Di dalam buku Adversity Quotient: Turning Obstacles into Opportunities, Paul G. Stoltz mengungkapkan bahwa sukses tidak cukup diraih dengan kecerdasan intelektual. Tetapi, harus dibarengi dengan ketahanan dalam menghadapi masalah. Orang yang cerdas tetapi mudah menyerah, tidak akan berhasil. Alkitab pun mengajarkan untuk tidak mudah lari dari masalah.
Inilah pelajaran yang didapat oleh Hagar, seorang Mesir yang diambil menjadi budak oleh Sara (ay. 3). Sesuai usul Sara, Abraham mendapat anak dari Hagar. Pada zaman itu, umum bagi seorang istri untuk memberikan budak perempuannya kepada suaminya ketika dia tidak kunjung mendapat anak. Kemandulan adalah sebuah aib bagi para perempuan.
Namun kehamilan Hagar itu malah menimbulkan konflik baru. Hagar yang memandang rendah Sara (ay. 4), gantian ditindas oleh nyonyanya itu. Karena tidak tahan dengan perlakuan nyonyanya, Hagar pun melarikan diri.
Di tengah pelariannya itu, seorang Malaikat menemuinya (kemungkinan besar, Malaikat itu adalah Kristus). Malaikat itu menjanjikan bahwa Hagar akan memiliki banyak keturunan dan menamai anak dalam kandungannya itu Ismael (artinya: “Tuhan mendengar”). Tetapi anehnya, Malaikat itu juga menyuruh Hagar kembali pada Sara untuk ditindas olehnya (ay. 9).
Peristiwa yang dialami Hagar ini membukakan beberapa hal ketika kita menghadapi masalah. Pelajaran pertama, Tuhan mau supaya kita menghadapi masalah, bukan lari darinya (ay. 9). Mungkin kita berpikir bahwa apa yang dilakukan Hagar wajar. Namun demikian, tindakan Hagar menunjukkan dirinya hanya melakukan apa yang terbaik menurut ukuran manusia, tetapi lupa melibatkan Tuhan. Abraham dan Sara juga sama. Mereka berusaha “membantu Tuhan” ketika merasa janji-Nya tidak kunjung tiba (Kej. 15:4-5). Ketiganya melupakan bahwa permasalahan seberat apapun tidak membingungkan Tuhan (Luk. 1:37).
Alkitab mencatat orang-orang yang bertekun dalam masalah dan menantikan jawaban Tuhan akan mendapat hasil yang indah. Yusuf belasan tahun di penjara, tetapi akhirnya ditinggikan menjadi penguasa di Mesir. Sementara, orang yang lari dari masalah justru mendapatkan keadaan yang lebih buruk. Misalnya, Daud yang malah membunuh Uria untuk menutupi dosanya dengan Batsyeba.
Banyak orang yang inginnya cepat-cepat lari ketika masalah melanda. Mereka lupa bahwa di balik setiap masalah, ada berkat dan rencana Tuhan yang indah (ay. 10; Kej. 50:20). Inilah pelajaran kedua dari kisah Hagar ini. Walaupun kembali hidup dalam penindasan adalah berat, tetapi Tuhan memberi berkat dan memiliki rencana dalam hidup Hagar. Dia akan melahirkan keturunan yang besar (bangsa Arab). Kembalinya Hagar juga akan mengingatkan Abraham dan Sara kepada Tuhan, yang telah menampakkan diri kepada Hagar.
Bagaimana jika keadaan sulit yang kita alami berlangsung terus menerus tanpa ada harapan membaik? Inilah pelajaran terakhir, yaitu Allah memerhatikan kita (ay. 11; bnd. Mat. 10:29-31). Penampakan Malaikat di tengah pelarian Hagar menyatakan bahwa Allah tidak meninggalkan hamba-hamba-Nya. Allah bukanlah Allah yang jauh, tetapi yang ada bersama kita (Mat. 1:23). Inilah yang memberikan kekuatan pada kita untuk bertahan. Amin.
REFLEKSI
Segala kesulitan di dalam hidupmu adalah pemberian kasih yang berasal dari tangan Tuhan (Charles F. Stanley)
PERTANYAAN DISKUSI
- Bagaimana membedakan antara solusi yang berasal dari akal pikiran manusia belaka dengan solusi yang berasal dari Tuhan?
- Apakah ada situasi yang membuat Anda ingin melarikan diri pada saat ini? Percakapkanlah dengan Tuhan dan biarkanlah Roh Kudus memampukan Anda untuk menang atas situasi.
REFERENSI AYAT ALKITAB
4b Ketika Hagar tahu, bahwa ia mengandung, maka ia memandang rendah akan nyonyanya itu. 5 Lalu berkatalah Sarai kepada Abram: “Penghinaan yang kuderita ini adalah tanggung jawabmu; akulah yang memberikan hambaku ke pangkuanmu, tetapi baru saja ia tahu, bahwa ia mengandung, ia memandang rendah akan aku; TUHAN kiranya yang menjadi Hakim antara aku dan engkau.” 6 Kata Abram kepada Sarai: “Hambamu itu di bawah kekuasaanmu; perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik.” Lalu Sarai menindas Hagar, sehingga ia lari meninggalkannya. 7 Lalu Malaikat TUHAN menjumpainya dekat suatu mata air di padang gurun, yakni dekat mata air di jalan ke Syur. 8 Katanya: “Hagar, hamba Sarai, dari manakah datangmu dan ke manakah pergimu?” Jawabnya: “Aku lari meninggalkan Sarai, nyonyaku.” 9 Lalu kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: “Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di bawah kekuasaannya.” 10 Lagi kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: “Aku akan membuat sangat banyak keturunanmu, sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya.” 11 Selanjutnya kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: “Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab TUHAN telah mendengar tentang penindasan atasmu itu. (Kej. 16:4b-11)
4 Tetapi datanglah firman TUHAN kepadanya, demikian: “Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu.” 5 Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: “Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.” Maka firman-Nya kepadanya: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” (Kej. 15:4-5)
Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk. 1:37)
Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. (Kej. 50:20)
29 Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. 30 Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya. 31 Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit. (Mat. 10:29-31)
“Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” — yang berarti: Allah menyertai kita. (Mat. 1:23)
Baca juga:
Pengharapan bagi yang Putus Asa (Luk. 2:1-7) | STUDIBIBLIKA.ID