Bersukacitalah! (2Kor. 13:11a)
Photo by Surface on Unsplash

Bersukacitalah! (2Kor. 13:11a)

Suram. Begitulah yang saya dapati ketika membaca berita-berita aktual di Indonesia. Ketika kita baru mulai bangkit dari dampak pandemi, berbagai permasalahan melanda bangsa kita. Mulai dari terbongkarnya banyak kasus hukum besar, badai PHK yang mulai melanda banyak sektor, prediksi ekonomi yang buruk tahun depan, serta memanasnya suhu politik, menjadi pemicu kekhawatiran banyak orang tentang nasib mereka. Namun di tengah-tengah kekhawatiran tersebut, banyak pemengaruh media sosial yang mengajak warganet untuk membalikkan prediksi tersebut. Jangan “termakan” oleh situasi yang ada, karena itu hanya akan semakin memperparah kondisi dan menguatkan terjadinya prediksi suram tersebut.

Bagaimana dengan umat Kristen? Jika kita juga larut dalam kesuraman, maka apa bedanya dengan orang-orang dunia? Justru di tengah kondisi yang suram ini, panggilan kita sebagai garam dan terang di dunia ini harus semakin kuat. Bersukacitalah, seperti nasihat Paulus dalam penutup suratnya ini (ay. 11a).

Dengan bersuka cita, kita bisa menunjukkan adanya perubahan hidup yang dihasilkan oleh Roh Kudus. Sukacita akan membuat kita lebih tahan dalam menghadapi tantangan sehingga kita bisa melayani Tuhan dengan cara yang berkenan bagi-Nya. Dampaknya, orang-orang di sekitar kita akan tertular suka cita tersebut. Syukur-syukur, mereka juga akan tertarik untuk mengenal Allah, sumber suka cita kita itu.

Sebenarnya, ada beribu alasan bagi Paulus untuk kehilangan sukacita. Dalam suratnya ini kita tahu betapa berat penderitaan yang harus dia tanggung ketika mengabarkan Injil (salah satunya, baca 11:23-29). Apalagi, harus menghadapi tentangan dari orang-orang yang dia layani seperti jemaat Korintus, penerima surat ini. Namun demikian, secara luar biasa Paulus justru menyatakan bahwa mereka adalah sumber sukacita baginya (2:3).

Namun perlu diperhatikan bahwa suka cita yang diajarkan di dalam kitab-kitab Perjanjian Baru, terutama dalam surat-surat Paulus, adalah suka cita yang berpusat pada Kristus dan karya-Nya. Suka cita seperti ini membuat kita bisa mendapatkannya kapan pun, di mana pun, dan dalam situasi seperti apa pun. Lihatlah Paulus, yang dalam keadaan miskin, menderita lahir batin, serta direndahkan oleh orang-orang yang dilayaninya, tetapi masih tetap dapat bersuka cita dan mengajak jemaat untuk bersuka cita. Catatan: kita bisa belajar banyak tentang cara hidup yang serupa Kristus yang diteladankan oleh Paulus dalam pasal 4-7.

John F. MacArthur, seorang pengkhotbah, mengatakan “Pengenalan  tentang Allah adalah kunci untuk bersuka cita. Orang-orang yang banyak mengenal kebenaran yang agung tentang Allah akan mudah untuk bersuka cita. Sementara itu, orang-orang yang sedikit mengenal Allah akan sulit untuk bersuka cita.” Jadi, jika kita mudah khawatir, periksalah diri kita. Jangan-jangan, kita belum mengenal Allah dengan benar dan mengabaikan relasi dengan-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak heran, hal-hal buruk yang ada di seputar diri kita membuat kita mudah kehilangan suka cita. Amin.

REFLEKSI

Menangislah untuk kasih karunia Allah supaya kita bisa melihat rencana-Nya di balik setiap ujian hidup. Kemudian, dengan kasih karunia-Nya, tundukkanlah diri kita, terimalah ujian hidup itu, dan bersuka citalah. Inilah akhir dari kesulitan (Charles Spurgeon)

PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN

  1. Bagaimana cara kita untuk “bersuka cita dalam Tuhan” ketika melihat orang lain yang ada dalam kesusahan?
  2. Apakah Anda termasuk orang yang mudah bersuka cita atau mudah murung? Jika mudah bersuka cita, apakah sudah selaras dengan suka cita di dalam Tuhan? Jika mudah murung, apa yang harus Anda perbaiki berdasar pemahaman dari renungan ini?

REFERENSI AYAT ALKITAB

Akhirnya, Saudara-saudara, bersukacitalah. Berusahalah menjadi sempurna, hiburlah satu dengan yang lain, sehati sepikirlah, dan hidup dalam damai. Dan, Allah sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu. (2Kor. 13:11)

Dan justru itulah maksud suratku ini, yaitu supaya jika aku datang, jangan aku berdukacita oleh mereka, yang harus membuat aku menjadi gembira. Sebab aku yakin tentang kamu semua, bahwa sukacitaku adalah juga sukacitamu. (2Kor. 2:3)

23  Apakah mereka pelayan Kristus?  —  aku berkata seperti orang gila  —  aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. 24  Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, 25  tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. 26  Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. 27  Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, 28  dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat. 29  Jika ada orang merasa lemah, tidakkah aku turut merasa lemah? Jika ada orang tersandung, tidakkah hatiku hancur oleh dukacita? (2Kor. 11:23-29)

Baca juga:

Hiduplah dalam Prinsip Hadiah, Bukan Upah (Rm. 4:1-8) | STUDIBIBLIKA.ID

Mengatasi Kekhawatiran (Mat. 6:25-34) | STUDIBIBLIKA.ID

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply