja harus menjadi tempat dalam mempersiapkan orang-orang percaya untuk menjadi agen-agen Kristus di masyarakat. Bukan hanya sebagai pembawa berita Injil, tetapi juga dalam memaksimalkan kedaulatan Allah dalam wilayah tertentu di mana seorang Kristen terlibat sesuai dengan talenta dan panggilannya. Dengan kata lain, gereja terlibat aktif berkontribusi secara nyata dalam masyarakat.

Tinjauan Alkitab

Pandangan Kuyper ini selaras dengan pernyataan Tuhan Yesus tentang identitas orang Kristen sebagai garam dunia. Dalam Mat. 5:13, Tuhan Yesus berkata: Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Garam merupakan materi yang dipakai orang untuk mengawetkan makanan dan memberi rasa. Sebagai garam dunia, orang-orang Kristen dituntut Tuhan untuk memberi rasa pada dunia yang telah “hambar” ini. Jangan berdiam diri, atau malah ikut-ukutan menjadi “hambar.”

Aplikasi Praktis

Orang-orang Kristen yang menggumuli panggilan Tuhan benar-benar pasti berperan serta secara aktif dalam masyarakat. Selain Kuyper yang melayani sebagai Perdana Menteri Belanda, di Indonesia pun kita mengenali beberapa tokoh Kristen yang keterlibatannya dalam masyarakat sangat diakui. Misalnya, T.B. Simatupang (mantan Kepala Angkatan Perang RI pada masa Presiden Soekarno), Radius Prawiro (mantan Gubernur Bank Indonesia dan beberapa pos menteri pada masa Presiden Soeharto), serta Basuki Tjahaja Purnama (mantan Gubernur DKI Jakarta).

Kita pun bisa dan harus berperan aktif dalam masyarakat sesuai dengan talenta dan panggilan yang Tuhan berikan pada kita. Tidak harus “besar” seperti tokoh-tokoh tersebut. Kita bisa melakukannya dalam hal-hal kecil. Di bidang politik, kita bisa terlibat dalam kepanitiaan TPS. Di bidang ekonomi, minimal kita bisa menggerakkan perekonomian kelas bawah dengan sesekali membeli di warung-warung tradisional. Dan sebagainya.

Sumber utama bagian pemikiran Kuyper: Kalvin S. Budiman, 7 Model Kristologi Sosial (Malang: Literatur SAAT, 2013).

Pertanyaan Diskusi

1 . Apa yang menjadi kendala kita sehingga tidak/kurang aktif berkontribusi bagi masyarakat? Bagaimana mengatasinya?

Contoh kendala yang biasanya terjadi: Ketidakpedulian, kemalasan, kurang motivasi, kurang kemampuan, atau pun kurang memahami kebenaran firman Tuhan.

2. Apakah Anda setuju dunia sekarang ini “hambar”? Apa buktinya?

Arahan: Jelaskan jawaban Anda sedetail mungkin. Dengan begitu, Anda akan mengenali di bidang mana Anda bisa berkontribusi. Kemudian, kaitkan penjelasan Anda dengan firman Tuhan. Terakhir, kenali potensi diri Anda berkaitan dengan permasalahan tersebut. Apakah Anda turut berperan dalam memperburuk keadaan? Atau ada upaya yang bisa Anda lakukan untuk memperbaikinya?

3. Bagaimana sebagai pribadi, kita bisa berkontribusi pada masyarakat?

Arahan: Kita bisa menjadi agen perubahan di semua lingkungan yang ada (keluarga, pekerjaan, pergaulan, ataupun lingkup yang lebih luas). Pahami betul-betul talenta dan panggilan kita, serta kembangkan. Tidak hanya itu, sepanjang waktu pun kita bisa berkontribusi bagi masyarakat (contoh kecil: menyingkirkan batu yang tergeletak di tengah jalan, sebelum orang lain celaka). Yang tidak kalah penting, kita harus mendidik anak-anak kita dalam Tuhan, sehingga mereka menjadi berkat, dan bukan beban, bagi masyarakat.

4. Bagaimana sebagai gereja, kita bisa berkontribusi pada masyarakat?

Arahan: Apakah gereja sudah menjadi berkat bagi masyarakat? Apa buktinya? Jangan sampai gereja terkenal karena berisik atau membuat jalan macet. Gereja harus benar-benar dikenal masyarakat sebagai agen perubahan, tentu ke arah yang lebih baik.

