Hiduplah dalam Prinsip Hadiah, Bukan Upah (Rm. 4:1-8)
Photo by Edgar Soto on Unsplash

Hiduplah dalam Prinsip Hadiah, Bukan Upah (Rm. 4:1-8)

Abraham merupakan tokoh sentral dalam agama-agama samawi (Kristen, Islam, dan Yahudi). Para penganut agama-agama samawi mengenal kisah ketaatan yang ditunjukkan oleh Abraham. Namun demikian, terdapat keunikan dalam cara pandang Kekristenan. Keunikan ini tidak hanya memisahkan doktrin Kekristenan dengan yang lainnya, tetapi juga memisahkan cara hidup orang-orang Kristen dengan yang lainnya.

Orang-orang Kristen memercayai bahwa manusia diselamatkan hanya oleh anugerah melalui iman (justified by grace alone through faith). Manusia, yang semuanya layak dibinasakan karena dosa (Rm. 3:23; 6:23a), justru ditawari anugerah yang diberikan melalui pengurbanan Kristus. Bagaimana cara menerimanya? Melalui iman kepada Kristus (Rm. 10:9).

Prinsip anugerah dan iman ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Atau, akal-akalan Paulus saja (banyak penentang Kekristenan yang meyakini bahwa Pauluslah yang memutarbalikkan “injil”). Prinsip ini sebenarnya telah dibukakan sejak zaman Abraham, bapa leluhur orang-orang percaya (ay. 1).

Paulus mengajarkan bahwa Abraham bukan dibenarkan karena perbuatannya, tetapi karena imannya (ay. 2-3). Paulus mengibaratkannya sebagai hadiah, dan bukannya upah (ay. 4-5). Kita tahu bahwa hadiah diterima bukan karena seseorang telah bekerja. Tetapi, karena kebaikan hati si pemberi hadiah itu. Berbeda dengan upah, yang baru diberikan setelah seseorang melakukan sesuatu bagi si pemberi upah. Ini juga selaras dengan apa yang telah tertulis dalam Perjanjian Lama. Misalnya, salah satu mazmur Daud yang dikutip Paulus (ay. 6-8; Mzm. 32:1-2).

Setelah memahami cara kerja Allah ini, maka jangan lagi kita melakukan sesuatu bagi Allah dengan harapan bahwa melaluinya, Allah akan mencurahkan kasih-Nya dan mengampuni dosa kita (prinsip “upah”). Kesalahan ini umum dilakukan oleh orang-orang Kristen karena menyamakan Allah dengan manusia yang bisa dilunakkan hatinya melalui pemberian-pemberian.

Selain itu, kesalahan ini juga menyiratkan bahwa natur dosa masih menyelubungi diri kita sehingga, kita merasa diri saleh. Padahal, nabi Yesaya pernah mengingatkan bahwa di hadapan Tuhan, kesalehan manusia cemar dan kotor (Yes. 64:6a). Standar Tuhan begitu sempurna, tidak mungkin dicapai oleh kekuatan manusia. Demikian pula dosa manusia terlampau berat, tidak mungkin terhapus dengan perbuatan baik yang dilakukannya.

Semakin hidup dalam prinsip upah, semakin jauh pula kita dari Allah. Selain merasa terbeban, kita pun akan mendekati Allah dengan takut-takut (jangan-jangan, apa yang kita lakukan belum cukup memuaskan hati-Nya).

Hiduplah dengan keyakinan bahwa karena Kristus telah menebus dosa-dosa kita, maka kita sudah selayaknya seluruh hidup ini kita persembahkan bagi-Nya (prinsip “hadiah”). Seperti halnya orang-orang yang menerima hadiah, kita pun akan memiliki sukacita dan mendekati Allah dengan penuh keberanian (Ibr. 4:16). Amin.

REFLEKSI

Gereja adalah gelanggang utama di mana kita belajar bahwa kemuliaan bukan terkait dalam apa yang kita lakukan bagi Allah, melainkan dalam apa yang Allah lakukan bagi kita (Eugene H. Peterson)

PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN

  1. Bagaimana kita bisa membedakan apakah pelayanan kita selama ini dilakukan berdasar “hadiah” atau “upah”?
  2. Apa saja yang akan terjadi ketika seseorang melakukan pelayanan kepada Tuhan berdasar pada “upah”?

REFERENSI AYAT ALKITAB

1 Jadi apakah akan kita katakan tentang Abraham, bapa leluhur jasmani kita? 2 Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah. 3 Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” 4 Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. 5 Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran. 6 Seperti juga Daud menyebut berbahagia orang yang dibenarkan Allah bukan berdasarkan perbuatannya: 7 “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggaran-pelanggarannya, dan yang ditutupi dosa-dosanya; 8 berbahagialah manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan kepadanya.” (Rm. 4:1-8)

Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (Rm. 3:23)

Sebab upah dosa ialah maut; (Rm. 6:23a)

Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. (Rm. 10:9)

1 Dari Daud. Nyanyian pengajaran. Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! 2 Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu! (Mzm. 32:1-2)

Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor (Yes. 64:6a)

Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya. (Ibr. 4:16)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply