Prinsip-Prinsip dalam Membaca dan Merenungkan Alkitab
Photo by Aaron Burden on Unsplash

Prinsip-Prinsip dalam Membaca dan Merenungkan Alkitab

Pernahkah Anda merasa kesulitan waktu membaca Alkitab? Juga, pernahkah Anda mendengar seseorang yang menerangkan isi Alkitab, namun tampaknya penafsirannya keliru? Kalau begitu, apakah Alkitab hanya ditujukan bagi orang-orang terpelajar saja?

Memang Alkitab tidak boleh sembarangan ditafsirkan. Juga, ada ilmu-ilmu tertentu yang harus kita kuasai dulu sebelum menafsirkan Alkitab dengan tepat. Namun demikian, Alkitab sebenarnya adalah firman Tuhan yang ditulis untuk dibaca dan dipahami oleh setiap orang. Oleh sebab itu, setiap orang percaya sebenarnya bisa menggali kekayaan-kekayaan rohani di dalamnya (tentu bukan dalam level seperti para ahli biblika) asalkan melalui prinsip-prinsip yang benar.

Pelajarilah prinsip-prinsip berikut sebagai panduan dalam membaca dan merenungkan Alkitab dengan benar….

1. Spiritual

Alkitab sebenarnya ditulis sama seperti buku-buku lainnya dan bisa dipahami oleh siapapun yang memiliki kemampuan membaca. Tetapi, Alkitab juga unik. Berbeda dengan buku-buku lainnya, Alkitab “diilhamkan oleh Allah” (2Tim. 3:16). Juga, “oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah” (2Ptr. 1:21). Oleh sebab itu, kita tidak bisa memahami Alkitab tanpa pertolongan Roh Kudus.

Rasul Paulus menulis, “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani” (1Kor. 2:14). Oleh sebab itulah, sepintar apapun seseorang, tanpa dilahirbarukan dulu oleh Roh Kudus, dia tidak akan bisa memahami Alkitab dengan benar. Yang didapatinya hanyalah kesalahan-kesalahan Alkitab, karena “keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah” (Rm. 8:7).

Kalau begitu, apakah orang-orang yang belum dilahirbarukan oleh Roh Kudus sama sekali tidak bisa memahami Alkitab? Mereka tetap bisa memahami Alkitab dalam batas-batas tertentu (seperti mereka juga mampu memahami buku-buku lainnya). Tetapi tanpa pertolongan Roh Kudus, mereka tidak akan bisa menerima anugerah keselamatan di dalam Tuhan Yesus yang dinyatakan di dalam Alkitab.

Inilah pentingnya bagi kita untuk selalu berdoa sebelum membaca Alkitab. “Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu” (Mzm. 119:18).

2. Kontekstual

Sebagaimana buku-buku lainnya, untuk memahami Alkitab, kita juga harus menerapkan prinsip-prinsip penafsiran literatur secara umum. Kita harus membacanya dalam konteks literatur dan kontek historisnya.

Dalam konteks literatur, kita harus peka terhadap jenis tulisan yang ada di dalamnya. Alkitab terdiri dari narasi (cerita), puisi, nubuat, dan sebagainya. Tentu hasilnya akan berbeda jika kita membaca puisi sebagaimana kita membaca cerita novel. Oleh sebab itu, kita harus membacanya sesuai dengan jenisnya, mengikuti alur yang ada di dalamnya secara utuh, serta memahaminya dalam kerangka besar penulis Alkitab (tidak berlawanan dengan bagian lain Alkitab).

Dalam konteks historis, kita harus ingat bahwa Alkitab ditulis pada zaman tertentu dan dalam konteks budaya tertentu. Belajar pengetahuan-pengetahuan pada zaman Alkitab akan membantu kita untuk memahami Alkitab dengan lebih baik. Misalnya, kita tidak akan bisa memahami Perumpamaan Orang Samaria yang Murah Hati jika kita tidak mengerti bagaimana orang-orang Samaria sangat dijauhi oleh orang-orang Israel pada zaman itu.

Maka dari itu, kita perlu mempelajari buku-buku tafsiran, kamus Alkitab, dan literatur-literatur pendukung lainnya. Pada masa kini, literatur-literatur tersebut sangat berlimpah dan relatif terjangkau (misalnya Alkitab Edisi Studi).

3. Berpusat pada Kristus

Ketika membaca Alkitab, jangan lupakan gambaran besarnya. Alkitab sebenarnya berpusat pada Kristus, siapa Dia dan apa yang Dia lakukan. Jika Perjanjian Lama mengantisipasi Kristus yang “akan datang,” maka Perjanjian Baru membukakan Kristus yang “telah datang.” Semua bagian Alkitab dalam taraf tertentu menyampaikan pesan tentang anugerah keselamatan di dalam Kristus.