]]>
http://studibiblika.id/2019/05/25/penerapan-pemikiran-kuyper-bagi-orang-kristen-masa-kini/feed/ 0 48
Arti Menyangkal Diri, Memikul Salib dan Mengikut Yesus (Luk. 9:23) http://studibiblika.id/2019/05/20/lukas-923-arti-menyangkal-diri-memikul-salib-dan-mengikut-yesus/ http://studibiblika.id/2019/05/20/lukas-923-arti-menyangkal-diri-memikul-salib-dan-mengikut-yesus/#respond Mon, 20 May 2019 12:56:53 +0000 http://studibiblika.id/?p=43

Versi Terjemahan Baru LAI:

Kata-Nya kepada mereka semua: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.”

Versi Terjemahan Bahasa Indonesia Masa Kini LAI:

Kemudian Yesus berkata kepada semua orang yang ada di situ, “Orang yang mau mengikuti Aku, harus melupakan kepentingannya sendiri, memikul salibnya tiap-tiap hari, dan terus mengikuti Aku.”

Tema utama: seorang yang mau menjadi pengikut Kristus harus berani berkata “TIDAK” pada diri dan ambisinya sendiri dan mengikut Kristus, bahkan sampai pada tahap “siap mati” setiap hari demi melakukannya.

Konteks:

Setelah mendapatkan pengakuan dari Petrus bahwa Dia adalah Mesias, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga” (Luk. 9:22). Jika Tuhan Yesus mengalami penderitaan seperti itu, maka para orang-orang yang mengaku menjadi pengikut-Nya juga jangan kaget kalau mengalami penderitaan karena imannya. Inilah yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus pada waktu Dia berkata, “Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya” (Luk. 6:40).

Mengapa orang Kristen bisa menderita karena imannya? Jika orang Kristen sungguh-sungguh menjalankan apa yang menjadi agenda Allah, maka hal itu bertentangan dengan sistem dunia yang sudah jatih dalam dosa. Iblis akan menjadi lawannya. Semakin orang Kristen hidup benar berdasarkan tuntunan Alkitab, maka kemungkinan besar dia akan semakin mengalami tekanan dalam kehidupannya. Misalnya, orang Kristen yang tidak mau ikut korupsi di lingkungan yang menghalalkan segala cara, kemungkinan akan dimusuhi rekan-rekannya.

Pembahasan:

Menyangkal diri. Dasar dari penyangkalan diri adalah pemahaman bahwa keselamatan hanya berasal dari Tuhan, tidak bisa dilakukan dengan cara sendiri. Setelah diselamatkan, orang-orang Kristen memahami bahwa Tuhanlah yang menjadi penguasa (tuan) di dalam kehidupan mereka. Oleh sebab itu, mereka tidak melakukan apa yang menjadi keinginan dirinya sendiri, tetapi keinginan Tuhan. Versi BIMK menerjemahkan dengan frasa “melupakan kepentingannya sendiri.” Orang-orang Kristen harus mengesampingkan apa yang menjadi kepentingannya sendiri demi mengarahkan kehidupannya pada apa yang menjadi kepentingan Kerajaan Allah. 

Contoh: secara manusia, sangat mudah bagi seorang pelayan gereja untuk merasa tersinggung ketika mendapat kritikan dari rekan pelayan lain yang tidak memiliki kekayaan atau kedudukan setinggi dirinya. Namun demikian, jika dia orang Kristen yang sungguh-sungguh, maka dia akan melupakan statusnya itu, karena semua orang sama derajatnya di mata Allah, dan menerima kritikan tersebut dengan penuh kasih.

Salah satu adegan dalam film The Passion of the Christ (sumber: http://www.fministry.com/2012/03/taking-up-our-cross-daily.html)

Memikul salib. Pada zaman Romawi, seseorang yang dijauhi hukuman salib akan dipaksa untuk memikul sendiri salibnya dari tempat dia dijatuhi hukuman sampai ke tempat penyaliban. Dengan cara demikian dipertontonkan bahwa dia telah berrsalah pada negara dan tunduk pada negara, yang telah menjatuhkan hukuman mati pada mereka.

Gambaran ini digunakan oleh Lukas untuk menyatakan bahwa orang Kristen harus menjalani hidup seolah-olah telah dijatuhi “hukuman mati,” yaitu mati terhadap nilai-nilai dunia yang tidak sesuai dengan kehendak Allah dan tunduk pada nilai-nilai dalam Kerajaan Allah. Apa yang orang-orang Kristen lakukan harus selaras dengan apa yang dikehendaki Allah. Sebagaimana orang-orang yang dijatuhi hukuman mati pada masa itu, orang-orang Kristen juga harus rela kehilangan harta benda dan nama baiknya. Dan jika kita membaca ayat-ayat selanjutnya, mati di sini pun berarti siap mati secara fisik demi menjadi pengikut Tuhan.

Contoh: orang-orang Kristen tidak akan mempunyai ambisi lagi untuk mendapatkan kekayaan dan nama besar demi kepentingannya sendiri. Keduanya tetap bisa mereka raih, namun dengan cara yang memuliakan Tuhan dan juga digunakan untuk melayani Tuhan.

Lukas menuliskan bahwa menyangkal diri dan memikul salib ini harus siap kita lakukan setiap hari. Dengan cara itulah, berita tentang keselamatan di dalam Kristus akan menyebar ke dalam dunia.

Mengikut Aku. Jika ditinjau dari segi bahasa Yunani Koine, mengikut di sini menggunakan kala kini (present tense-form), berbeda dengan menyangkal diri dan memikul salib yang menggunakan kala aorist. Dengan ini, Lukas ingin menekankan bahwa mengikut Yesus merupakan proses yang terus menerus, seperti terjemahan BIMK, “terus mengikuti Aku.” Mengikut Tuhan bukan sekadar komitmen yang dilakukan sekali saja, namun dilakukan seumur hidup.

Menjadi murid Tuhan Yesus berarti harus melakukan ketiga hal ini. Menyangkal diri (mengesampingkan identitas duniawi dan fokus pada identitas sebagai pengikut Tuhan) dan memikul salib (mati terhadap ambisi duniawi dan mengarahkan pada keinginan Tuhan) setiap hari harus menjadi komitmen orang-orang yang mau mengikut Kristus. Walaupun secara duniawi mungkin akan mengalami kerugian, tetapi para pengikut Kristus percaya bahwa dengan itu justru mereka akan menikmati hal yang lebih besar lagi di surga. Bahkan jika dengan menjadi pengikut Kristus mereka harus sampai kehilangan nyawa pun, itu bukan merupakan kerugian karena “barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya” (Luk. 9:24).

Pertanyaan-Pertanyaan Diskusi:

1.Apakah orang Kristen harus hidup menderita dan tidak boleh merasakan kenikmatan?

Panduan Diskusi: 1) Allah adalah Pribadi yang Mahabaik sehingga tidak mungkin menghendaki anak-anak-Nya menderita. Jika anak-anak-Nya mengalami penderitaan, berarti ada sesuatu hal yang baik yang sedang dirancang Allah di dalamnya (Rm. 8:28).

Prinsipnya, kita harus dilahirbarukan oleh Roh Kudus. Dengan mengalami lahir baru dan bertakhtanya Roh Kudus di dalam hati kita, maka apa yang menjadi kehendak kita akan selaras dengan apa yang menjadi kehendak Allah. Contoh: orang Kristen tidak akan merasakan damai sejahtera dengan mengambil apa yang bukan haknya, walaupun itu sangat nikmat menurut pandangan dunia. Inilah sukacita Kristen yang sejati.

2. Apakah kalau orang Kristen menderita, berarti dia sedang menyangkal diri dan memikul salib?

Panduan diskusi: Tidak semua penderitaan mempunyai makna seperti itu. Hanya penderitaan yang terjadi karena mengikut Tuhanlah yang termasuk dalam menyangkal diri atau memikul salib. Misalnya: putus dengan pacar yang sangat disayangi belum tentu “pikul salib,” karena penyebab putusnya bisa bermacam-macam: tidak cocok, egois, atau ada orang ketiga. Tetapi jika putus dengan pacar yang tidak seiman, berarti dia sedang “pikul salib” karena menyerahkan ambisi duniawi demi menjalankan kehendak Tuhan dengan memilih pasangan yang “seimbang,” seperti perintah: “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya” (2Kor. 6:14).

3. Apakah mengikut Yesus adalah hal yang mudah?

Panduan diskusi: Berdasar ayat ini, mengikut Yesus jelas bukan hal yang mudah. Menjadi pengikut Yesus bukan sekadar dibaptis atau setia melayani Tuhan di gereja. Tetapi, mengikut Yesus harus siap kehilangan segala-galanya: keinginan diri, harta, dan bahkan nyawa! (baca: Luk. 9:24-25). Namun demikian, mengikut Yesus adalah hal yang indah dan penuh sukacita (seperti apa yang dialami oleh para rasul, yang penuh sukacita walaupun menghadapi berbagai penderitaan).

Kuncinya, kita harus dilahirbarukan oleh Roh Kudus, sehingga bisa membedakan mana kehendak Allah yang menuntun kita pada “kehidupan” atau nafsu yang menuntun kita pada “kematian.” Roh Kudus akan mengubah cara pandang kita sehingga fokus kita ada pada pengharapan akan kemuliaan kekal di surga dan bukannya kesenangan sesaat di dunia.

4.Perintah ini begitu berat, mungkinkah ini hanya ditujukan bagi para pengikut Kristus “tingkat tinggi” (misalnya, para rasul, misionaris, pendeta, dan sebagainya)?

Panduan Diskusi: Lukas memberikan konteks bahwa perintah ini ditujukan bagi semua orang yang mau menjadi pengikut Kristus. Matius menuliskan, “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku” (Mat. 10:38). Artinya, kita tidak bisa hanya mengaku percaya pada Kristus tetapi tanpa menjadi pengikut Kristus yang sungguh-sungguh.

Walaupun demikian, pertumbuhan rohani adalah suatu proses. Kebanyakan orang Kristen tidak selalu bisa langsung “berkorban besar” (misalnya menjadi martir atau rela menyisihkan sebagian besar harta untuk pekerjaan Tuhan) tanpa melalui proses “berkorban kecil” terlebih dulu dengan setia. Kita dapat melihat pertumbuhan seperti ini di dalam diri banyak tokoh Alkitab. Misalnya, Petrus pun pernah menyangkal Tuhan Yesus. Tetapi setelah dipulihkan, dia akhirnya menjadi saksi Kristus yang sangat setia sampai akhir hidupnya.

Langkah praktisnya, kita bisa belajar untuk menjadi pengikut Kristus yang sungguh-sungguh melalui hal-hal kecil di sekitar kita: membuang rasa malas dalam pelayanan, menyisihkan yang terbaik dan yang pertama bagi Tuhan (bukan mempersembahkan yang sisa-sisa), berani dicap “sok suci” ketika menolak ajakan teman untuk menikmati pornografi, mengabarkan kasih Tuhan kepada saudara terdekat kita, dan sebagainya. Jika kita melakukannya dengan setia, maka semakin hari kita akan terdorong untuk mempersembahkan hal yang lebih besar lagi bagi Tuhan.

Referensi:

Bock, Darrell L. Luke 1:1-9:50. BECNT. Grand Rapids: Baker Academic, 1994.

Green, Joel B. The Gospel of Luke. NICNT. Grand Rapids: William B. Eerdmans, 1997.

Marshall, I Howard. Commentary on Luke. NIGTC. Grand Rapids: William B. Eerdmans, 1978.

]]>
http://studibiblika.id/2019/05/20/lukas-923-arti-menyangkal-diri-memikul-salib-dan-mengikut-yesus/feed/ 0 43
Mukjizat Menangkap Ikan (Yoh. 21:1-14) http://studibiblika.id/2019/05/17/tafsiran-yohanes-211-14/ http://studibiblika.id/2019/05/17/tafsiran-yohanes-211-14/#respond Fri, 17 May 2019 01:13:31 +0000 http://studibiblika.id/?p=41

Versi Terjemahan Baru LAI:

1 Kemudian Yesus menampakkan diri lagi kepada murid-murid-Nya di pantai danau Tiberias dan Ia menampakkan diri sebagai berikut. 2 Di pantai itu berkumpul Simon Petrus, Tomas yang disebut Didimus, Natanael dari Kana yang di Galilea, anak-anak Zebedeus dan dua orang murid-Nya yang lain. 3 Kata Simon Petrus kepada mereka: “Aku pergi menangkap ikan.” Kata mereka kepadanya: “Kami pergi juga dengan engkau.” Mereka berangkat lalu naik ke perahu, tetapi malam itu mereka tidak menangkap apa-apa. 4 Ketika hari mulai siang, Yesus berdiri di pantai; akan tetapi murid-murid itu tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus. 5 Kata Yesus kepada mereka: “Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?” Jawab mereka: “Tidak ada.” 6 Maka kata Yesus kepada mereka: “Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh.” Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan. 7 Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: “Itu Tuhan.” Ketika Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau. 8 Murid-murid yang lain datang dengan perahu karena mereka tidak jauh dari darat, hanya kira-kira dua ratus hasta saja dan mereka menghela jala yang penuh ikan itu. 9 Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ikan dan roti. 10 Kata Yesus kepada mereka: “Bawalah beberapa ikan, yang baru kamu tangkap itu.” 11 Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak. 12 Kata Yesus kepada mereka: “Marilah dan sarapanlah.” Tidak ada di antara murid-murid itu yang berani bertanya kepada-Nya: “Siapakah Engkau?” Sebab mereka tahu, bahwa Ia adalah Tuhan. 13 Yesus maju ke depan, mengambil roti dan memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu. 14 Itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati.

Konteks: Perikop ini merupakan epilog/penutup dari Injil Yohanes. Murid-murid merasakan ketidakpastian setelah mengalami kejadian-kejadian seputar penyaliban Yesus [BKC]. Peristiwa ini merupakan penampakan Yesus yang ketiga kalinya kepada murid-murid-Nya. Penampakan sebelumnya dicatat dalam Yoh. 20:19-23 (tanpa Tomas) dan Yoh. 20:26-29 (dengan Tomas) [TNTC].

Epilog dalam kitab-kitab Injil diakhiri dengan perintah untuk menyebarkan Injil. Injil Matius diakhiri dengan Amanat Agung (Mat. 28:18-20), Injil Markus diakhiri dengan penyebaran berita Injil oleh para murid (Mrk. 16:8 dan Mrk. 16:20), dan Injil Lukas diakhiri dengan perintah Yesus kepada para murid untuk menyampaikan berita pertobatan dan pengampunan dosa ke segala bangsa (Luk. 24:44-53). Demikian pula epilog dari Injil Yohanes menceritakan tema yang sama [NIVAC].

Mukjizat penangkapan ikan dan percakapan di pagi hari menyiratkan perintah kerasulan bagi para murid untuk menjangkau jiwa masuk ke dalam Kerajaan Allah. Roh Kudus, yang telah mereka peroleh (Yoh. 20:22) bukan hanya memberikan jaminan dan penghiburan, tetapi memperlengkapi mereka untuk menjadi saksi di dunia (Yoh. 15:26-27) dan menguatkan mereka di tengah tekanan yang dihadapi ketika menjalankan misi ini (Yoh. 16:7-11) [NIVAC].

Kisah ini sangat terkait erat dengan peristiwa sesudahnya, ketika Tuhan Yesus memulihkan Petrus dan menyuruhnya untuk menggembalakan “domba-domba”-Nya. Ikan (Yoh. 21:1-114) dan domba (Yoh. 21:15-19) melambangkan pekerjaan gereja. Gereja harus menjangkau jiwa (sebagaimana penjala menangkap ikan) dan setelah itu juga memeliharanya (sebagaimana penggembala menggembalakan domba-dombanya) [NIVAC].

Tema Utama: Kita akan menjadi pelayan Tuhan yang efektif jika bersandar pada iman di dalam Kristus dan mengikuti pimpinan-Nya.

Pembahasan Ayat per Ayat:

Ayat 1-3. Beberapa ahli berpendapat bahwa ketika Petrus mau pergi menangkap ikan, itu menunjukkan dia lalai kalau sesungguhnya dia telah diutus oleh Yesus (Yoh. 20:21-23). Namun demikian, Yesus menyuruh para murid untuk pergi ke Galilea dan Dia akan menemui mereka di sana setelah dibangkitkan (Mrk. 14:28; 16:7) [TNTC].

