24 Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. 25 Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya. 26 Jadi janganlah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. 27 Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah. 28 Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka. 29 Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. 30 Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya. 31 Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit. 32 Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. 33 Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga.” 34 “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. 35 Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, 36 dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. 37 Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. 38 Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. 39 Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
(Mat. 10:24-39)
Pendahuluan
Pernahkah Anda membaca kisah Jim Elliot? Dia adalah seorang misionaris yang lahir di Amerika Serikat pada tahun 1927. Pada masa sekolah, Jim adalah seorang murid yang sangat berbakat, terutama di bidang pidato. Sampai-sampai pada wafatnya Presiden Franklin D. Roosevelt, dialah yang mendapat kehormatan untuk menyampaikan pidato (saat itu dia masih usia SMA!). Selepas SMA, dia masuk ke Wheaton College, sebuah sekolah tinggi teologi yang sangat terkenal di Amerika Serikat. Di sekolah ini pun dia mendapatkan prestasi tertinggi.
Karena bakatnya yang menonjol, banyak orang yang menyarankan berbagai macam pelayanan kepadanya. Salah satunya adalah pelayanan pemuda, yang sangat dibutuhkan oleh gereja-gereja di Amerika Serikat pada waktu itu. Akan tetapi, dia memilih untuk melayani sebagai seorang misionaris. Setelah menikah dengan istrinya yang bernama Elisabeth, mereka pun bersama-sama studi bahasa sebagai persiapan untuk melayani di Ekuador.
Setelah tinggal beberapa lama di Ekuador, dia mendengar bahwa ada satu suku di hutan Ekuador yang belum terjangkau Injil, yaitu suku Indian Huaoroni. Bersama-sama dengan empat misionaris lainnya, dia mulai melakukan pendekatan kepada suku ini. Setelah tiga bulan, mereka akhirnya bisa mulai melakukan kontak tatap muka. Walaupun awalnya berjalan lancar, tapi entah mengapa, tiba-tiba orang-orang Indian itu marah dan membunuh kelima misionaris tersebut.
Berita terbunuhnya kelima misionaris ini menjadi sensasi di Amerika Serikat. Bahkan, majalah Life sampai memuat artikel sepanjang sepuluh halaman tentang peristiwa ini. Pada tahun 1956, Jim Elliot, yang menolak kesempatan pelayanan di Amerika Serikat demi melayani sebuah suku di daerah yang sangat terpencil yang nantinya malah membunuhnya, meninggal pada usia 29 tahun dan meninggalkan seorang istri dan seorang anak perempuan yang baru berusia sepuluh bulan.
Melihat jalan hidup seperti ini, apa yang ada di benak kita? Ini orang yang menyia-nyiakan hidupnya, mati konyol. Tidak bertanggung-jawab, sudah tahu punya bayi, mengapa tidak menjaga dulu keluarganya? Toh nanti kalau anaknya sudah besar kan bisa melayani? Atau kita sebagai orang Kristen mungkin berpikir, “Iya, sih, dia luar biasa berkorban dalam melayani Tuhan. Tetapi panggilan Tuhan kan lain-lain, tidak semua orang harus hidup seperti itu….”
Di dalam salah satu jurnal pribadinya, Jim Elliot menuliskan:
“He is no fool who gives what he cannot keep to gain what he cannot lose“
(“Orang yang melepaskan apa yang bisa hilang untuk mendapatkan apa yang tidak bisa hilang, bukanlah orang yang bodoh”)
Walaupun harus kehilangan seluruhnya, kenyamanan hidup di Amerika Serikat, berpisah dengan istri dan anaknya, dan bahkan harus kehilangan nyawanya dengan cara yang terlihat sia-sia karena belum mempertobatkan satu orang pun dari suku itu, tetapi Jim tahu bahwa seorang murid Kristus tidak boleh takut untuk kehilangan segalanya karena Kristus telah memberikan jaminan kemenangan. Melalui ayat ini kita akan belajar bahwa hidup seperti yang dijalani oleh Jim Elliot bukanlah hidup yang ekstrim, tetapi sebenarnya merupakan tuntutan Tuhan Yesus bagi semua murid-Nya, termasuk kita.
