Surga dan neraka merupakan salah satu tema yang menarik dan terus dibahas oleh orang-orang Kristen. Bahkan, banyak pula kesaksian-kesaksian mengenai surga dan neraka.
Contohnya, buku “Heaven is for Real” yang sangat laris. Buku ini ditulis oleh Todd Burpo dan Lynn Vincent berdasarkan kesaksian anaknya (3 tahun) yang mengaku pernah dibawa ke surga pada waktu dioperasi.
Bagaimana kita menanggapi kesaksian-kesaksian seperti ini?
Dr. Alan W. Gomes, pengajar di Biola University dan penulis buku “40 Questions About Heaven and Hell,” memberikan lima prinsip untuk menanggapi kesaksian-kesaksian seperti itu:
Prinsip #1: Alkitab adalah satu-satunya sumber yang layak dipercaya mengenai surga dan neraka
Walaupun belum pernah pergi ke surga dan neraka, kita tahu tempat itu ada dan sedikit banyak kita tahu keadaannya seperti apa. Darimana kita tahu? Dari Alkitab!
Namun, pengetahuan kita yang pasti benar tentang surga dan neraka hanya sebatas apa yang telah dituliskan dalam Alkitab.
Prinsip #2: Kita harus menolak kesaksian tentang surga dan neraka yang tidak sesuai dengan Alkitab
Allah adalah sumber kebenaran, sehingga tidak mungkin ada kebenaran lain yang bertentangan dengan Alkitab, firman Allah yang tertulis.
Salah satu yang sering diceritakan di Indonesia mengenai neraka adalah, orang-orang jahat akan disiksa Iblis. Ini tentu saja bertentangan dengan Alkitab yang menyatakan bahwa Iblis pun akan turut dilemparkan ke neraka.
dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya. (Why. 20:10)
Prinsip #3: Keselarasan dengan Alkitab mutlak perlu diuji, tetapi tidak serta merta menjadikan sebuah kesaksian bisa dipercaya
Sering kali, kesaksian-kesaksian tentang surga dan neraka melibatkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan Alkitab (terutama karena menceritakan hal yang memang tidak dituliskan dalam Alkitab). Misalnya, saya mengaku pernah ke surga dan di sana bertemu dengan Tuhan Yesus, dengan gambaran-gambaran fisik tertentu. Sosok Tuhan Yesus itu mungkin tidak berlawanan dengan Alkitab, karena Alkitab sendiri tidak menjelaskannya. Tetapi, bukan berarti kesaksian saya tersebut otomatis benar.
Prinsip #4: Perhatikan pola yang ditunjukkan oleh para penulis Alkitab yang menceritakan tentang surga dan neraka
Beberapa penulis Alkitab menceritakan sesuatu tentang surga. Pertama, hanya sedikit penulis Alkitab (yaitu: Yesaya, Yehezkiel, Daniel, Paulus, dan Yohanes) yang mendapatkan kesempatan itu. Kedua, mereka menerimanya dalam bentuk penglihatan ataupun benar-benar tubuhnya diangkat ke surga (seperti Paulus dalam 2Kor. 12:2-3). Tidak ada yang dalam keadaan koma atau mati suri (near death experience). Ketiga, mereka menceritakan pengalamannya secara selektif, tidak diumbar (misalnya, Paulus dilarang menuliskan kata-kata yang dia dengar, 2Kor. 12:4).
2 Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau — entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya — orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. 3 Aku juga tahu tentang orang itu, — entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya —
4 ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia. (2Kor. 12:2-4)
Prinsip #5: Ketika mendengar kesaksian tentang surga dan neraka, kita harus kritis terhadap penjelasan alternatifnya
Terakhir, kita harus kritis terhadap penjelasan lainnya. Ada banyak alasan mengapa seseorang bisa menceritakan surga dan neraka. Pertama, penipuan demi mendapatkan uang ataupun kekayaan. Kedua, sugesti. Ketika dalam keadaan koma, orang tesebut bisa saja membayangkan apa yang pernah dibacanya dari Alkitab dan juga cerita-cerita yang pernah didengarnya. Ketiga, kuasa gelap, terutama jika orang tersebut memang berhubungan dengan kuasa gelap. Keempat, penjelasan psikologis/biologis/ kimiawi, misalnya karena pengaruh obat-obatan.
Penjelasan di atas tidak menuduh bahwa semua kesaksian tentang surga dan neraka pasti keliru. Lihatlah kembali prinsip-prinsip yang sudah dijelaskan. Namun demikian, seandainya pun benar, kita harus mempertanyakan apa manfaat kesaksian-kesaksian seperti itu? Apa perlunya bagi kita?
1) Walaupun tidak berlawanan dengan Alkitab, kita tetap tidak bisa membuktikan kebenarannya; 2) Apakah kesaksian Alkitab masih kurang? Alkitab sudah menjelaskan bahwa surga dan neraka nyata dan bagaimana nasib orang-orang di dalamnya; 3) Apakah bisa membuat orang lebih percaya, dan lebih bisa menuntun orang untuk bertobat? Silakan baca perikop berikut:
27 Kata orang itu: “Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, 28 sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini.” 29 Tetapi kata Abraham: “Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu.” 30 Jawab orang itu: “Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat.” 31 Kata Abraham kepadanya: “Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.” (Luk. 16:27-31)
Disadur dengan modifikasi seperlunya dari https://www.biola.edu/blogs/good-book-blog/2015/visits-to-heaven-and-hell-part-one dan https://www.biola.edu/blogs/good-book-blog/2015/visits-to-heaven-and-hell-part-two.
