Suatu kali, saya mendengar seorang pendeta berkhotbah bahwa orang Kristen harus sempurna. Rupanya, pendeta itu mengacu pada Matius 5:48, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” Pendeta tersebut melanjutkan, tanda seorang Kristen dewasa rohani adalah hidup tanpa dosa.
Bisakah demikian?
Dalam Alkitab, memang kelihatannya ada ayat-ayat yang mendukung pernyataan tersebut. Misalnya, “Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia” (1Yoh. 3:6).
Sekilas, ayat di atas menyatakan bahwa orang Kristen bisa hidup tanpa dosa. Tetapi pernyataan seperti ini memiliki setidaknya dua tentangan.
Pertama, pernyataan itu bertentangan dengan ayat-ayat Alkitab yang lain. Masih di surat yang sama, Yohanes menuliskan: “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita” (1Yoh. 1:8).
Kedua, pernyataan itu bertentangan dengan fakta yang terjadi dalam diri orang percaya. Semua orang, termasuk kita, berdosa. Paulus menulis, “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rm. 3:23).
Bagaimana dengan para tokoh iman dalam Alkitab? Buka saja halaman demi halaman Alkitab, maka kita akan membaca betapa banyaknya dosa para tokoh di dalamnya (tentu saja, selain Tuhan Yesus).
Yohanes memang memerintahkan para pembaca suratnya untuk tidak berbuat dosa. Namun dia juga tahu, manusia lemah. Maka, dia memaparkan bahwa jika mereka berbuat dosa (setelah menjadi Kristen tentunya), ingatlah bahwa mereka memiliki Penebus. “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil” (1Yoh. 2:1).
Lalu, bagaimana kita menyelaraskan ayat-ayat yang nampaknya bertentangan itu?
Mari kita menyelisik bahasa aslinya. Frasa tidak berdosa dalam 1Yohanes 3:6 menggunakan bentuk Present Indikatif. Bentuk ini bisa diartikan sebagai tindakan yang berulang-ulang atau menjadi kebiasaan.
Jadi, Yohanes sebenarnya bermaksud untuk menyatakan bahwa orang Kristen “tidak terus menerus berbuat dosa.” Tidak menjadikan dosa sebagai sebuah kebiasaan. Tidak berkubang dalam dosa (dosa menjadi gaya hidup). Lain bukan, dengan “tidak berdosa sama sekali”?
Makna tersebut terlihat dalam beberapa terjemahan berikut:
Semua orang yang hidup bersatu dengan Kristus, tidak terus-menerus berbuat dosa. Orang yang terus-menerus berbuat dosa, tidak pernah melihat Kristus atau mengenal-Nya. (BIMK)
No one who abides in him keeps on sinning; no one who keeps on sinning has either seen him or known him. (ESV)
No one who lives in him keeps on sinning. No one who continues to sin has either seen him or known him. (NIV)
Jadi, jelas bahwa Alkitab tidak mengajarkan bahwa orang Kristen bisa hidup tanpa dosa di dunia. Kelak, setelah dibangkitkan, barulah kehidupan tanpa dosa mungkin dijalani.
Namun jangan jadikan ini sebagai alasan kita untuk berbuat dosa. Pemahaman ini harusnya membangkitkan rasa syukur dan kebutuhan kita akan Juru Selamat. Tanpa penebusan Kristus, kita tidak akan mungkin diperkenan Allah. Rasa syukur ini akan menuntun kita untuk semaksimal mungkin menghindari dosa.