Belakangan ini, media sosial dihebohkan dengan penangkapan dan penyitaan aset seorang afiliator “investasi” binary options. Mengapa saya tulis dalam tanda kutip? Karena sejatinya yang mereka tawarkan lebih mirip judi, bukan investasi. Namun karena tergiur keuntungan instan, banyak orang gelap mata.
Akibatnya bisa ditebak. Setelah rugi besar, mereka ramai-ramai melaporkan afiliator tersebut. Si Afiliator juga tidak kalah pusingnya. Kalau tadinya hidup mewah, sekarang seluruh asetnya (bahkan termasuk pakaian branded) disita. Ancaman hukumannya pun tidak main-main, 20 tahun!
Fenomena ini mengajarkan bahwa hidup tidak bisa dijalani dengan sembarangan. Komeng, seorang komedian, pernah berkata kalau manusia jangan menjalani hidup seperti air mengalir. Kalau airnya masuk jurang, atau seperti kata dia, menyenggol (maaf) kotoran, masa kita ikut saja?
Itulah sebabnya, kita memerlukan hikmat dalam hidup ini. Orang yang berhikmat akan mampu menjalani hidup dengan baik. Bukan saja dia akan menghindari hal-hal yang bisa mencelakakan hidupnya (misalnya, tergiur keuntungan instan seperti tadi). Tetapi, saat berada di tengah situasi sulit pun (karena tidak selalu bisa dihindari), dia tetap mampu menanganinya.
Di dalam Alkitab, kita mengenal sosok Salomo, seorang raja Israel yang sangat berhikmat. Hikmat yang dimilikinya tidak tertandingi oleh orang-orang pada zamannya. Bahkan, oleh para ahli pikir Mesir sekalipun, yang dikenal sangat bijaksana. Tidak heran, orang-orang dari segala bangsa datang meminta petunjuk hikmatnya. Selain itu, dia juga sangat produktif dengan menggubah 3000 amsal dan 1005 nyanyian (1Raj. 4:29-34).
Salah satu kisah tentang kebijaksanaannya tertulis di 1Raja-Raja. 3:16-28. Ketika itu, ada dua perempuan sundal yang bertengkar. Mereka saling menuduh bahwa temannya menindih bayinya sendiri hingga mati dan kemudian menukarnya dengan bayinya yang masih hidup.
Apa yang dilakukan Salomo? Dia mengancam untuk membelah bayi yang masih hidup itu sehingga masing-masing mendapat bagian. Tentu saja, ibu bayi yang asli tidak akan tega membiarkan anaknya mati. Akhirnya, salah satu perempuan itu mengalah dan memberikan bayinya untuk diambil temannya. Tetapi justru di sinilah letak kecerdikan Salomo. Tindakan yang berisiko itu menguak siapa sebenarnya ibu dari bayi yang masih hidup itu.
Benarlah pernyataan bahwa hikmat adalah mengambil tindakan yang tepat pada orang yang tepat dan dilakukan dengan cara yang tepat pula. Dengan hikmat, kita akan mampu menangani berbagai kerumitan hidup: pandemi berkepanjangan, atasan/rekan kerja yang bermasalah, PHK, anak-anak yang mulai susah diatur, hubungan dengan mertua, dan sebagainya.
Namun demikian, masih banyak orang Kristen yang keliru memahami tentang hikmat. Akibatnya, mereka pun menjalani hidupnya dengan fokus dan cara yang tidak terlalu berbeda dengan orang kebanyakan. Sampai pada suatu saat, mereka baru menyadarinya ketika semuanya sudah terlambat. Mari kita belajar tiga hal tentang hikmat.
Pertama, hikmat berasal dari Tuhan (1Raj. 4:29). Di dalam Amsal 2:6 tertulis, “Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian.” Hikmat yang diajarkan dalam Perjanjian Lama memiliki perbedaan mendasar dengan hikmat dari bangsa-bangsa lain pada masa itu. Para penulis kitab hikmat, termasuk Salomo, menekankan bahwa hikmat tidak bisa dilepaskan dari Allah.
Inilah yang juga menjadi panduan kita dalam menjalani hidup yang berhikmat. Di zaman media sosial seperti sekarang ini, “hikmat” ditawarkan di mana-mana. Salah satunya, para afiliator tadi, yang menawarkan “hikmat” untuk menjalani kehidupan yang bergelimang harta. Bahkan, seorang afiliator pernah berujar bahwa Tuhan pun bingung kalau mau memiskinkan dirinya (akhirnya dia menerima kenyataan pahit ketika tersandung kasus ini).