1. Sebagai Murid Kristus, Kita akan Mengalami Apa yang Dialami Kristus
Ada kekeliruan di sebagian kalangan orang Kristen bahwa orang yang percaya kepada Kristus belum tentu murid Kristus. Jadi, orang percaya itu ada tingkatannya. Ada yang biasa-biasa saja, ada juga yang lebih serius. Yang serius inilah yang disebut murid Kristus. Selain itu, banyak juga orang Kristen yang keliru berpikir bahwa ada dua pilihan yang sama-sama bisa dimasuki orang Kristen. Pertama, ada jalan yang sempit, penuh perjuangan iman, yang dipilih oleh orang-orang seperti para misionaris, para martir, dan tokoh-tokoh iman lainnya. Kemudian ada jalan yang lebar, nyaman, jauh dari penderitaan, yang dipilih oleh orang Kristen yang biasa-biasa saja. Benarkah pemikiran seperti itu?
Tuhan Yesus berkata: “Masuklah melalui pintu yang sesak itu (Matius 7:13).” Kemudian di dalam Yoh. 14:15 dikatakan, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” Jadi, kita sebagai orang Kristen sebenarnya tidak mempunyai pilihan. Pada waktu kita menyatakan percaya kepada Kristus, maka secara otomatis kita juga harus mau menjadi murid Kristus dan melakukan segala perintah Alkitab. Termasuk, masuk melalui “pintu yang sesak”!
Injil Matius pasal 10 ini biasa disebut sebagai mission discourse, atau ceramah tentang misi, perintah untuk menyebarkan Kabar Baik yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada kedua belas murid-Nya. Tuhan Yesus memerintahkan, “Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah” (Mat. 10:27). Kabar Baik yang tadinya hanya diajarkan Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya, sekarang harus diberitakan sejelas-jelasnya kepada sebanyak mungkin orang dan Tuhan Yesus mengingatkan bahwa Dia mengutus mereka seperti domba di tengah-tengah serigala. Artinya apa? Kalau selama ini murid-murid merasa aman dan menikmati pengajaran Kabar Baik yang diberikan Gurunya di lingkungan terbatas, maka ketika mereka harus menyebarkannya keluar, keadaan sangat berubah. Mereka akan dibenci, ditangkap, dianiaya, bahkan nantinya mereka semua, kecuali Yohanes, mati karena kesaksian imannya itu.
Demikian pula pada masa kini. Iman Kristen baru akan menghadapi tantangan yang sesungguhnya ketika kita mau menyaksikannya keluar. Di gereja, mudah untuk menjadi orang Kristen. Tetapi begitu kita menyatakan diri bahwa “Saya pengusaha Kristen,” “Saya mahasiswa Kristen,” “Saya pemain band Kristen,” “yang akan melakukan pekerjaan saya sesuai kebenaran Alkitab,” maka ada konsekuensi yang harus kita tanggung dari orang-orang di sekitar kita yang belum mengenal Kristus.
Di ayat ke-24, Tuhan Yesus berkata: “Seorang murid tidak lebih daripada gurunya, atau seorang hamba daripada tuannya.” Di dalam kebudayaan Yahudi dan Yunani-Romawi pada waktu itu, tujuan tertinggi seorang murid adalah menjadi sama dengan gurunya. Mereka hidup bersama-sama, menerima pengajaran, dan melakukan apa yang diteladankan oleh gurunya. Dan di antara semua guru masa itu, ada guru-guru yang menjadi favorit sehingga orang yang bisa diterima menjadi muridnya akan merasa bangga dan mendapat posisi yang terhormat di mata masyarakat. Di ayat ini, Tuhan Yesus juga ingin menekankan hal yang sama, tetapi bedanya, apa yang dialami oleh Tuhan Yesus bukanlah kebanggaan dan hidup yang terhormat secara dunia, justru hidup yang hina dan penuh penderitaan.
Misalnya, di dalam Injil Matius pasal 9, ketika Tuhan Yesus melakukan mukjizat malah dituduh oleh orang-orang Farisi bahwa Dia melakukannya dengan kuasa penghulu setan, Beelzebul. Pada waktu menunjukkan kasih kepada para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, Tuhan Yesus malah dihina. Bahkan di dalam kitab Markus, tercatat bahwa kaum keluarga-Nya sendiri pun menganggap-Nya tidak waras. Bahkan nantinya Dia akan mati sebagai martir di kayu salib. Kalau itu semua bisa dialami Tuhan Yesus, kita sebagai murid-Nya harus siap mengalami hal yang sama.