Ayat 4-6. Murid-murid awalnya tidak mengenali Yesus. Tangkapan ikan dalam jumlah besar membuat murid-murid-Nya yakin bahwa orang itu adalah Yesus (peristiwa tersebut mirip dengan mukjizat dalam Luk. 5:1-11). Kejadian ini juga membuktikan bahwa Yesus berkuasa atas alam dan setelah bangkit pun masih bisa melakukan mukjizat [BKC].

Aplikasi: – Jika melakukan kehendak Tuhan, maka kita akan mendapat berkat dari Tuhan [BKC]. Tetapi jangan diartikan bahwa kita tidak akan mengalami penderitaan. Orang yang diberkati Tuhan akan tetap merasakan sukacita walaupun berada di tengah penderitaan.

– Kisah ini juga menunjukkan bahwa Kristuslah yang menjadi pemimpin kita dalam menjalankan misi-Nya sebagai pemberita Injil. Dengan panduan-Nya, kita akan memperoleh “hasil” yang jauh di luar perkiraan kita [NIVAC].

Ayat 7-9. Karena sangat bersemangat, Petrus menceburkan dirinya ke danau untuk menghampiri Yesus. Sementara itu, murid-murid yang lain, termasuk Yohanes, menyusulnya dengan perahu yang penuh tangkapan ikan. Di sini Yohanes menunjukkan bahwa ikan, sebagai berkat dan lambang dari pekerjaan rohani, tidak boleh diabaikan [NIVAC].

Ayat 10-11. Lihat penjelasan mengenai 153 ekor ikan dalam bagian Catatan-Catatan Penting di bawah.

Ayat 12-14. Berbeda dengan Maria (Yoh. 20:14) dan murid-murid yang sedang berjalan ke Emaus (Luk. 24:13-35), semua murid di dalam kisah ini tidak meragukan bahwa orang yang sarapan bersama-sama dengan meraka adalah Yesus. Bertahun-tahun kemudian, dalam khotbahnya, Petrus menyatakan diri sebagai saksi Kristus yang pernah makan dan minum bersama-Nya setelah kebangkitan (Kis. 10:41) [BKC].

Catatan-Catatan Penting:

Danau Tiberias. Danau Tiberias (atau Laut Tiberias) adalah nama lain dari Danau Galilea atau Danau Genesaret (Luk. 6:1). Penyebutan ini dilakukan oleh orang-orang Romawi mengikuti nama Kaisar Tiberius [LAI]. Danau ini terletak sekitar 75 mil di sebelah utara Yerusalem. Betsaida (Ibr. rumah ikan) dan Kapernaum, dua kampung yang sebagian besar penduduknya hidup dari menangkap ikan, terletak di situ [NIVAC].

Murid yang dikasihi Yesus. Kemungkinan besar, dia adalah Yohanes anak Zebedeus, penulis Injil ini.

Seratus lima puluh tiga ekor ikan. Sebagian ahli berpendapat bahwa jumlah seratus lima puluh tiga ini menyimbolkan sesuatu (sistem angka yang menyimbolkan sesuatu disebut dengan gematria, seperti angka “666” dalam Why. 13:18). Huruf dalam bahasa Yunani dan Ibrani memiliki nilai bilangan (dalam bahasa Indonesia seperti A=1, B=2, C=3, dan seterusnya). Kata “Simon” dan “ikan” dalam bahasa Ibrani bila dijumlahkan sebesar 153. Kemudian ada penafsiran lain yang menghubungkannya dengan Yeh.47:9-10, di mana tertulis bahwa ada aliran dari En-Gedi (jika huruf-hurufnya dijumlahkan, hasilnya 17; 153 adalah penjumlahan dari angka 1 sampai 17, 1+2+3+…+17) dan En-Egalaim (jika dijumlahkan huruf-hurufnya, hasilnya 153). Cyril dari Aleksandria berpendapat lain, yaitu angka ini melambangkan 100 penyembah berhala, 50 orang Yahudi, dan Trinitas (100+50+3). [NIVAC]. Apapun itu, semua bersifat spekulasi karena Yohanes sendiri tidak menjelaskan artinya.

Jika demikian, kemungkinan besar jumlah ini ditulis oleh Yohanes sebagai detail sejarah saja sekaligus untuk membuktikan bahwa tangkapan tersebut luar biasa banyak dan Yesus berkuasa atas alam [TNTC]. Orang-orang yang pergi menangkap ikan terbiasa untuk menghitung jumlah ikan yang diperoleh dan kemudian membagi-bagikannya di antara mereka [BKC].