Alkitab mengajar, “ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik” (1Tes. 5:21). Sebagai anak Tuhan, kita jangan mudah percaya dengan omongan orang, seberapapun meyakinkannya itu. Bandingkan dulu dengan firman Tuhan. Jika tidak selaras, maka janganlah kita melakukannya. Ya kalau hanya menderita kerugian materi, yang bisa dicari gantinya. Kalau sampai itu menggadaikan hidup kerohanian kita, bagaimana menggantikannya?
Hidup menurut hikmat Tuhan tidak selalu memberikan keuntungan duniawi. Tetapi yakinlah, itulah satu-satunya jalan hidup yang menguntungkan kita. Maka, jika kita bersandar pada hikmat Tuhan, pertanyaan yang kita ajukan bukan “bagaimana saya bisa lepas/mengambil keuntungan dari situasi ini?” Tetapi, “bagaimana saya bisa lebih memuliakan Allah di tengah situasi ini?”
Kedua, hikmat Tuhan hanya bisa didapat melalui relasi dengan Kristus. Rasul Paulus menjelaskan, “sebab di dalam Dialah (Kristus) tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan” (Kol. 2:3). Seperti apa Allah itu, bagaimana pola pikir-Nya, apa kehendak-Nya di dalam setiap kehidupan manusia, bisa dilihat di dalam Kristus, Allah yang berinkarnasi.
Sayang sekali, tidak sedikit orang Kristen yang lebih terpesona dengan manusia fana karena gaya hidup Kristus dianggap tidak cocok untuk manusia di zaman modern ini. Padahal, siapa yang lebih “sukses” dibanding Kristus? Waktu hidup-Nya tidak ada yang terbuang sia-sia. Dia mampu lolos dari setiap jebakan, mulai dari ahli Taurat hingga Iblis. Berhadapan dengan pembesar seperti Pilatus pun, Dia tidak menurunkan standar kebenaran-Nya. Bahkan, kematian-Nya memuliakan Allah dan menjadi berkat.
Jadi, milikilah relasi dengan-Nya lebih dalam. Pergaulan itu menular, maka coba bayangkan apa jadinya ketika banyak kepala daerah, pemilik perusahaan, penegak hukum, dokter, atau istri dan anak, yang sehari-harinya bergaul erat dengan Kristus? Dunia pasti tidak akan sama lagi.
Ketiga, hikmat hanya akan berhasil ketika diterapkan. Di dalam Ulangan 17:16-17, tertulis rambu-rambu bagi raja Israel: dilarang memelihara banyak kuda, jangan berbalik ke Mesir, jangan memiliki banyak istri, serta tidak mengumpulkan terlalu banyak emas dan perak. Allah memerintahkannya supaya hati raja tetap fokus pada-nya. Tetapi, Salomo melanggarnya. Dia menjadi menantu Firaun (1Raj. 3:1), memiliki 700 istri dan 300 gundik (1Raj. 11:3), serta banyak sekali hartanya.
Salomo memang memiliki hikmat. Tetapi, dia tidak sepenuhnya hidup berdasar hikmat tersebut. Hatinya kemudian menjauh dari Allah (1Raj. 11:4). Apa yang terjadi kemudian? Justru pada masa kepemimpinan Salomolah, raja yang paling berhikmat, kerajaan Israel terpecah menjadi dua (Israel di utara dan Yehuda di selatan). Sungguh ironis, bukan?
Maka sadarilah ada konsekuensi dari pilihan kita. Kita bisa hidup di dalam hikmat Tuhan sehingga kita menjadi serupa dengan Kristus yang di tengah segala kondisi tetap memuliakan Allah dan menjadi berkat bagi banyak orang. Atau, hidup di luar hikmat Tuhan, seperti Salomo yang kemudian menyeret banyak orang ke dalam perpecahan dan penyembahan berhala. Amin.
Baca juga: Libatkan Tuhan dalam Setiap Keputusanmu (Luk. 6:12-16) | STUDIBIBLIKA.ID
REFLEKSI
Orang bodoh berputar-putar tanpa tujuan (wanders), orang bijak melakukan perjalanan (travels) (Thomas Fuller)
PERTANYAAN DISKUSI
- Apa ciri-ciri yang membedakan antara hikmat dunia dengan hikmat Alkitab?
- Apakah Anda memiliki peran kepemimpinan di lingkungan kehidupan sehari-hari? Apa yang akan terjadi jika Anda tidak menerapkan hikmat?
