Kita telah meninggalkan tahun 2021 dan mulai memasuki tahun 2022. Tentu saja, ketika memasuki tahun yang baru, orang berharap tahun ini lebih baik dibanding tahun yang lalu. Maka tidak heran banyak ucapan selamat tahun baru yang dibumbui dengan harapan akan kesuksesan, kesehatan, dan kelimpahan. Tetapi, apakah itu pasti terwujud?
Kita tentu masih ingat ketika memasuki tahun 2021, harapan akan perbaikan dari pandemi mulai timbul. Tetapi apa yang terjadi, keadaan di tahun 2021 lebih buruk dibanding 2020. Di Indonesia, pandemi mencapai puncaknya. Banyak orang kehilangan anggota keluarga, pekerjaan, dan kesehatan.
Oleh sebab itu, banyak orang yang mencari-cari panduan di tahun yang baru. Kira-kira, apa yang terjadi dengan perekonomian, dan bagaimana saya mengatasinya. Teknologi apa yang akan berkembang, dan bagaimana saya bisa mengambil untung. Bahkan tidak sedikit orang yang percaya dengan ramalan.
Sejarah membuktikan, tidak ada satupun panduan yang 100% layak dipercayai. Apalagi, jika kita mengingat bahwa panduan-panduan itu diberikan oleh manusia yang mahaterbatas. Ada yang biasa memberikan motivasi, tetapi malah terbelit masalah. Yang lain menjanjikan hasil investasi yang tinggi, tetapi malah menggelapkan uang investasi itu.
Bahkan, dari kalangan rohaniwan pun, yang sering memberi panduan tentang hidup benar, ternyata masih bisa jatuh dalam dosa yang memalukan.
Injil Yohanes mengajarkan bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya panduan yang layak dipercayai. Tuhan Yesus tidak hanya tahu jalan menuju ke sana (14:2), tetapi juga Dialah satu-satunya jalan menuju ke sana (14:6). Dialah pintu untuk masuk ke dalam hidup yang berkelimpahan (10:9-10).
Seperti apa itu hidup berkelimpahan? Apakah berarti selalu bergelimang uang atau ada dalam keadaan yang segar bugar? Bukan. Tetapi, hidup yang dipenuhi oleh anugerah, sukacita, dan damai sejahtera dari Allah. Hidup yang selalu dipuaskan oleh relasi dengan Bapa dan menjadi berkat bagi banyak orang. Persis seperti hidup yang diteladankan oleh Tuhan Yesus. Walau dipandang dunia hina, tetapi sebenarnya itulah hidup manusia terbaik yang pernah ada.
Tuhan Yesus kemudian menggambarkan diri-Nya sebagai “Gembala yang Baik.” Gambaran tentang Allah sebagai Gembala sebenarnya sudah ada sejak Perjanjian Lama. Misalnya, ketika Dia menuntun umat-Nya keluar dari Mesir (Kel. 15:13) dan dari Pembuangan di Babel (Mzm. 44:12-24).
Kemudian, kita tentu mengenal Mazmur 23. Di situ Tuhan digambarkan “membaringkan aku di padang yang berumput hijau… membimbing aku ke air yang tenang… menuntun aku di jalan yang benar….” Seperti seorang gembala menjaga domba-dombanya, Allah juga menjaga anak-anak-Nya.
Tetapi, Tuhan Yesus menyatakan hal yang lebih besar lagi. Dia sangat mengasihi domba-domba-Nya karena mereka adalah kepunyaan-Nya. Apapun akan Dia lakukan demi mereka. Bahkan, rela memberikan nyawa-Nya demi menyelamatkan mereka. Itulah sebabnya, Tuhan Yesus menggambarkan diri-Nya sebagai “Gembala yang Baik.”
Konsep Allah yang mengasihi umat-Nya umum dijumpai dalam berbagai agama dan kepercayaan di dunia. Tetapi, konsep Allah yang mengasihi umat-Nya, ketika mereka masih berdosa (Rm. 5:8), dan bahkan memberikan Anak-Nya yang tunggal demi menebus dosa mereka, hanya dinyatakan dalam Alkitab.
Apa yang dilakukan Kristus menunjukkan Allah kita adalah Allah yang memiliki kasih yang berkorban, tanpa syarat, dan tak terbatas. Inilah keunikan Kekristenan, yang berpusat pada relasi antara Allah dengan umat-Nya, dan bukannya pada usaha manusia supaya layak diterima Allah.
Kualitas kebaikan yang ditunjukkan oleh Tuhan Yesus ini sangat berlawanan dengan para “gembala upahan.” Mereka hanya menjaga domba karena mendapat upah. Sama sekali tidak ada “rasa memiliki” terhadap domba-dombanya itu. Maka ketika ada serangan binatang buas, mereka lari menyelamatkan diri dan meninggalkan domba-dombanya itu.

Siapakah gembala upahan itu? Mereka adalah para pemimpin rohani yang gagal mengemban tanggung-jawab mereka. Banyak orang yang dipanggil Tuhan untuk menjadi pemimpin rohani bagi bangsa Israel, namun mereka gagal. Mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri dan mengambil keuntungan dari orang-orang yang digembalakannya. Ini termasuk orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat pada zaman Tuhan Yesus.
Belajar dari sini, kita harus benar-benar memperhatikan, kepada siapakah kita percaya? Jangan percaya membabi-buta pada manusia, seberapapun mereka kelihatan hebat. Tetapi, percayalah pada Tuhan Yesus, Gembala yang Baik, yang akan menuntun kita menuju hidup berkelimpahan, kini dan dalam kekekalan.
Kalau begitu, bagaimana respons kita? Pertama, karena Tuhan Yesus adalah “Gembala yang Baik,” maka percayakanlah hidup kita kepada-Nya. Banyak anak Tuhan mengaku percaya pada-Nya tetapi meragukan penyertaan-Nya. Terutama, ketika kehidupan berjalan tidak seperti keinginan mereka.
Kehidupan anak Tuhan bisa diibaratkan seperti naik roller coaster. Kita bisa berteriak ketakutan dan merasa mual, tetapi asalkan tetap memakai pengaman, maka kita tidak akan celaka. Demikian pula kita bisa tetap mengalami berbagai goncangan kehidupan, tetapi asalkan tetap berada dalam dekapan Sang Gembala, maka kita akan aman. Tidak ada satu goncangan pun yang akan menggugurkan iman kita dan memisahkan kita dari kasih Tuhan.

Kedua, karena Tuhan Yesus adalah “Gembala yang Baik,” maka maksimalkan hidup kita untuk melayani-Nya. Jika kita rela bekerja giat untuk bos kita, yang memberikan gaji selama kita masih kuat bekerja, mau berkorban demi orang lain, yang mungkin mengkhianati kita di belakang, atau mengasihi pasangan kita, yang penuh dengan kelemahan, mengapa kita masih setengah-setengah dalam mengasihi Tuhan, yang sudah memberikan nyawa-Nya bagi kita? Apalagi, Dia menyertai kita untuk berhasil dalam ketaatan (Mat. 28:20).
Seorang pelayan Tuhan, D.L. Moody, berkata, “Jika Allah adalah rekan kerja kita, maka yakinkanlah bahwa kita merencanakan sesuatu yang besar.” Bukan besar dalam arti memegahkan diri atau mencari kenyamanan diri. Tetapi, lakukan pelayanan yang semakin memuliakan Tuhan, dalam bentuk apapun, yang kita pikir mustahil jika dilakukan dengan kekuatan diri yang terbatas. Apalagi, jika yang kita layani itu juga telah habis-habisan melayani kita lebih dulu. Amin.
REFLEKSI
Kita memiliki segalanya dengan berlimpah. Bukan karena kita memiliki banyak simpanan di bank. Bukan pula karena kita memiliki banyak kemampuan. Tetapi, karena Tuhan adalah penjagaku (Charles Spurgeon)
PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN
- Apakah tuntunan Gembala Agung kita, yaitu Kristus, juga berlaku di dalam dunia bisnis dan hal-hal keseharian lainnya? Sebutkan beberapa contohnya!
- Apa yang terjadi ketika kita melepaskan diri dari tuntunan Sang Gembala? Bukankah banyak orang yang di luar Tuhan namun hidup baik-baik saja?
AYAT-AYAT ALKITAB PENDUKUNG
11 Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; 12 sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. 13 Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu.(Yoh. 10:11-13)
Di rumah Bapa-Ku ada banyak tempat tinggal; jika tidak demikian, Aku tentu sudah mengatakannya kepadamu karena Aku pergi untuk menyediakan sebuah tempat bagimu. (Yoh. 14:2)
Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yoh. 14:6)
9 Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput. 10 Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. (Yoh. 10:9-10).
Dengan kasih setia-Mu Engkau menuntun umat yang telah Kautebus; dengan kekuatan-Mu Engkau membimbingnya ke tempat kediaman-Mu yang kudus. (Kel. 15:13)
12 Engkau menyerahkan kami sebagai domba sembelihan dan menyerakkan kami di antara bangsa-bangsa. 13 Engkau menjual umat-Mu dengan cuma-cuma dan tidak mengambil keuntungan apa-apa dari penjualan itu. 14 Engkau membuat kami menjadi cela bagi tetangga-tetangga kami, menjadi olok-olok dan cemooh bagi orang-orang sekeliling kami. 15 Engkau membuat kami menjadi sindiran di antara bangsa-bangsa, menyebabkan suku-suku bangsa menggeleng-geleng kepala. 16 Sepanjang hari aku dihadapkan dengan nodaku, dan malu menyelimuti mukaku, 17 karena kata-kata orang yang mencela dan menista, di hadapan musuh dan pendendam. 18 Semuanya ini telah menimpa kami, tetapi kami tidak melupakan Engkau, dan tidak mengkhianati perjanjian-Mu. 19 Hati kami tidak membangkang dan langkah kami tidak menyimpang dari jalan-Mu, 20 walaupun Engkau telah meremukkan kami di tempat serigala, dan menyelimuti kami dengan kekelaman. 21 Seandainya kami melupakan nama Allah kami, dan menadahkan tangan kami kepada allah lain, 22 masakan Allah tidak akan menyelidikinya? Karena Ia mengetahui rahasia hati! 23 Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami dianggap sebagai domba-domba sembelihan. 24 Terjagalah! Mengapa Engkau tidur, ya Tuhan? Bangunlah! Janganlah membuang kami terus-menerus! (Mzm. 44:12-24)
Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. (Rm. 5:8)
dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. (Mat. 28:20)
Tuhan gembala yang baik, rela menyerahkan nyawanya bagi domba-domba-Nya