Di dalam Yoh. 12:26a tertulis: “Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada.” Di mana Dia berada? Di tempat yang hina, di tempat yang banyak tantangan dan penderitaan, dan di tempat orang tidak mau pergi. Dan pada saat Dia bersusah-payah menggendong salib ke bukit Golgota dengan badan yang penuh darah, dipermalukan, itu juga yang Dia tuntut untuk murid-murid-Nya lakukan.
Tuhan Yesus berkata: “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku” (Mat. 10:38). “Pikul salib” itu bukan sekadar mengalami penderitaan, misalnya sakit, banyak hutang, atau punya pasangan yang kasar. Penderitaan bisa bermacam-macam sebabnya, bisa akibat kesalahan sendiri, kejahatan orang lain, atau kejadian alam. Tetapi “pikul salib” adalah mengalami penderitaan sebagai konsekuensi menjadi murid Kristus.
Misalnya, kalau seorang karyawan tidak naik-naik jabatannya, itu belum tentu “pikul salib.” Ada berbagai alasan sehingga karirnya mandeg. Bisa karena dia tidak berprestasi, situasi perusahaan sedang sulit, atau karena ada kesalahan yang dilakukannya. Tetapi jika ada seorang karyawan yang tidak naik-naik jabatannya karena dia seorang Kristen, itu baru “pikul salib.” Hal-hal semacam ini harus siap kita hadapi ketika kita mencoba menjadi murid Kristus di tengah-tengah dunia ini.
Tom Monaghan sejak muda sudah bercita-cita untuk menjadi orang kaya dan sukses. Dia merintis usaha pizza tahun ‘60-an dan setelah mengalami berbagai lika-liku bisnis selama 20 tahun, dia pun berhasil mengantarkan usahanya, Domino’s Pizza, menjadi salah satu produsen pizza terbesar di Amerika Serikat. Dia mempunyai kekayaan yang luar biasa, yang digunakan untuk membeli mobil, helikopter, kapal, pulau, bahkan membeli sebuah klub bisbol profesional. Pada saat itu, Tom dijadikan simbol kesuksesan orang Amerika.
Namun demikian, dia merasakan di dalam jiwanya ada sesuatu yang hilang. Setelah membaca buku Mere Christianity karya C.S. Lewis, Tom baru disadarkan bahwa dia adalah orang yang penuh kesombongan, dan alasan dia membeli ini-itu adalah karena sebenarnya dia ingin dikagumi orang lain. Akhirnya, dia mengambil komitmen untuk mengubah hidup, memberikan barang-barang mewahnya, menjual klub bisbolnya, dan menghentikan pembangunan mansion pribadinya yang mewah.
Sejak saat itu, Tom terus menjadi pengikut Kristus yang sangat taat. Dia menjalankan usahanya dengan prinsip-prinsip Alkitab yang sangat ketat. Pernah pada tahun 1989 ramai diberitakan Domino’s Pizza diboikot oleh organisasi wanita nasional karena Tom menolak mendukung aborsi. Dan puncaknya, pada tahun 1998, dia menjual seluruh kepemilikannya di Domino’s Pizza dan berkomitmen seumur hidupnya akan digunakan untuk menjadi berkat bagi orang lain, menggunakan uangnya untuk hal yang paling banyak menjangkau jiwa.
Salah satunya, mendirikan Ave Maria University dan membangun kota kecil di sekitarnya. Uniknya, di lingkungan kampus dan
kotanya itu, dia melarang hubungan seksual pranikah, aborsi, dan pornografi. Lagi-lagi dia menghadapi tentangan, peraturannya ini dianggap banyak media internasional melanggar kebebasan. Tetapi dia tidak peduli, karena dia tahu itu harga yang harus dibayar seorang murid Kristus.
Saudara, kisah hidup yang dijalani Tom, dari perjuangan di masa mudanya, menjadi seorang yang sangat sukses, sampai akhirnya dia rela menggunakan seluruh kekayaannya untuk membawa banyak jiwa kepada Kristus, memberikan satu pelajaran mengenai apa yang dijalani oleh seorang murid Kristus. Tidak hanya merelakan diri untuk kehilangan hak-hak milik, tetapi pada waktu kita menyatakan iman di tengah dunia, banyak perlawanan yang harus dihadapi.