Benarkah Kristus dinyatakan di dalam Perjanjian Lama? Memang tidak semua teks dalam Perjanjian Lama menyatakan Kristus secara eksplisit. Namun, semua teks di dalamnya menuntun jalan cerita kepada puncaknya, yaitu Kristus. Tuhan Yesus pernah mengecam orang-orang Farisi, “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu” (Yoh. 5:39-40). Setelah kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus juga menampakkan diri kepada murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka: “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur” (Luk. 24:44). Semua itu membuktikan bahwa Kristus sebenarnya sudah dinyatakan sejak di Perjanjian Lama.

Patung Tuhan Yesus di gereja St. Patrick, Belfast, Irlandia Utara (Photo by K. Mitch Hodge on Unsplash).

Ketika kita membaca keseluruhan Alkitab, tema utamanya secara kronologis dapat diringkas menjadi: penciptaan (creation), kejatuhan manusia dalam dosa (fall), penebusan (redemption), dan pemulihan ciptaan (restoration). Seluruh bagian Alkitab ada di bawah tema utama tersebut, yang berpusat pada penebusan Kristus. Jika kita membaca Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terang penebusan Kristus, maka kita akan memahami Alkitab sebagaimana yang Allah inginkan.

4. Hormat

Walaupun Alkitab ditulis menggunakan tangan manusia (oleh sekitar 40 orang yang berbeda), tetapi isinya sebenarnya datang dari Allah sendiri. Oleh sebab itu, kita harus memperlakukannya dengan hormat. Paulus berkata: “… menerima firman Allah yang kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi  —  dan memang sungguh-sungguh demikian  —  sebagai firman Allah…” (1Tes. 2:13).

Bukan berarti kita “mengistimewakan” buku Alkitab secara fisik (misalnya: membasuh tangan sebelum membukanya seperti halnya saudara-saudara kita memperlakukan kitab suci mereka). Tetapi, pada waktu membaca Alkitab, kita harus tunduk di bawahnya (rendah hati untuk mau diajar) dan bukannya menempatkan diri lebih tinggi darinya. “… terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu…” (Yak. 1:21).

5. Komunal

Alkitab tidak dimaksudkan untuk dibaca dalam kesendirian saja. Memang kita perlu memiliki waktu teduh pribadi supaya dapat menggali kebenaran-kebenaran yang ada di dalamnya. Tetapi, Alkitab juga harus dibaca secara komunal (dengan sesama orang percaya lainnya). Ingat, jangan merasa diri tahu segalanya karena Tuhan menitipkan juga hikmat dan pengalaman kepada orang lain.

Ada orang-orang yang memang diberi karunia oleh Tuhan untuk berkhotbah, mengajar, menulis buku, dan sebagainya (Ef. 4:11; 2Tim. 4:1-2). Kita akan banyak mendapat manfaat jika mau belajar dari mereka. Kemudian, kita juga bisa mempertajam pemahaman kita tentang Alkitab dengan cara mendiskusikannya bersama orang-orang percaya lainnya (Kis. 13:15; 17:11; Ibr. 4:11-12; 10:24-25).

Salah satu adegan dalam film “Crazy Rich Asians” memperlihatkan kelompok kecil yang sedang menggali Alkitab bersama. Walaupun diperlihatkan dalam situasi komedi, adegan tersebut menunjukkan bahwa firman Tuhan menjadi kebutuhan sehari-hari, bahkan bagi orang-orang kaya (sumber gambar: www.architecturalrecord.com).

6. Berulang-ulang

Alkitab bukan sebuah buku yang cukup dibaca sekali lalu dimengerti. Kita harus membaca dan merenungkannya berulang-ulang (Mzm. 119:15, 48). Semakin kita memahami keseluruhan jalinan cerita Alkitab, maka kita akan semakin memahami bagian-bagian yang ada di dalamnya.

Kita tidak akan pernah selesai membaca Alkitab. Selalu ada pemahaman-pemahaman baru/lebih mendalam setiap kali kita merenungkan Alkitab. Dan sebagaimana kita harus makan makanan jasmani setiap hari supaya tubuh kita sehat, maka kita juga harus makan makanan rohani setiap hari supaya jiwa kita sehat.

Kita juga bisa menghafalkan ayat-ayat Alkitab sehingga tanpa membawa Alkitab pun, kita bisa merenungkannya setiap saat. “Aku bangun mendahului waktu jaga malam untuk merenungkan janji-Mu” (Mzm. 119:148).

Itulah beberapa prinsip yang dapat manjadi panduan kita dalam membaca dan merenungkan Alkitab. Saya sendiri telah merasakan banyak manfaat dalam merenungkan Alkitab secara rutin setiap hari. Orang-orang yang sungguh-sungguh dipakai Tuhan (bukan asal terkenal), dari denominasi gereja apapun, pasti mereka adalah seorang pembelajar Alkitab. Contohnya, alm. Pdt. Gershom Soetopo, salah seorang pendiri Gereja Beth-El Tabernakel, yang bisa kita tonton kisahnya di sini:

(Diolah berdasarkan artikel “How to Read and Understand Bible” oleh Conrad Mbewe dalam ESV Study Bible)

Bagi Anda yang memerlukan file PDF postingan Instagram dari tulisan ini silakan klik di sini.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply