Kata orang, sekarang zaman digital. Mau apa-apa tinggal klik. Mulai dari pesan makanan, pesan tiket pesawat, buka rekening bank, bahkan bekerja dilakukan secara online. Praktis.
Rupanya, budaya serba online ini juga merambah ke gereja. Apalagi, sejak adanya pandemi Covid-19. Buktinya, banyak gereja “dipaksa” untuk menyelenggarakan ibadahnya secara online.
Saya ingat, waktu awal-awal pandemi, banyak pro dan kontra terkait ibadah online ini. Tetapi lama-kelamaan sudah menjadi hal yang lumrah. Orang juga semakin dimanjakan. Mau disetel jam berapapun bisa. Mau berpakaian model seperti apa, nggak akan ada yang melihat. Nggak perlu kena macet. Apalagi, hujan-hujanan.
Akibatnya, banyak orang yang tadinya risi dengan ibadah online, sekarang malah keenakan. Kalau kita bisa memuji Tuhan, mendengarkan khotbah, juga persembahan, dengan ibadah online, masih perlukah ibadah secara fisik?
Jika kita membaca Alkitab, memang pertemuan-pertemuan ibadah dilakukan secara fisik (misalnya, Kis. 2:46). Jelas, waktu itu kan belum ada teknologi Internet. Di lain pihak, Alkitab juga tidak dengan tegas memerintahkan bahwa pertemuan ibadah harus dilakukan secara fisik.
Tetapi marilah kita melihat dua hal yang bisa menjadi panduan bagi kita untuk merenungkan apakah pertemuan ibadah fisik penting untuk dilakukan.
Pertama, manusia adalah makhluk sosial yang memiliki fisik.
Ketika Allah menciptakan manusia pertama di Taman Eden, Dia tidak hanya memberikan roh, namun juga tubuh jasmaniah (Kej. 2:7). Jadi selain memiliki pikiran, manusia juga memiliki otot, daging, tulang, dan sebagainya. Kemudian ada indra penglihatan, penengaran, penciuman, perasa, dan peraba.
Dengan tubuh jasmaniah ini pulalah, manusia berinteraksi dengan sesamanya. Seorang ibu bisa mengekspresikan kasihnya kepada anaknya dengan menyusui dan menggendongnya. Seorang suami bisa mengekspresikan cintanya dengan menggandeng tangan pasangannya. Jika ada teman yang sedih, tepukan di punggung juga bisa menunjukkan empati kita kepadanya.
Semua bentuk interaksi fisik seperti itu tidak mungkin tergantikan dengan interaksi secara online. Jika tidak percaya, tanyakan saja pada orang tua yang anak-cucunya tinggal di luar kota. Walaupun secara rutin bisa ngobrol lewat WA atau Zoom, rasanya belum sreg kalau belum ketemu secara fisik.
Alkitab juga mengajarkan bahwa tubuh sama pentingnya dengan roh. Kita tidak hanya diperintahkan untuk mempersembahkan hati dan pikiran kita. Tetapi, kita juga harus mempersembahkan tubuh kita untuk Tuhan (Rm. 12:1). Kita juga harus merawatnya baik-baik dan menjaga kekudusannya (1Kor. 6:13).
Kemudian Alkitab juga mengajarkan bahwa kelak Tuhan akan membangkitkan kita semua. Tetapi, itu bukan berarti kita akan berwujud seperti roh yang melayang-layang. Paulus menuliskan bahwa kelak kita akan memiliki tubuh rohani (1Kor. 15:42-44). Maksudnya, tubuh yang akan kita gunakan sepenuhnya untuk melayani Tuhan di surga. Di bagian lain Alkitab juga dikatakan bahwa kita akan memiliki tubuh yang serupa dengan tubuh yang dimiliki Yesus setelah Dia bangkit (Flp. 3:20-21).
Jika tubuh ini begitu penting. Bahkan, masih akan ada dalam kekekalan (dengan kualitas yang tidak dapat rusak), masihkah kita menganggap pertemuan ibadah secara fisik tidak penting lagi?