Inilah yang diperingatkan oleh Tuhan Yesus ketika Dia berkata, “Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang” (Mat. 10:34). Bukan pedang sungguhan, tetapi “perlawanan”. Karena Kristus adalah terang, maka di mana Kristus diberitakan, akan ada perlawanan dari dunia yang gelap, dan di beberapa negara, menjadi murid Kristus adalah salah satu hal yang paling berbahaya. Lembaga misi Open Doors melaporkan bahwa setiap bulan di dunia ada 322 orang Kristen yang terbunuh karena imannya, 214 gereja dan bangunan milik orang Kristen yang dihancurkan, dan 772 tindak kekerasan fisik kepada orang Kristen.
Lebih mudah bagi kita untuk mempraktekkan iman Kristen di dalam keluarga yang semuanya Kristen, di lingkungan tempat tinggal yang mayoritas Kristen, atau di dalam gereja. Tetapi Tuhan Yesus mau supaya kita rela membayar harga sebagai murid Kristus dan menyatakan iman kita ke tengah-tengah dunia. Dan saya peringatkan, mungkin itu akan berarti kehilangan harta, karir, keuntungan, popularitas, waktu luang, kesehatan, bahkan kehilangan keluarga dan nyawa kita! Kita juga harus rela pergi ke tempat-tempat dan orang-orang yang membuat kita tidak nyaman, menapaki masa depan yang berlawanan dengan keinginan daging kita, menginvestasikan uang, waktu, tenaga untuk hal-hal yang tidak menyenangkan secara daging, dan hati kita akan terus digelisahkan oleh Roh Kudus untuk mempersembahkan lebih lagi: uang, waktu, tenaga, talenta, relasi keluarga, karena kita tahu itu semua bukan lagi milik kita, tetapi milik Kristus.
Bukan mencari penderitaan, tetapi kalau demi nama Kristus kita menderita, kita harus siap. Di dalam Gal. 2:20a, Rasul Paulus menuliskan, “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” Berdasarkan ayat ini, A.W. Tozer, seorang pendeta dan penulis buku spiritualitas Kristen, mengatakan bahwa hidup Kristen lebih dari sekadar diselamatkan dari dosa, hidup bahagia menunggu saat dijemput ke surga. Kristus tidak mati di kayu salib hanya untuk menyelamatkan manusia dari neraka, tetapi juga supaya semua orang yang percaya menyatu dengan-Nya, menjalani hidup yang penuh penyerahan diri sebagaimana Kristus. Hanya dengan menjalani hidup yang seperti inilah kita dapat mengalami sukacita Kristus secara penuh.
Ternyata menjadi murid Kristus bukanlah hal yang mudah, dan pasti akan membuat kita gentar. Tetapi di dalam teks ini juga diajarkan bahwa….
2. Kristus Memberikan Jaminan Kemenangan Kepada Murid-Murid-Nya
Pada waktu mengutus murid-murid-Nya ini, Tuhan Yesus tahu bahwa seperti halnya domba yang diutus ke tengah kawanan serigala, maka murid-murid itupun merasa takut. Demikian pula dengan kita sewaktu membaca apa yang dialami oleh para rasul di dalam Alkitab, membaca kisah para tokoh iman masa kini seperti Jim Elliot, atau mendengar berita tentang penganiayaan terhadap orang-orang Kristen di Timur Tengah, Afrika, India, dan sebagainya, apakah kita juga merasa takut?
Sepanjang pelayanan saya, ada beberapa orang yang berkata seperti ini: “Saya sih mau saja keluar dari pekerjaan karena tidak sesuai dengan Alkitab, tetapi bagaimana nasib anak dan istri saya?” “Saya mau ke gereja, tetapi nanti gimana kalau saya dibuang dari keluarga? Menurut adat kami begitu….” Karena itulah, di dalam teks ini tiga kali Tuhan Yesus berkata, “Janganlah kamu takut” (ay. 26, 28, 31).