REFERENSI AYAT ALKITAB
29 Dan Allah memberikan kepada Salomo hikmat dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di tepi laut, 30 sehingga hikmat Salomo melebihi hikmat segala bani Timur dan melebihi segala hikmat orang Mesir. 31 Ia lebih bijaksana dari pada semua orang, dari pada Etan, orang Ezrahi itu, dan dari pada Heman, Kalkol dan Darda, anak-anak Mahol; sebab itu ia mendapat nama di antara segala bangsa sekelilingnya. 32 Ia menggubah tiga ribu amsal, dan nyanyiannya ada seribu lima. 33 Ia bersajak tentang pohon-pohonan, dari pohon aras yang di gunung Libanon sampai kepada hisop yang tumbuh pada dinding batu; ia berbicara juga tentang hewan dan tentang burung-burung dan tentang binatang melata dan tentang ikan-ikan. 34 Maka datanglah orang dari segala bangsa mendengarkan hikmat Salomo, dan ia menerima upeti dari semua raja-raja di bumi, yang telah mendengar tentang hikmatnya itu. (1Raj. 4:29-34)
11 Jadi berfirmanlah Allah kepadanya: “Oleh karena engkau telah meminta hal yang demikian dan tidak meminta umur panjang atau kekayaan atau nyawa musuhmu, melainkan pengertian untuk memutuskan hukum, 12 maka sesungguhnya Aku melakukan sesuai dengan permintaanmu itu, sesungguhnya Aku memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat dan pengertian, sehingga sebelum engkau tidak ada seorangpun seperti engkau, dan sesudah engkau takkan bangkit seorangpun seperti engkau. 13 Dan juga apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu takkan ada seorangpun seperti engkau di antara raja-raja. 14 Dan jika engkau hidup menurut jalan yang Kutunjukkan dan tetap mengikuti segala ketetapan dan perintah-Ku, sama seperti ayahmu Daud, maka Aku akan memperpanjang umurmu.” (1Raj. 3:11-14)
16 Pada waktu itu masuklah dua orang perempuan sundal menghadap raja, lalu mereka berdiri di depannya. 17 Kata perempuan yang satu: “Ya tuanku! aku dan perempuan ini diam dalam satu rumah, dan aku melahirkan anak, pada waktu dia ada di rumah itu. 18 Kemudian pada hari ketiga sesudah aku, perempuan inipun melahirkan anak; kami sendirian, tidak ada orang luar bersama-sama kami dalam rumah, hanya kami berdua saja dalam rumah. 19 Pada waktu malam anak perempuan ini mati, karena ia menidurinya. 20 Pada waktu tengah malam ia bangun, lalu mengambil anakku dari sampingku; sementara hambamu ini tidur, dibaringkannya anakku itu di pangkuannya, sedang anaknya yang mati itu dibaringkannya di pangkuanku. 21 Ketika aku bangun pada waktu pagi untuk menyusui anakku, tampaklah anak itu sudah mati, tetapi ketika aku mengamat-amati dia pada waktu pagi itu, tampaklah bukan dia anak yang kulahirkan.” 22 Kata perempuan yang lain itu: “Bukan! anakkulah yang hidup dan anakmulah yang mati.” Tetapi perempuan yang pertama berkata pula: “Bukan! anakmulah yang mati dan anakkulah yang hidup.” Begitulah mereka bertengkar di depan raja. 23 Lalu berkatalah raja: “Yang seorang berkata: Anakkulah yang hidup ini dan anakmulah yang mati. Yang lain berkata: Bukan! Anakmulah yang mati dan anakkulah yang hidup.” 24 Sesudah itu raja berkata: “Ambilkan aku pedang,” lalu dibawalah pedang ke depan raja. 25 Kata raja: “Penggallah anak yang hidup itu menjadi dua dan berikanlah setengah kepada yang satu dan yang setengah lagi kepada yang lain.” 26 Maka kata perempuan yang empunya anak yang hidup itu kepada raja, sebab timbullah belas kasihannya terhadap anaknya itu, katanya: “Ya tuanku! Berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, jangan sekali-kali membunuh dia.” Tetapi yang lain itu berkata: “Supaya jangan untukku ataupun untukmu, penggallah!” 27 Tetapi raja menjawab, katanya: “Berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, jangan sekali-kali membunuh dia; dia itulah ibunya.” 28 Ketika seluruh orang Israel mendengar keputusan hukum yang diberikan raja, maka takutlah mereka kepada raja, sebab mereka melihat, bahwa hikmat dari pada Allah ada dalam hatinya untuk melakukan keadilan. (1Raj. 3:16-28)
3 Ia mempunyai istri dari kaum bangsawan sebanyak tujuh ratus orang serta gundik sebanyak tiga ratus orang. Istri-istrinya itu membelokkan hatinya. 4 Maka, pada waktu Salomo tua, istri-istrinya itu membelokkan hatinya kepada allah-allah lain, sehingga hatinya tidak berpaut sepenuhnya kepada TUHAN. Allahnya, seperti hati Daud, ayahnya. (1Raj. 11:3-4)
sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan. (Kol. 2:3)