Kedua, Kristus adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia
Ketika menulis artikel ini, saya teringat dengan apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi. Beliau tidak hanya memerintahkan pembangunan dilakukan sampai ke pelosok nusantara. Tetapi, beliau tidak segan-segan berkunjung ke daerah-daerah yang selama ini terabaikan. Tidak jarang, medan yang ditempuh begitu berat. Kehadiran Presiden secara fisik ini sangat berkesan bagi banyak orang di situ. Mereka merasa benar-benar diperhatikan.
Analogi ini membantu saya memahami teladan pelayanan yang jauh lebih baik lagi, yaitu Kristus. Sebagai Allah, Dia tidak hanya bertakhta di surga dan mengawasi segala tingkah laku manusia. Tetapi, Dia turun ke dalam dunia ciptaan-Nya, menjadi manusia sama seperti kita (Yoh. 1:14). Bedanya, Dia tidak berdosa.
Demi melayani orang-orang yang dikasihi-Nya, Dia memberikan tubuh fisik-Nya untuk bersentuhan dengan orang-orang berdosa, diludahi, dicambuk, bahkan sampai dipaku di salib. Seperti inilah kasih yang benar-benar peduli terhadap sesama.
Apa yang dilakukan Kristus itu bisa menjadi panduan bagi pelayanan gereja. Gereja tidak mungkin bisa menjalankan pelayanannya secara maksimal tanpa mau hadir dalam kehidupan jemaatnya secara fisik.
Menyalurkan uang diakonia kepada keluarga yang berkekurangan itu baik. Mendoakan orang yang sakit itu juga baik. Tetapi, kehadiran rekan-rekan gereja secara fisik akan membuat mereka merasa dimanusiakan.
Sungguh munafik jika di dalam doa, kita mengingat orang-orang yang terpinggirkan seperti pengemis. Tetapi, apakah kita mau bersentuhan dengan kulit mereka yang (maaf) dekil? Apakah kita juga mempersilakan mereka ketika mereka hadir di ibadah gereja kita dengan pakaian lusuh dan tubuh yang baunya menyengat?
Berdasarkan pemahaman tersebut, kita bisa memahami pentingnya ibadah fisik. Untuk kasus-kasus tertentu, seperti pada masa pandemi, orang yang sakit parah, orang yang tinggal di negara yang tertutup dengan Kekristenan, memang ibadah online merupakan pilihan yang baik. Tetapi kiranya jika memungkinkan, gereja tetap menyelenggarakan ibadah fisik sampai kapanpun. Karena dengan demikian, gereja dapat benar-benar maksimal menjadi berkat seperti teladan Kristus.
Marilah kita terus melakukannya (Ibr. 10:25), terutama di zaman akhir yang mendekat (2Tim. 3:1-4), ketika orang percaya semakin butuh dukungan sesamanya. Amin.
REFLEKSI
Kehadiran fisik dari orang Kristen yang lain adalah sumber sukacita dan kekuatan bagi orang percaya (Dietrich Bonhoeffer)
PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN
- Bagaimana tanggapan Anda tentang fenomena berdirinya gereja virtual (virtual church)? (artinya: gereja yang pelayanannya sepenuhnya dilakukan secara online).
- Pelajaran apa saja yang Anda petik selama mengikuti ibadah online?
REFERENSI AYAT ALKITAB
Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, (Kis. 2:46)
ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. (Kej. 2:7)
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. (Rm. 12:1)
Makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh. (1Kor. 6:13)
42 Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan. 43 Ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan. Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan. 44 Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jika ada tubuh alamiah, maka ada pula tubuh rohaniah. (1Kor. 15:42-44)
20 Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, 21 yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya. (Flp. 3:20-21)
Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. (Yoh. 1:14)
Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat. (Ibr. 10:25)
1 Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. 2 Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, 3 tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, 4 suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. (2Tim. 3:1-4)