Melajang atau Menikah, Mana yang Lebih Memuliakan Tuhan? (1Kor. 7:35-37)

Print Friendly, PDF & Email

Beberapa waktu lalu sebagian besar masyarakat Indonesia merayakan hari raya Idul Fitri. Karena situasi pandemi sudah mulai normal, banyak yang mudik (pulang ke kampung halaman). Selain kegembiraan bertemu dengan sanak saudara dan juga teman-teman lama, ada juga satu fenomena yang menggelisahkan. Terutama bagi orang-orang yang belum menikah. Apa itu? Pertanyaan “Kapan nikah?” Banyak postingan di berbagai media sosial yang membahasnya. Bahkan, sebuah surat kabar nasional juga ikut-ikutan membahas seputar fenomena.

Pertanyaan “Kapan nikah?” yang umum diajukan orang bukan lagi sekadar ingin mengetahui kabar. Tetapi, lebih seperti sindiran. Orang yang tidak (atau belum) menikah dianggap tidak wajar. Apa yang salah dengan dirinya sehingga dia tidak kunjung juga mendapat pasangan? Apalagi kalau hidupnya sudah mapan. Tidak hanya bagi Si Anak, pertanyaan ini juga menggelisahkan hati para orang tua yang anak-anaknya terus bertambah usia.

Jika kita menggali firman Tuhan, maka kita tidak akan mendapati adanya keharusan bagi orang-orang Kristen yang sudah dewasa untuk menikah. Memang Tuhanlah yang memulai adanya pernikahan (baca Kej. 2:24). Tetapi, itu bukanlah keharusan. Tidak ada satu ayat pun dalam Alkitab yang mewajibkan kita untuk menikah. Bukankah Tuhan Yesus sendiri juga tidak pernah menikah seumur hidup-Nya?

Di dalam 1 Korintus 7, Paulus menjelaskan berbagai topik seputar pernikahan. Orang-orang Kristen di Korintus saat itu hidup di tengah masyarakat yang bobrok secara moral. Hubungan seks yang tidak kudus dan juga prostitusi dalam lingkungan penyembahan berhala umum dilakukan. Oleh sebab itu, banyak pertanyaan berkecamuk di lingkungan jemaat. “Apakah seks itu salah?” “Haruskah saya melajang?” “Apakah boleh saya tetap hidup bersama dengan istri saya, yang tidak percaya Kristus?”

Satu pelajaran yang dapat kita petik dari penjelasan Paulus ini adalah bahwa melajang atau menikah, keduanya sama-sama baik (ay. 38). Yang perlu diperhatikan adalah, apakah dengan melajang atau menikah, kehidupan kita semakin kudus dan pelayanan kita kepada Tuhan semakin meningkat? Jadi, pilihan itu bukan lagi diambil karena nafsu atau terpaksa mengikuti standar masyarakat. Tetapi, lebih sebagai panggilan Tuhan (Kol. 3:23).

Di seminari tempat saya menuntut ilmu teologi, ada beberapa orang yang bisa memberikan waktu luar biasa bagi pelayanan karena perhatian mereka tidak terbagi-bagi dengan mengurus keluarga. Sebaliknya, banyak cerita misionaris yang pelayanannya sangat terbantu karena kehadiran pasangan dan anak-anak di sekitarnya.

Oleh sebab itu, jika dihadapkan pada pertanyaan “Kapan menikah?”, kita harus mendoakannya pada Tuhan. Apa yang terbaik bagi diri kita, atau anak-anak kita, menurut yang Tuhan inginkan? Karena bagi kita, ada yang lebih penting lagi dibanding mengurus hal-hal duniawi, yaitu “melakukan kehendak Allah dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh. 4:34).  Amin.

REFLEKSI

 Wahai para lelaki, engkau tidak akan dapat menjadi pasangan yang baik bagi istrimu tanpa terlebih dahulu menjadi mempelai yang baik bagi Kristus (Tim Keller)

PERTANYAAN DISKUSI

  1. Apakah ada mitos atau tradisi yang keliru seputar pernikahan yang ada di sekitar lingkungan Anda? Bagaimana yang benar menurut Alkitab?
  2. Apa kriteria pasangan (atau calon menantu) yang Anda idamkan? Bagaimanakah kriteria itu dapat mendukung pelayanan pada Tuhan dalam pernikahan? Jika kurang selaras dengan panggilan Tuhan dalam pernikahan,  renungkan kembali.

REFERENSI AYAT ALKITAB

35 Semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan. 36 Tetapi jikalau seorang menyangka, bahwa ia tidak berlaku wajar terhadap gadisnya, jika gadisnya itu telah bertambah tua dan ia benar-benar merasa, bahwa mereka harus kawin, baiklah mereka kawin, kalau ia menghendakinya. Hal itu bukan dosa. 37 Tetapi kalau ada seorang, yang tidak dipaksa untuk berbuat demikian, benar-benar yakin dalam hatinya dan benar-benar menguasai kemauannya, telah mengambil keputusan untuk tidak kawin dengan gadisnya, ia berbuat baik. 38 Jadi orang yang kawin dengan gadisnya berbuat baik, dan orang yang tidak kawin dengan gadisnya berbuat lebih baik. (1Kor. 7:35-37)

Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kol. 3:23)

Kata Yesus kepada mereka: ”Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. (Yoh. 4:34)

Baca juga: Ayat-Ayat Alkitab Tentang Pernikahan | STUDIBIBLIKA.ID

Related Post

Leave a Reply