Bolehkah Orang Kristen Merayakan Imlek?
Photo by Macau Photo Agency on Unsplash

Bolehkah Orang Kristen Merayakan Imlek?

Pertanyaan “Apakah ini/itu boleh atau tidak?” sering hinggap di kalangan orang-orang Kristen. Salah satunya, berkaitan dengan tradisi yang telah sekian lama dilakukan di kebudayaan masing-masing. Salah satunya, bolehkah orang Kristen merayakan Imlek?

Tuhan telah memperlengkapi kita dengan ketiga hal berikut yang cukup untuk menjawab permasalahan seperti ini, yaitu:

1) Alkitab

2) Roh Kudus

3) Pikiran/akal budi

Gunakanlah PIKIRAN kita untuk menggali apa yang ALKITAB nyatakan berdasarkan terang dari ROH KUDUS

Dengan melakukan ini, kita sebagai anak-anak Tuhan tidak perlu selalu menuntut hukum-hukum yang detail seperti dalam Perjanjian Lama (ataupun seperti apa yang diimani oleh para penganut agama lain).

Menggunakan ketiga hal tersebut, maka kita dapat “menguji” hal-hal yang terkait dengan perayaan Imlek.

Apakah ada tradisi yang bertentangan dengan firman Tuhan?

Imlek awalnya merupakan perayaan untuk menyambut masuknya musim semi. Lambat laun, perayaan ini mengandung unsur keagamaan. Misalnya, persembahan yang bersifat ritual yang dilakukan oleh para penganut Kong Hu Cu, Taoisme, dan Buddha.

Tentu saja ritual persembahan ini bertentangan dengan Alkitab (Kel. 20:3-6). Termasuk juga, percaya pada ramalan shio.

Bagaimana dengan tradisi-tradisi yang kelihatan “netral”?

Beberapa tradisi di seputar Imlek terlihat netral, seperti membersihkan rumah, makan bersama keluarga, atau memberikan hong bao (angpau).

Tradisi makan malam bersama jelang imlek (sumber: cnn.com)

Jika dicermati, tradisi-tradisi tersebut mengandung makna positif, seperti mendekatkan sanak keluarga dan saling berbagi berkat.

Tuhan Yesus memerintahkan “Jadikanlah semua bangsa murid-Ku” (Mat. 28:19). Tentu Tuhan Yesus tahu masing-masing bangsa memiliki keunikan budayanya. Kita tidak perlu “menjadi Yahudi” atau “menjadi berbudaya Eropa/Barat” demi menjadi Kristen.

Justru, tradisi-tradisi seperti itu dapat kita gunakan sebagai “jembatan” untuk dapat mengabarkan Injil kepada orang-orang yang belum mengenal Tuhan. Selain itu, tradisi-tradisi tersebut harus kita gunakan untuk mengingat dan mengucap syukur kepada Tuhan atas berkat-berkat-Nya dalam hidup kita.

Tetapi walaupun diperbolehkan, caranya juga harus benar.

Merayakan Imlek sebenarnya sama dengan merayakan hari-hari istimewa lainnya, seperti tahun baru, ulang tahun, atau bahkan Natal.

Walaupun diperbolehkan, tetapi tetap harus memuliakan Tuhan (Kol. 3:23), jangan malah ikut larut menghabiskan waktu seperti “anak-anak dunia” (Ef. 5:15-16). Misalnya, makan bersama keluarga itu baik. Tetapi jika sudah berlebihan, tentu saja tidak memuliakan Tuhan.

Jadi, pertanyaannya bukan sekadar “Apakah ini/itu boleh atau tidak?”, melainkan juga bagaimana cara kita melakukannya. Perayaan Natalpun jika tidak dilakukan dengan cara yang benar, maka Tuhan tidak akan berkenan.

Justru di tengah-tengah budaya yang ada di sekitar kita, kita dipanggil untuk mengenalkan Kristus, sumber segala sesuatu yang baik dalam hidup kita (Ibr. 13:21).

Akhirnya, bagi yang merayakan, penulis mengucapkan….

Happy Chinese New Year!

Kiranya penyertaan Tuhan senantiasa melimpah dalam hidup kita.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply