Hidup Sebagai Umat yang Kudus (Ul. 14:1-2)
Photo by Ethan Johnson on Unsplash

Hidup Sebagai Umat yang Kudus (Ul. 14:1-2)

1 “Kamulah anak-anak TUHAN, Allahmu; janganlah kamu menoreh-noreh dirimu ataupun menggundul rambut di atas dahimu karena kematian seseorang; 2 sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu, dan engkau dipilih TUHAN untuk menjadi umat kesayangan-Nya dari antara segala bangsa yang di atas muka bumi.” (Ul. 14:1-2)

Ketika mendengar kata “umat yang kudus,” apa yang ada dalam bayangan kita? Apakah orang-orang yang derajatnya hampir sama dengan malaikat, tidak pernah berbuat dosa? Atau, orang-orang yang ekstrim, antisosial dan tidak mau bergaul dengan yang lain? Kekudusan sering disalahartikan, dan juga diabaikan, oleh orang-orang Kristen. Akibatnya, tidak sedikit di antara orang Kristen yang hanya merasa senang karena telah menerima anugerah keselamatan, tetapi dalam kehidupan sehari-hari sama dengan orang lainnya.

Di dalam kitab Ulangan, berulang kali bangsa Israel disebut sebagai “umat yang kudus bagi TUHAN” (7:6; 14:2, 21; 26:19). Apa artinya? Yang jelas, mereka bukan seperti malaikat. Kalau membaca Perjanjian Lama, kita akan mendapati bahwa bangsa Israel sering memberontak pada Tuhan. Ketika berada di padang gurun, entah berapa kali mereka mendukakan hati Tuhan: bersungut-sungut, melawan Musa, sampai membuat patung lembu emas. Jelas, mereka disebut “umat yang kudus” bukan karena kebaikan diri mereka sendiri.

Bangsa Israel disebut “umat yang kudus” karena Tuhan telah memilih mereka untuk menjadi umat-Nya (7:6). Kudus artinya dipisahkan. Jadi, dengan menjadi umat yang kudus berarti bangsa Israel “dikhususkan” Tuhan untuk menjadi umat-Nya, tidak seperti bangsa-bangsa lain.

Hal ini sangat penting mengingat kitab Ulangan ditulis kepada orang-orang Israel generasi kedua, yang lahir di padang gurun dan akan segera memasuki Tanah Perjanjian. Tuhan ingin ketika mereka masuk ke Tanah Perjanjian, mereka tidak berlaku seperti orang tua mereka dan hidup seperti bangsa-bangsa sekitar yang tidak mengenal Tuhan.

Itulah sebabnya, jika kita membaca kitab-kitab Taurat, banyak sekali aturan. Bangsa Israel harus menjaga standar moral (Sepuluh Perintah), harus menjaga keharmonisan kehidupan masyarakat (banyak ayat di dalam kitab-kitab Taurat seputar kehidupan sosial), serta menjalankan kebiasaan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan (seperti cara berkabung dalam ay. 1).

Lalu bagaimana penerapannya bagi kita pada saat ini? Apakah penebusan Kristus membuat kita terlepas dari perintah-perintah semacam itu? Memang, Kristus telah menebus kita sehingga kita tidak lagi berada di bawah hukum Taurat. Kita tidak lagi diminta untuk pantang makan-makanan haram, misalnya. Tetapi, kekudusan hidup harus tetap menjadi standar (1Ptr. 1:14-16) karena Kristus tidak hanya menebus kita supaya kita menerima keselamatan melainkan juga supaya kita juga dapat menjadi umat yang kudus bagi Tuhan.

Bagaimana kita dapat hidup kudus? Singkatnya, semua yang kita pikirkan dan lakukan harus menyenangkan hati Tuhan, seperti apa yang diajarkan oleh Alkitab. Bagaimana kita menggunakan waktu, bermain medsos, menjalin relasi, bertutur kata, dan sebagainya harus sesuai firman Tuhan.

Apakah dengan hidup kudus tidak akan menjadikan kita “orang aneh” dan sulit bergaul? Ingat, Yesus adalah manusia paling kudus yang pernah hidup, tetapi justru sangat dekat dengan orang-orang yang disingkirkan masyarakat. Menjadi umat yang kudus bukan berarti memisahkan diri dari orang lain (bagaimana bisa menjadi garam dan terang, Mat. 5:13-16)? Kita tetap bisa menjadi umat yang kudus di tengah dunia yang cemar dengan hidup berdasar firman Tuhan. Justru itulah daya tarik kita sebagai orang Kristen.

Siapa yang tidak mau mempekerjakan orang yang bisa dipercaya? Siapa yang tidak mau berteman dengan orang yang tidak “bocor mulut”? Siapa yang tidak mau berpacaran dengan orang yang tutur katanya baik dan membangun? Bukankah itu semua ciri-ciri orang yang hidup kudus? Marilah kita terus menjaga kekudusan hidup kita. Dengan hidup sebagai umat yang kudus, nama Tuhan akan dimuliakan dan kehadiran kita akan menjadi berkat bagi banyak orang di sekitar kita. Amin.

Pertanyaan-Pertanyaan untuk Direnungkan

  1. Menurut Anda, apakah kekudusan akan mengurangi kenikmatan hidup kita? Jelaskan!
  2. Apakah kekudusan hidup akan berlaku sama bagi semua manusia, walaupun dengan budaya, strata sosial, dan tradisi yang berbeda-beda?

Ayat-Ayat Alkitab Pendukung

Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya. (Ul. 7:6)

14 Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, 15 tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, 16 sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. (1Ptr. 1:14-16)

13 “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. 14 Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. 15 Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. 16 Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” (Mat. 5:13-16)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply