1 Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati. 2 Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang turut makan dengan Yesus adalah Lazarus. 3 Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu. 4 Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata: 5 “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” 6 Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya. 7 Maka kata Yesus: “Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. 8 Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu.”(Yoh. 12:1-8)
Tahukah Anda bahwa pekan terakhir dalam kehidupan Tuhan Yesus menempati porsi yang besar dalam kitab-kitab Injil? Narasi tersebut diceritakan dalam Matius 21-28 (33% dari Injil Matius), Markus 11-16 (40% dari Injil Markus), Lukas 19-24 (25% dari Injil Lukas), dan Yohanes 12-21 (50% dari Injil Yohanes). Besarnya porsi narasi hari-hari menjelang penyaliban-Nya ini menyiratkan bahwa hidup-Nya memang dijalani untuk menggenapi kasih Allah dalam menyelamatkan orang-orang berdosa. Sayangnya, kasih Allah yang luar biasa besar ini sering dipandang rendah oleh manusia, seperti apa yang tertulis dalam Yoh. 12:1-8 ini.
Yohanes mengawali narasi pekan terakhir dalam kehidupan Yesus dengan pengurapan di Betania. Hari sebelumnya, Yesus melakukan tanda terakhir dengan membangkitkan Lazarus (pasal 11). Apa yang Dia lakukan sangat menggusarkan hati orang-orang Farisi dan Mahkamah Agama. Tanpa disadarinya, Kayafas, Imam Besar saat itu, menubuatkan kematian Tuhan Yesus (11:51). Yohanes juga mencatat, “Mulai dari hari itu mereka sepakat untuk membunuh Dia” (11:53). Dengan melihat konteks ini, kita akan dapat menarik makna pengurapan Yesus di Betania dengan tepat.
Ketika itu, untuk menghormati Yesus yang baru saja membangkitkan Lazarus, Dia dijamu di rumah Simon Si Kusta (Mat. 26:6; Mrk. 14:3). Di tengah perjamuan itu, tiba-tiba Maria menuangkan minyak narwastu murni di kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya. Bau semerbak pun segera memenuhi seluruh rumah itu (ay. 3, bayangkan betapa baik mutunya dan betapa banyak jumlah minyak itu sehingga bau harumnya mampu memenuhi seluruh isi rumah). Tetapi Yudas Iskariot mencela dan mengatakan dengan sok rohani, “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” (ay. 5). Memang, minyak yang dituangkan oleh Maria itu harganya sangat mahal. Sebagai perbandingan, perlu waktu kira-kira setahun penuh bagi seorang pekerja biasa kala itu untuk mendapatkan upah hingga tiga ratus dinar.
Namun Yesus tahu bahwa Yudas mengatakan itu bukan karena benar-benar mengasihi orang miskin. Yohanes secara terang-terangan menuliskan bahwa “ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya,” ay. 6. Mungkin saja, jika minyak itu dijual, ujung-ujungnya uangnya akan dicuri oleh Yudas. Maka, Yesus pun tetap membiarkan Maria terus melakukan pengurapan itu.
Dari narasi ini kita tahu bahwa Yudas adalah orang yang sangat keduniawian. Pikirannya hanya dipenuhi dengan uang, uang, dan uang (bahkan nantinya dia tega menukar Yesus, Anak Allah yang menebus dosa manusia, dengan uang tiga puluh perak saja, Mat. 27:3). Sosok Yudas berlawanan dengan Maria, yang sangat mengasihi Yesus yang rela mati untuk menebus dosa-dosanya (perhatikan bahwa Yesus berulang kali menubuatkan tentang kematian-Nya: 6:52-56; 7:33; 8:21-23; 10:11, 15). Itulah sebabnya, Maria rela mengurapi Yesus dengan minyak yang sangat mahal.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita masih mencintai dunia dalam mengikut Yesus, atau benar-benar mengasihi-Nya sehingga rela menempatkan-Nya jauh lebih bernilai dibanding apapun di dunia ini? Amin.
Pertanyaan-Pertanyaan untuk Direnungkan
- Sebutkan contoh-contoh dalam kehidupan kita yang masih menunjukkan sifat mengasihi dunia, dan sebaliknya, sifat mengasihi Tuhan.
- Apa langkah-langkah praktis yang dapat kita lakukan untuk senantiasa beralih dari mengasihi dunia menjadi lebih mengasihi Tuhan?