5 Beginilah firman TUHAN: “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! 6 Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. 7 Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! 8 Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah. (Yer. 17:5-8)
Kesombongan merupakan awal kehancuran. Inilah yang dialami oleh bangsa Yehuda. Mereka merasa aman karena berkoalisi dengan sekutu-sekutunya dan menyembah allah-allah asing. Akibatnya, mereka mengalami masa yang berat dengan dibuang ke Babel. Hukuman itu diberikan oleh Tuhan untuk menghancurkan kepercayaan diri bangsa Yehuda yang terlalu tinggi dan membuat mereka bertobat (29:11-13). Hidup susah di pembuangan menyadarkan mereka untuk kembali mengandalkan Tuhan, satu-satunya Allah yang berdaulat.
Orang yang tidak mengandalkan Tuhan tidak ada pilihan selain menjalani hidup yang penuh hukuman (terkutuklah –17:5; bnd. BIMK). Bagaimanapun keadaan hidupnya, dia “tidak akan mengalami datangnya keadaan baik” (17:6). Keadaan susah akan membuatnya kehilangan sukacita. Keadaan jaya akan menjauhkannya untuk menikmati sukacita yang sejati (jangan pikir kenikmatan duniawi bisa mengalahkan kenikmatan dalam Tuhan, baca Mzm. 84:11).
Sebaliknya, orang yang mengandalkan Tuhan tidak ada pilihan selain menjalani hidup yang penuh berkat (diberkatilah – 17:7). Dia “tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah” (17:8). Selaras dengan Mzm. 1, orang yang mengandalkan Tuhan seperti pohon yang dekat dengan sumber air. Sekalipun dalam kekeringan, pohon itu akan tumbuh sangat subur karena selalu mendapat pasokan nutrisi yang cukup (bukan berarti selalu dijauhkan dari kesulitan hidup, tetapi apapun kesulitan hidup yang dialami, orang-orang yang mengandalkan Tuhan hidupnya tetap kokoh).
Bagaimana caranya untuk mengandalkan Tuhan? Pertama, jangan pernah menggantikan sumber daya rohani (yang tak terbatas) dengan sumber daya duniawi (yang terbatas) (Mzm. 62:11b). Paulus, yang paham beratnya medan pertempuran orang beriman, menasihati jemaat Efesus untuk “mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah” (firman Tuhan, doa, dsb; baca daftar lengkapnya di Ef. 6:13-18).
Di tengah tekanan batin akibat pelayanan yang begitu berat (15:18), ada lima doa Yeremia yang berbentuk puisi tercatat dalam kitab ini (misal, 20:7-18). Itulah rahasia kekuatannya. Orang yang menggunakan sumber daya rohani tidak akan bisa dikalahkan oleh keadaan. Hal ini sesuai dengan teladan Tuhan Yesus. Malam sebelum disalib, Dia bukan sibuk mengatur siasat, tetapi sibuk berdoa. Hasilnya, Dia pun mendapatkan kekuatan ilahi (Luk. 22:43) untuk menggenapi misi-Nya.
Kedua, berusahalah semaksimal mungkin, tetapi serahkanlah hasilnya pada Tuhan. Mengandalkan Tuhan bukan berarti meniadakan usaha, namun berusaha dengan cara pandang bahwa Tuhanlah yang berdaulat (Ayb. 42:2). Walaupun menyampaikan pesan Tuhan dengan tekun, hanya dua orang yang tercatat bertobat dalam kitab Yeremia: Barukh, sekretarisnya (45:1-5) dan Ebed Melekh, sida-sida dari Etiopia yang melayani raja (39:15-18). Namun demikian, Yeremia terus melayani dengan setia selama 40 tahun sampai akhir hidupnya.
Banyak orang tekun berusaha tetapi tidak rela menempatkan Tuhan sebagai Tuhan (Penguasa) atas hidup mereka. Inilah yang membuat mereka mudah patah semangat ketika hasil usaha mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan.
Ketiga, taatlah pada pimpinan Tuhan. Bersandar pada Tuhan menuntut ketaatan mutlak. Bahkan, seperti Yeremia, sampai harus mengalami berbagai kesulitan. Orang-orang sekampungnya berkomplot melawan dia (11:18-23) dan berbagai penyaniayaan diterimanya (20:1-6; 37:11-38:13; 43:1-7). Yeremia juga menjalani hidup yang “tidak wajar” ketika Tuhan memerintahkannya melakukan tindakan-tindakan simbolis untuk menyatakan pesan-Nya. Dia tidak diizinkan menikah (16:1-4), kemudian disuruh memanggul gandar/kuk dari kayu (27:2) dan bahkan menggantinya dengan besi (28:13). Relakah kita hidup menaati Tuhan sampai seperti ini? Ketika ingin menyerah, ingatlah dan mintalah kekuatan pada Kristus, yang terlebih dulu “taat sampai mati di kayu salib” (Flp. 2:8) demi menebus dosa kita.
Taat juga berarti bersiap selalu untuk mengganti rencana kita jika Tuhan menghendakinya. Paulus dan Silas pernah dicegah oleh Roh Kudus ketika ingin memberitakan Injil ke Asia dan Bitinia (Kis. 16:6-7). Secara manusia, itu terlihat sebagai sebuah kegagalan. Mungkin saja mereka merasa kecewa dan bertanya-tanya.
Tetapi, ternyata Tuhan memiliki rencana lain, yaitu supaya mereka memberitakan Injil kepada orang-orang di Makedonia (Kis. 16:9-10). Jadi, jangan buru-buru patah semangat ketika rencana kita yang baik dan matang ternyata tidak terwujud. Walaupun secara kasat mata terlihat merugikan, taat pada pimpinan Tuhan selalu mendatangkan hasil yang terbaik (Rm. 8:28).
Keadaan kita saat ini mungkin terlihat buruk. Namun, kiranya itu tidak membuat kita patah semangat. Bangkitlah dan belajarlah untuk bersandar pada kekuatan Tuhan. Kita diberi jaminan penyertaan oleh Kristus (Mat. 28:20b), yang telah mengalahkan maut sehingga tidak ada lagi yang akan mengalahkan kita. Amin.
Pertanyaan-Pertanyaan untuk Direnungkan
- Apakah orang yang mengandalkan Tuhan pasti akan lebih berhasil dibanding dengan orang yang tidak mengandalkan Tuhan?
- Bagaimana “hidup yang mengandalkan Tuhan” membentuk cara Anda: merencanakan sesuatu, menjalankan usaha dan pekerjaan, serta mendidik anak?
- Apa komitmen Anda untuk lebih mengandalkan Tuhan di tahun ini?
Ayat-Ayat Alkitab Pendukung
apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya. (Mzm. 62:11b)
Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik. (Mzm. 84:11)
13 Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. 14 Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, 15 kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; 16 dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, 17 dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, 18 dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus, (Ef. 6:13-18)
Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. (Luk. 22:43)
Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. (Ayb. 42:2)
Mereka melintasi tanah Frigia dan tanah Galatia, karena Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia. (Kis. 16:6)
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. (Rm. 8:28)
Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. (Mat. 28:20b)