Banyak kisah para martir yang menghadapi kematian mereka sendiri dengan keyakinan yang teguh. Mereka sama sekali tidak merasa takut ataupun rugi karena telah mengikut Kristus. Tepat jika penulis Ibrani mengatakan: “Dunia ini tidak layak bagi mereka” (Ibr. 11:38). Mengapa mereka bisa begitu? Mari kita renungkan tiga alasan yang diberikan Tuhan Yesus mengapa kita tidak boleh takut untuk membayar harga sebagai murid Kristus.
Pertama, suatu saat nanti, kebenaran pelayanan-Nya akan diketahui semua manusia. Ayat ke-26: “tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui.” Saudara, kita tidak mempertaruhkan hal yang sementara, hal yang belum pasti, atau hal yang sia-sia. Kita tidak boleh ragu menjadikan kesaksian iman menjadi prioritas hidup kita karena itu dijamin kebenarannya oleh Kristus sendiri.
Mungkin saat ini manusia belum percaya kalau di dunia ini, iman yang benar hanyalah iman di dalam Kristus. Banyak orang yang berpikir para misionaris adalah orang yang gila karena memilih gaya hidup yang ekstrim. Pemudi Kristen yang menjaga pergaulan dan kekudusan dianggap kurang gaul. “Malu, sudah umur segini tetapi belum pernah (maaf) ciuman….” Tetapi kelak, setelah Tuhan Yesus datang ke dunia, semuanya akan menjadi jelas, siapa yang menjalani hidup dengan benar, siapa yang menjalani hidupnya sia-sia.
Kedua, nasib murid Kristus di dalam kekekalan sudah pasti aman. Ayat ke-32: “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga.” Kalau Allah sendiri yang menjamin, apakah ada yang bisa mengubah keputusan-Nya? Tidak. Inilah yang dimaksudkan oleh Jim Elliot tadi sebagai “apa yang tidak bisa hilang,” sehingga dia rela kehilangan “apa yang bisa hilang di dunia ini.”
Ketiga, Allah akan menjaga hidup kita sampai hal-hal terkecil (ay. 29-30). Burung pipit yang tidak ada harganya saja diperhatikan Allah, apalagi kita. Bahkan jumlah rambut di kepala kita pun Allah tahu. Betapa kuatnya penjagaan seperti ini. Namun ini bukan berarti kita akan selalu terhindar dari kesukaran, tetapi apapun yang terjadi, Allah pegang kendali, bahkan ketika kita mengalami hal yang kelihatan buruk. Masihkah kita ragu membayar harga untuk menjadi murid Kristus?
Penutup
Kembali ke cerita di awal, sepeninggal Jim Elliot, Elisabeth dan anak perempuannya meneruskan pelayanan misinya di antara suku Indian tersebut. Itu bukan hal yang mudah karena kita dapat membayangkan bagaimana perasaan Elisabeth ketika harus melayani orang-orang yang telah membunuh suaminya. Namun melihat pengampunan yang diperlihatkan Elisabeth itu, akhirnya banyak orang suku tersebut yang bertobat. Apakah pengorbanan Jim Elliot sia-sia? Tidak. Selain menerima hidup kekal di surga, hidupnya menjadi berkat bagi banyak orang.
Kita sudah belajar bahwa seorang murid Kristus tidak boleh takut untuk kehilangan segalanya karena Kristus telah memberikan jaminan kemenangan. Siapkah kita melakukannya? Marilah kita jadikan ini sebagai latihan rohani di dalma hidup kita. Kegiatan seperti bakti sosial pembagian sembako kemarin merupakan langkah awal yang bagus, tetapi jangan berhenti sampai di situ, Roh Kudus akan membukakan lagi hal-hal lain yang harus kita serahkan kepada Tuhan dan pos-pos pelayanan lain yang harus kita kerjakan, demi menjadi seorang murid Kristus yang berani membayar harga untuk menjalankan mandat Tuhan menjangkau jiwa-jiwa yang terhilang. Dan jangan takut dengan tantangan yang akan kita hadapi, karena d Di dalam Yoh. 16:33b Tuhan Yesus berkata: “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” Kita tidak menjadi murid seorang guru yang hanya memberi teladan, tetapi juga mampu menjamin kemenangan kita.
Amin.
YANG bisa terkait keselamatan kristen dan non kristenhttps://laskarislam.indonesianforum.net/t37063p450-sekilas-infoku-jilid-2
tulisan khotbahnya bagus sekali, sangat memberkati dan menggugah iman.