1 Pada tahun yang ketiga pemerintahan Yoyakim, raja Yehuda, datanglah Nebukadnezar, raja Babel, ke Yerusalem, lalu mengepung kota itu. 2 Tuhan menyerahkan Yoyakim, raja Yehuda, dan sebagian dari perkakas-perkakas di rumah Allah ke dalam tangannya. Semuanya itu dibawanya ke tanah Sinear, ke dalam rumah dewanya; perkakas-perkakas itu dibawanya ke dalam perbendaharaan dewanya. 3 Lalu raja bertitah kepada Aspenas, kepala istananya, untuk membawa beberapa orang Israel, yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan, 4 yakni orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim. 5 Dan raja menetapkan bagi mereka pelabur setiap hari dari santapan raja dan dari anggur yang biasa diminumnya. Mereka harus dididik selama tiga tahun, dan sesudah itu mereka harus bekerja pada raja. 6 Di antara mereka itu ada juga beberapa orang Yehuda, yakni Daniel, Hananya, Misael dan Azarya. 7 Pemimpin pegawai istana itu memberi nama lain kepada mereka: Daniel dinamainya Beltsazar, Hananya dinamainya Sadrakh, Misael dinamainya Mesakh dan Azarya dinamainya Abednego. 8 Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja;
(Dan. 1:1-8a)
Pengantar
Beberapa minggu lalu ada berita ringan tentang seorang pemuda yang diwawancarai Panglima TNI waktu penerimaan taruna Akmil. Polemik timbul karena pemuda itu, Enzo Zenz Allie, adalah keturunan Prancis. Banyak orang yang meragukan nasionalismenya. Tetapi dari pihak TNI menjawab bahwa Enzo berhak menjadi taruna Akmil karena dia pun WNI dan telah lulus seleksi yang ketat. Salah satunya pasti berkaitan dengan nasionalisme. Enzo mewarisi darah Prancis dari ayahnya. Dia memang lahir di Prancis tetapi sejak usia 13 tahun sudah dibawa oleh ibunya ke Indonesia. Dia tinggal di tengah masyarakat Indonesia, bahasa Indonesianya lancar, bahkan belajar di pesantren. Lama-kelamaan, walaupun berdarah Prancis, Enzo menjadi seperti orang Indonesia.
Dari kisah Enzo ini, kita melihat bahwa pola pikir dan kebiasaan manusia bisa berubah seiring dengan waktu. Lalu apa hubungannya dengan kehidupan iman kita? Sebagai anak-anak Tuhan, jika tidak waspada, kita pun bisa terpengaruh dengan pola pikir dan gaya hidup di sekitar kita. Namun sebagaimana teladan Daniel, Allah menghendaki kita untuk tetap hidup menuruti firman-Nya walaupun ada banyak tekanan yang dihadapi.
Penjelasan
Daniel adalah seorang pemuda Israel yang mengalami pembuangan pada saat Yerusalem ditaklukakan oleh Babel (605 S.M.). Dia mempunyai strategi membawa orang-orang terbaik dari negara taklukkannya untuk dibawa ke Babel. Di sana, mereka diajar ilmu pengetahuan mutakhir, dibentuk karakternya, serta dicuci otaknya. Mereka sangat diistimewakan. Saking istimewanya, mereka bahkan diberi makanan sama seperti yang dimakan raja. Harapannya, orang-orang unggulan itu akan loyal kepada Babel.
Untuk mempercepat meleburnya mereka ke dalam masyarakat Babel, raja pun mengganti nama-nama mereka dengan nama-nama yang mengagungkan dewa-dewa Babel. Daniel dan teman-temannya pun diberi nama yang baru. Daniel (“Allah hakimku”) diganti menjadi Beltsazar (“Bel [atau Marduk, adalah kepala daripara dewa Babel], lindungi hidupnya!”). Hananya (“Allah menunjukkan rakhmat-Nya”) diganti menjadi Sadrakh (“Di bawah perintah Aku [dewa bulan]”). Misael (“Siapa seperti Allah?”) diganti menjadi Mesakh (“Siapa seperti Aku?”). Kemudian Azarya (“Allah menolong”) diganti menjadi Abednego (“Hamba Nego/Nebo [atau Nabu, dewa pembelajaran dan tulisan]”).
Bagaimana hasilnya? Walaupun mendapatkan kehidupan yang enak dan masa depan yang cerah di negeri yang baru, Daniel tetap memilih untuk menjalankan perintah Tuhan. Dia menolak memakan makanan raja. Kemungkinan besar, Daniel menolaknya karena makanan itu tidak sesuai dengan ketentuan halal dan haram dalam Taurat (Im. 11). Daniel sadar bahwa ditaruh di manapun, dia tetaplah anak Tuhan. Dia pun sadar untuk tetap meninggikan Tuhan walaupun hidup di tengah-tengah bangsa yang tidak mengenal Tuhan!
Aplikasi
Memang kita tidak dibuang ke Babel. Tetapi, apa yang dialami oleh Daniel dan teman-temannya itu pun sedikit banyak kita alami. Kekudusan Kristen dan rasa takut kita kepada Tuhan bisa pudar akibat pengaruh dunia. Semakin terbiasa dengan dunia, dan sebaliknya, semakin tidak mengenal firman Tuhan, kita bisa kehilangan pegangan dalam menentukan baik dan buruk, benar dan salah.
Contoh, mungkin kita suka dengan komedi di televisi yang menertawakan kelemahan fisik pemainnya. Mungkin kita pernah mendapatkan SIM dengan cara nembak. Atau, siapa yang masih merasa berdosa ketika memakai program komputer bajakan? Dalam tingkat yang lebih serius, tekanan dunia bisa membuat kita meninggalkan Tuhan. Tidak sedikit orang-orang “Kristen” yang berpindah iman karena harta, pasangan, atau jabatan.
Apa yang dilakukan Daniel ini mengajarkan kita untuk menghormati Tuhan di tengah segala tekanan. Orang-orang yang berkompromi dengan cara hidup dunia sesungguhnya lupa bahwa “kewargaan kita adalah di dalam sorga” (Flp. 3:20). Bahkan ketika menuliskan kisah hidup para saksi iman yang rela mati demi mempertahankan imannya, penulis Ibrani mengatakan “Dunia ini tidak layak bagi mereka” (Ibr. 11:38). Artinya, kehilangan seluruh isi dunia tidak ada ruginya sama sekali jika mendapatkan Tuhan dan mendapatkan seluruh isi dunia tidak ada untung apa-apa jika kehilangan Tuhan.
Jika Allah mengutus Anak-Nya untuk meninggalkan surga dan menderita sampai mati demi menebus kita yang berdosa, apakah rugi jika kita kehilangan kenikmatan sedikit dunia demi menyenangkan hati Allah yang begitu mengasihi kita? Kiranya inilah yang menjadi patokan kita dalam mengambil keputusan. Jangan hanya mengambil keputusan berdasarkan hitungan untung atau rugi, enak atau tidak enak. Tetapi di atas semuanya, apakah kita sedang menuruti kehendak Tuhan?
Komitmen
Oleh sebab itu, marilah kita menghormati Tuhan di dalam kehidupan sehari-hari. Jangan mudah goyah ataupun larut dengan tekanan-tekanan yang kita rasakan. Jangan mudah tergoda juga dengan segala bujuk rayu dunia. Caranya, ambillah komitmen seperti Daniel, yang bertekad untuk tidak mau mencemarkan dirinya dengan memakan makanan raja (ay. 8). Kemudian, mintalah bantuan Roh Kudus untuk menjaga komitmen kita tersebut. Terus melekat dengan firman Tuhan sebagai penuntun hidup kita (Mzm. 119:105). Niscaya, tekanan seberat apapun dan tawaran segemerlap apapun tidak akan membuat kita lupa bahwa ita adalah anak-anak Allah yang harus menjadi terang melalui kehidupan kita. Walaupun kita harus membayar harga. Sebesar apapun. Amin.
Pertanyaan Diskusi
1. Ceritakan pengalaman Anda ketika dihadapakan pada pilihan untuk mengikut dunia atau menjalankan kehendak Tuhan.
2. Apakah komitmen untuk berpegang pada firman Tuhan mudah atau sulit? Jelaskan.
3. Apakah orang yang berkomitmen untuk menjalankan perintah Tuhan pasti tidak akan sesukses orang lain yang tidak memedulikan perintah Tuhan?
4. Apa langkah-langkah praktis yang dapat kita lakukan untuk membentuk kebiasaan yang sesuai dengan firman Tuhan?
Arahan Jawaban
1. Ajak peserta diskusi untuk menceritakan pengalaman pribadi mereka. Jangan menghakimi tindakan mereka.
2. Kemungkinan besar, peserta diskusi akan menjawab “sulit.” Eksplorasi hal-hal yang membuat mereka merasa itu sulit, supaya kita dapat menganalisisnya dari terang firman Tuhan. Misalnya: 1) Menjalankan Firman Tuhan sering berlawanan dengan keinginan kita; 2) Ada tekanan-tekanan tertentu dalam menjalankan firman Tuhan, seperti dikucilkan dan dianggap sok suci; 3) Bisa juga, kita melanggar firman Tuhan karena kita memang tidak tahu apa yang diperintahkan Tuhan dalam Alkitab (mungkin karena jarang membaca Alkitab).
3. Tidak selalu. Daniel dan ketiga temannya pada akhirnya tetap lebih unggul dibanding orang-orang yang lain dan bahkan mereka diberi jabatan yang sangat tinggi. Orang-orang yang tetap berpegang pada firman Tuhan pasti akan menjalankan standar hidup yang bermutu tinggi. Namun demikian, adakalanya Allah mengizinkan kita untuk menderita kerugian akibat menjalankan firman-Nya. Tetapi, jangan sampai itu melemahkan tekad kita. Dibandingkan apa yang kita dapatkan dalam kekekalan (hidup bersama Tuhan), maka seisi dunia ini tidak layak untuk dibandingkan.
“Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami” (2Kor. 4:17)
4. Yang jelas, untuk dapat berbuat seperti apa yang dikehendaki Tuhan, pertama-tama kita harus mengenal dulu kehendak Tuhan itu seperti apa. Hal ini hanya bisa terjadi ketika kita melekat dengan Alkitab. Jadi, bersaat teduh secara rutin dan menggali Alkitab (juga di dalam ibadah gereja, PA, ataupun kelompok kecil) dapat membuat kita semakin mengenal kehendak Tuhan.
Yang perlu diingat lagi, jangan sampai kita melakukan kehendak Tuhan dengan terpaksa. Untul itu, kita perlu meminta bantuan Roh Kudus supaya Dia terus menerus memperbarui hati dan pikiran kita seturut kehendak-Nya.