15 Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, 16 karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. 17 Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. 18 Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. 19 Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, 20 dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. 21 Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, 22 sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya. 23 Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya. (Kol. 1:15-23)
Frasa “rumahku surgaku” mungkin tidak asing di telinga kita. Frasa ini menggambarkan rumah (keluarga) merupakan tempat yang nyaman, aman, dan menyenangkan. Masalah berat di luar, lenyap ketika pulang ke rumah dan menikmati kebersamaan. Tetapi, sekarang ini banyak rumah (keluarga) yang justru terasa seperti neraka. Pertengkaran, saling melontarkan kata-kata yang menyakitkan, bahkan KDRT banyak mewarnai rumah tangga masa kini. Termasuk juga di keluarga Kristen. Apa yang salah?
Banyak keluarga Kristen yang tidak sadar bahwa nilai-nilai yang mereka anut sebenarnya berlawanan dengan Alkitab. Berdasar salah satu penelitian, saat ini ada tiga tantangan utama yang dihadapi oleh keluarga Kristen. Pertama, materialisme. Kepemilikan materi dianggap sebagai kunci untuk meraih kebahagiaan. Kedua, sekularisme. Tuhan diabaikan serta standar etika dan moral diturunkan. Ketiga, pengaruh negatif dari media. Informasi yang mendukung gaya hidup yang tidak kudus terus membombardir keluarga kita. Keluarga-keluarga yang mengutamakan nilai-nilai seperti ini bisa terlihat sukses, namun rentan hancur tatkala badai kehidupan menerpa (Mat. 7:26-27).
Apa yang terjadi sekarang mirip dengan keadaan jemaat Kolose. Kota ini lumayan maju sehingga banyak orang dari berbagai latar belakang tinggal di situ. Akibatnya, jemaat Kolose terpapar oleh pemikiran-pemikiran yang dilakukan orang-orang sekitarnya. Agaknya, ini adalah campuran antara tradisi Yudaisme dan filsafat sekitar. Mereka meninggikan penglihatan-penglihatan dan penyembahan pada malaikat (2:18), takluk pada roh-roh dunia (2:20), serta menjalankan gaya hidup yang menolak kesenangan (2:21).
Dari dalam penjara, kemungkinan besar di kota Roma, Paulus menulis surat untuk menguatkan iman jemaat Kolose. Paulus mengajarkan bahwa Kristus, yang adalah Allah itu sendiri, lebih utama dari segala sesuatu: Dia menciptakan seisi dunia (1:16), Dia menyatakan pribadi dan atribut Allah secara penuh (Yun. plērōma) (1:19), dan Dia memperdamaikan ciptaan dengan Allah (1:20). Banyak orang yang menganggap Kol. 1:15-20 ini sebagai pernyataan doktrin Kristologi yang paling kuat di seluruh Perjanjian Baru.
Jika Kristus lebih utama dibanding segala sesuatu, mengapa jemaat Kolose yang telah menjadi pengikut Kristus takluk dengan roh-roh dan tradisi-tradisi yang ada di dunia? Bahkan, sesungguhnya “segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia” (ay. 16). Jadi, Kristus harus dijadikan sebagai prioritas dalam seluruh aspek kehidupan pengikut Kristus, termasuk juga di dalam keluarga. Sungguh aneh jika keluarga, institusi yang sebenarnya didirikan oleh Allah (Kej. 2:24), malah menjauh dari Allah.
Banyak permasalahan keluarga terjadi dan yang menjadi kambing hitam adalah “istri yang kurang cantik,” “suami yang kurang bertanggung jawab,” atau kesulitan ekonomi. Padahal, jika ditelusuri, sebenarnya permasalahan itu terjadi karena anggota keluarga tidak menjadikan Kristus sebagai prioritas.
Lalu bagaimana caranya untuk menjadikan Kristus sebagai prioritas dalam keluarga? Pertama, jadikan Kristus sebagai pemimpin dalam keluarga (Ef. 4:15). Tuntunan Alkitab harus lebih tinggi dibanding ego, norma sosial, ataupun UU Perkawinan. Kedua, jadikan pengenalan akan Kristus dan keserupaan dengan Dia sebagai hasrat utama dalam keluarga (Flp. 3:10). Keluarga boleh berusaha meningkatkan derajatnya, tetapi jangan sampai terlena dan malah menjauhkan anggota keluarganya dari Kristus. Hanya dengan menjadikan Kristus sebagai prioritas, keluarga akan kokoh. Amin.
Pertanyaan-Pertanyaan untuk Direnungkan
1. Apa saja manfaat (berkat) praktis yang didapat ketika keluarga kita memprioritaskan Kristus?
2. Apa saja kebiasaan-kebiasaan dalam keluarga Anda yang belum memprioritaskan Kristus?