28 Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia — supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci — : “Aku haus!” 29 Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam. Maka mereka mencucukkan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus. 30 Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.(Yoh. 19.28-30)
Banyak tokoh dunia yang terkenal karena perkataannya, tetapi tidak ada yang setara Kristus. Perkataan-Nya tidak hanya memiliki makna yang dalam, tetapi juga memiliki kuasa. “Aku haus!” merupakan perkataan kelima dari tujuh perkataan menjelang kematian-Nya yang tercatat di dalam Injil. Perkataan ini merupakan ironi, peristiwa yang bertentangan dengan apa yang diharapkan. Pemilik seluruh alam semesta, kok meminta minum? Dia yang menawarkan air hidup (4:14), mengapa justru malah dehidrasi kekurangan air? Seperti halnya ironi-ironi lainnya dalam Injil Yohanes, perkataan ini juga menyatakan makna teologis yang penting.
Pertama, menyatakan bahwa Kristus menggenapi rencana Allah hingga akhir. Tidak pernah Dia tidak taat pada Bapa. Termasuk, ketika harus membatasi kemahakuasaan-Nya dan hidup sebagai manusia yang tidak kebal dengan kelemahan, rasa sakit, dan kematian. Kalimat “supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci” (ay. 28) menunjukkan peristiwa ini menggenapi nubuat dalam Mzm. 22:16 dan 69:22.
Kedua, menyatakan betapa besar kasih-Nya pada kita. Karena tidak ada celah bagi manusia untuk menyelamatkan diri sendiri, Dia rela mengalami penderitaan sebesar ini. Padahal, mudah saja bagi Dia untuk membinasakan semua manusia dan menggantinya dengan ciptaan yang lebih baik (Luk. 3:8).
Ketiga, menyatakan jaminan kemenangan bagi kita. Paulus menulis, “segala sesuatu telah ditaklukkan-Nya di bawah kaki-Nya” (1Kor. 15:27). Kesengsaraan Kristus menunjukkan bahwa tidak ada tantangan iman yang terlalu berat bagi kita. Inilah perbedaan antara para pengikut Kristus dengan orang-orang di luar Kristus, yang harus berjuang dengan kekuatan diri sendiri. Karena memiliki natur dosa, manusia tidak akan mungkin bisa melawan dosa.
Ketika berkunjung ke Dusseldorf, seorang pemuda bernama Zinzendorf melihat sebuah lukisan yang menggambarkan Tuhan Yesus yang bermahkota duri (Ecce Homo, karya Domenico Fetti). Di bawahnya tertulis: “Inilah yang Kulakukan bagimu, apa yang engkau lakukan bagi-Ku?” Kalimat ini menggugah kerohanian Zinzendorf. Dia lalu mendirikan sebuah gerakan misi yang di kemudian hari dikenal sebagai Kaum Moravian (Moravian Brethrens).
Bagaimana pengorbanan Kristus menggugah rohani kita? Apakah selama ini kita sibuk menghabiskan waktu untuk sesuatu yang fana, atau benar-benar memanfaatkan seluruh waktu untuk menggenapi rencana Tuhan? Hidup kita hanya berhak diarahkan oleh Tuhan, dan tidak jarang menuntut penyangkalan diri. Tetapi, itu satu-satunya cara untuk membuat hidup kita bermakna.
Kemudian, apakah kasih Kristus yang sedemikian besar itu telah memuaskan kita? Mungkin banyak di antara kita yang merasa kurang karena tidak hidup seenak orang lain. Kita harusnya mendapatkan yang lebih. Padahal, demi menyelamatkan kita yang sebenarnya layak binasa, Kristus mengorbankan diri-Nya sampai tidak ada yang disisakan lagi. Tanpa mengeluh!
Terakhir, apakah selama ini kita susah mengalahkan godaan dosa? Kematian Kristus di kayu salib telah mematahkan kuasa dosa. Godaan dosa masih bisa datang setiap saat. Tetapi, karena kuasanya telah dipatahkan, kita bisa berkata, “Hai maut, di manakah sengatmu?” (1Kor. 15:55). Amin.
Pertanyaan untuk Direnungkan
1. Mengapa banyak orang Kristen yang masih menuruti hawa nafsu mereka?
2. Bagaimana pengaruhnya dalam kehidupan Anda setelah memahami kesengsaraan yang dialami Kristus demi menebus dosa Anda?
Ayat Alkitab Pendukung
tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal. (Yoh. 4:14)
15 Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku; 16 kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku. (Mzm. 22:15-16)
Bahkan, mereka memberi aku makan racun, dan pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam. (Mzm. 69:22)
Jadi hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan. Dan janganlah berpikir dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! (Luk. 3:8)
55 “Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?” 56 Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. 57 Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. (1Kor. 15:55-57)