Hasil tangkapan ikan yang melimpah serta panggilan Yesus kepada Petrus untuk mengasihi domba-domba-Nya (Yoh. 21:15-19) menggambarkan misi kerasulan gereja [NIVAC]. Jadi terlihat sekali bahwa maksud dari perikop ini adalah untuk mengarahkan kembali bahwa setelah kebangkitan-Nya, Yesus ingin Petrus dan murid-murid-Nya menjadi “penjala manusia.”

Api arang. Api arang (Yun. Anthrakia; dalam Perjanjian Baru, kata ini hanya muncul di Yoh. 18:18 dan Yoh. 21:9 [NIVAC]) mengingatkan Petrus ketika dia menyangkal Yesus pada malam sebelum penyaliban. Pada waktu itu, dia berdiang di depan api arang bersama-sama para hamba laki-laki dan para pengawal istana (Yoh. 18:18).

“Sesungguhnya” (ayat 18). Frasa “sesungguhnya” (Ing. verily, verily; Yun. amēn, amēn) digunakan sebanyak 25 kali dalam Injil Yohanes. Frasa ini ditujukan kepada pendengar yang sulit untuk percaya. Dengan begitu, pembicara menekankan bahwa apa yang dikatakan adalah benar, sebagaimana Tuhan adalah juga benar [KJV].

Aplikasi: Kita harus mempercayai seluruh isi Alkitab, bukan hanya beberapa baian saja.

Pertanyaan-Pertanyaan Diskusi:

  1. Apakah yang bisa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari sebagai “penjala manusia?” (Panduan diskusi: Pekerjaan, hobi, bakat, apapun yang kita miliki dalam kehidupan kita, bisa kita gunakan untuk mengenalkan Kristus kepada orang lain).
  2. Dalam kisah ini, murid-murid mendengar langsung perkataan Tuhan Yesus untuk menebarkan jala di sisi kanan perahu. Bagaimana kita bisa mengetahui tuntunan Tuhan bagi pelayanan kita di masa kini?(Panduan diskusi: Alkitab merupakan firman Tuhan yang berotoritas bagi orang percaya masa kini. Namun demikian, kita juga bisa mengetahuinya dari nasihat orang lain, pengalaman hidup, dan kerinduan hati kita. Bahkan mungkin juga Tuhan memberitahukannya secara khusus kepada kita, melalui berbagai peristiwa. Tetapi semuanya harus diuji di dalam kebenaran Alkitab.)
  3. Harus menjadi orang seperti apakah supaya kita bisa dipakai Tuhan untuk menjadi pelayan-Nya yang luar biasa? (Panduan diskusi: bandingkan dengan Petrus, yang pengecut sehingga pernah menyangkal tiga kali, dan murid-murid yang semuanya kocar-kacir dan kehilangan harapan setelah Tuhan Yesus disalib. Namun setelah kebangkitan-Nya dan penampakan-Nya, semuanya menjadi saksi Tuhan yang setia sampai mati. Bukan manusia yang menentukan keberhasilan pelayanan, tetapi Tuhan. Jika kita ingin berhasil dalam pelayanan, maka kita harus bersandar penuh pada Roh Kudus dan taat pada pimpinan Tuhan. Dengan cara seperti itu, apapun kelemahan kita, tidak akan membuat pelayanan kita mundur).

Referensi:

[BKC] Blum, Edwin A. “John.” Dalam The Bible Knowledge Commentary: Gospels. Diedit oleh John F. Walvoord dan Roy B. Zuck. Colorado Springs: David C. Cook, 2018.

[ESV] Dennis, Lane T. dan Wayne Grudem, ed. ESV Study Bible. Wheaton: Crossway, 2008.

[NIVAC] Burge, Gary M. John. The NIV Application Commentary. Grand Rapids: Zondervan, 2000.

[LAI] Alkitab Edisi Studi. Edisi kedua. Jakarta: LAI, 2015.

[TNTC] Kruse, Colin G. John. The Tyndale New Testament Commentary. Surabaya: Momentum, 2007.

]]>
http://studibiblika.id/2019/05/17/tafsiran-yohanes-211-14/feed/ 0 41