2 “Aku mengasihi kamu,” firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah Engkau mengasihi kami?” “Bukankah Esau itu kakak Yakub?” demikianlah firman TUHAN. “Namun Aku mengasihi Yakub,
3 tetapi membenci Esau. Sebab itu Aku membuat pegunungannya menjadi sunyi sepi dan tanah pusakanya Kujadikan padang gurun.” (Mal. 1:2-3)
Allah itu seperti apa? Di antara berbagai sifat Tuhan, kasih adalah yang biasanya pertama kali orang Kristen bayangkan tentang Tuhan. Namun demikian, kebenaran ini sering kali tidak mudah untuk diterima. Misalnya, ketika sedang terpuruk, sebagian orang Kristen goyah imannya. Mereka meragukan kasih Tuhan karena tidak sesuai dengan kenyataan.
Pergumulan iman seperti inilah yang dialami oleh bangsa Israel pada zaman Maleakhi. Tuhan mengutus nabi Maleakhi untuk menegur bangsa Israel karena dari rakyat biasa hingga para imam, bersikap masa bodoh kepada Tuhan. Maleakhi menyusun kitabnya ini sebagai perbantahan antara bangsa Israel dengan Tuhan. Ketika Tuhan mengatakan, “Aku mengasihi kamu” (ay. 2), bangsa Israel membantah, “Dengan cara bagaimanakah Engkau mengasihi kami?” (ay. 2).
Bangsa Israel waktu itu sudah hampir 100 tahun kembali dari pembuangan di Babel. Tetapi, kejayaan yang dijanjikan oleh para nabi tidak kunjung terjadi. Bait Allah yang mereka bangun tidak semegah zaman Salomo, hasil panen sering mengecewakan, dijajah bangsa asing (Persia), dan Mesias yang dijanjikan belum juga datang. Akibatnya, mereka meremehkan ibadah, mempersembahkan binatang cacat, mengawini perempuan asing, tidak memberikan persepuluhan, dan sebagainya (bacalah seluruh kitab ini).
Apa jawab Tuhan? “Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau” (ay. 2-3). Arti membenci di sini bukan membenci secara emosi, seperti seseorang yang membenci orang lain. Tetapi, Tuhan mengingatkan lagi status mereka sebagai keturunan Yakub yang dijadikan sebagai umat pilihan.
Kita tahu Yakub orang yang penuh tipu muslihat. Bangsa Israel juga bangsa yang kecil tetapi suka memberontak kepada Tuhan. Jika mau, Tuhan bisa memilih orang lain dan bangsa lain. Tetapi dengan kedaulatan dan hikmat-Nya yang tak terselami, Tuhan memilih Yakub dan keturunannya. Walaupun keadaan bangsa Israel mengecewakan, bukan berarti Tuhan tidak mengasihi mereka. Status mereka sebagai umat pilihan seharusnya sudah cukup untuk membuat mereka bersyukur. Bahkan, ketika mereka terus memberontak, Tuhan tidak menarik kasih-Nya kepada mereka. Apakah ada allah lain yang kasihnya seperti ini?
Jadi, jangan lagi kita meragukan kasih Tuhan. Jangan samakan kasih Tuhan dengan kasih manusia yang ada batasnya. Jangan pula memahami kasih Tuhan berdasarkan perasaan. Ketika senang karena hidup lancar, berarti Tuhan mengasihi, dan sebaliknya. “TUHAN tidak berubah” (Mal. 3:6). Kasih Tuhan yang berdaulat dan tanpa syarat masih dicurahkan sampai kini. Bahkan, kita pun telah mengalami puncak dari kasih Tuhan, yaitu ketika Anak-Nya yang tunggal dikurbankan demi menebus dosa kita (1Yoh. 4:9). Hidup susah bukan karena Tuhan tidak mengasihi, tetapi karena dunia sudah jatuh dalam dosa. Di dalam setiap keadaan, Tuhan tetap mengasihi.
Oleh sebab itu, marilah kita belajar bersyukur. Bukan hanya karena keadaan jasmani, tetapi terutama atas anugerah yang kita terima dalam Kristus. Di dalam setiap kesulitan, iman kita masih ditopang Tuhan. Kita juga masih bisa menikmati berkat-berkat rohani (Alkitab, doa, khotbah, dan sebagainya). Tidak semua orang mendapatkan anugerah ini! Rasa syukur ini akan menuntun kita untuk hidup dalam terang kasih Tuhan, yaitu hidup yang senantiasa memuliakan nama-Nya dan menjadi berkat bagi sesama. Amin.
Pertanyaan untuk Direnungkan:
1. Kasih Tuhan seperti apa yang Anda pahami saat ini? (Untuk menguji apakah pemahaman Anda benar, berikan pendukung dari ayat Alkitab).
2. Apa saja yang perlu diperbaiki dari sikap hidup maupun kebiasaan Anda selama ini untuk merespons kasih Tuhan dengan benar?