Pengertian tentang neraka yg dibahas dari tulisan anda salah besar..ada neraka ada lautan aoi..ada dua tempat..tolong belajar dulu tentang tafsur Alkitab tentang akhir zaman dgn benar..jgn menuduh saydaraxseiman kita bersajsi palsu..anda akan dihakimi Tuhan..pasti..sejuta persen anda menghakimi..
Blg salah jg prl buktikan bro jgn blg salah tanpa dasar jg, dia aja ada share sumber artikel utk bs dikaji… n blg orang menghakimi tp u jg menghakimi dgn brkata dia akan dihakimi. Bukan wewenang u. Semua jg akan dihakimi.. kasih Tuhan itu nyata jika setiap hati yg mengasihi agak gk nyambung bs brkata demikian…
Menurut saya, Alkitab memang harus menjadi patokan utama dalam mempercayai surga dan neraka. Namun, kita juga harus percaya kesaksian tersebut. Memang pasti ada kesaksian asli dan palsu. Tapi, kan berarti ada kesaksian yang asli. Karena Alkitab juga berkata bahwa jangan meremehkan nubuat-nubuat. Loh, nubuat-nubuat kan juga sifatnya spiritual seperti pengalaman ke surga dan neraka. Jadi, harus keduanya, jangan hanya spiritualitas tanpa Alkitab dan jangan hanya Alkitab tanpa spiritualitas. Sayangnya saya melihat argumen kaum Alkitabiah/biblikal juga kurang tepat sebab mereka tidak menyadari bahwa banyak pernyataan Alkitab pun juga berlawanan dengan argumen kaum Alkitabiah. Contoh, Alkitab berkata bahwa Petrus, Paulus, dan murid-murid lain banyak melakukan mujizat dan tanda-tanda, bukankah ini adalah suatu eksistensi spiritualitas tanpa Alkitab yang dicatat dan ada dalam Alkitab? Mengapa kaum Alkitab/Biblikal menjadi tidak percaya akan adanya eksistensi dan entitas mujizat dan tanda ajaib dari Allah/Yesus? Justru inilah bukti kesesatan kaum Alkitabiah/Biblikal. Alkitab juga berkata bahwa pengikut Yesus akan mampu melakukan hal-hal yang jauh lebih besar daripada yang Yesus kerjakan/lakukan (pelayanan dan mujizat, kuasa Allah, tanda-tanda heran). Ini perkataan Yesus sendiri loh, berarti kan orang Kristen sampai akhir zaman setelah berabad-abad setelah Yesus bisa melakukan mujizat, tanda, atau pekerjaan kuasa Allah yang jauh lebih besar dari yang Yesus kerjakan sesuai perkataan Yesus. Jadi, harus keduanya ya (Alkitab + Kuasa Allah)
Kritik kedua saya terhadap kaum Alkitabiah/Biblikal bahwa logikanya kan begini, apa yang tertulis dalam Alkitab tentu saja dialami dulu oleh sang penulis Alkitab baru kemudian dituliskan dan dikanonisasi oleh Gereja, jadilah Alkitab namanya sekarang. Berarti kan mereka alami dulu, bukan ditulis dulu baru dialami, tetapi mengalami pengalaman dengan Tuhan Yesus (mimpi, penglihatan, penyataan, wahyu, dan sejenisnya) baru kemudian dituliskan atas perintah Yesus menjadi suatu buku atau dokumen rohani yang berguna untuk menjadi kesaksian bagi jemaat. Buktinya, logikanya kan begini, Surat kepada Jemaat di Tesalonika misalnya, loh berarti kan logikanya, jemaat di Tesalonika itu sudah ada dahulu baru surat kepada jemaat di Tesalonika ditulis, kalau suratnya aja ditulis tapi penerima surat tidak ada, bagaimana dong, aneh kan. Jadi, penulis Alkitab mengalami dulu dengan Tuhan baru menuliskan Firman Tuhan dalam suatu surat/kitab, kemudian sesuai perkembangan gereja Tuhan, ditetapkanlah jadi Alkitab. Begitu bukan cara berpikir sehat dan jernihnya.
Kritik ketiga saya: kaum Alkitabiah/Biblikal tidak memahami konteks situasi yang dialami zaman penulisan Lukas 17:16-21 dimana saat itu, dalam penglihatan, atau pengalaman spiritual dengan Tuhan, Abraham berkata bagi orang zaman Yesus tersebut bahwa kalau mereka tidak mau mendengarkan dan percaya kepada kesaksian Musa dan para nabi maka mereka akan binasa juga. Nah, setelah Yesus mati disalib dan bangkit pada hari ketiga dan gereja lahir di dunia, maka patokan keselamatan adalah kasih karunia Allah dalam Kristus Yesus dan bukan lagi hukum Musa dan sekarang Kristus Yesus juga masih berbicara dan berkarya bagi manusia modern di abad 21 Masehi sekarang melalui karya Roh Kudus. Nah, logikanya begini kalau Allah tidak bekerja hingga sekarang melalui kuasa dan karya dan pribadi Roh Kudus-Nya, maka Allah mati dong/pensiun, kalau Allah mati, maka berakhirlah dunia dan alam semesta ini. Gereja juga akan mati sebab gereja lahir karena Roh Kudus dicurahkan bagi murid-murid/pengikut Kristus Yesus.