Renungan Masa Adven: Sang Raja Damai dan Kerajaan-Nya Bagian II (Yes. 11:6-9)
Photo by GR Stocks on Unsplash

Renungan Masa Adven: Sang Raja Damai dan Kerajaan-Nya Bagian II (Yes. 11:6-9)

Suatu kali, saya berkesempatan mengunjungi museum Tuol Sleng di Phnom Penh, Kamboja. Museum ini dulunya adalah gedung sekolah yang kemudian diubah menjadi tempat penyiksaan pada masa Pol Pot (1975-1979). Selama masa itu, belasan ribu orang meninggal di Tuol Sleng dan hanya 12 orang selamat. Setelah rezim Pol Pot tumbang, bangunan tersebut diubah menjadi museum. Di dalamnya, kita bisa melihat ruang-ruang tawanan, alat-alat penyiksaan, serta foto-foto dan barang-barang peninggalan tawanan. Ada juga deskripsi metode-metode penyiksaan yang dilakukan pada masa itu. Sungguh mengerikan apa yang bisa diperbuat manusia kepada sesamanya.

Salah satu ruang kelas yang dijadikan tempat penyiksaan di Tuol Sleng

Kalau kita melihat sejarah umat Tuhan pun, kita akan menemukan bahwa kekejaman manusia selalu mewarnai dunia. Bacalah kitab Hakim-Hakim dan Raja-Raja, maka di dalamnya kita juga akan menemukan banyak sekali pertikaian dan kebrutalan yang bisa dilakukan manusia. Sampai sekarang pun, kedamaian seolah hanyalah angan. Bahkan, wilayah kelahiran Kristus, yang juga disebut Raja Damai, masih terus bergejolak.

Namun, di dalam Alkitab kita akan menemukan pengharapan akan kedamaian yang kuat. Di dalam bagian pertama (ay. 1-5), dijelaskan bahwa di tengah-tengah konflik dan peperangan yang terjadi di sepanjang sejarah raja-raja Israel, Yesaya menyampaikan nubuat Tuhan tentang kedatangan Raja Damai. Walaupun bangsa Israel seolah tidak memiliki pengharapan lagi, Tuhan mengulangi janji-Nya yang telah dinyatakan kepada Daud (2Sam. 7) tentang kelahiran seorang raja yang takhtanya kekal. Dia akan memerintah dengan penuh keadilan dan kebenaran. Karena itulah, Kerajaan-Nya akan dipenuhi dengan kedamaian (BIMK: Kerajaan Damai).

Bukan hanya perang berakhir, tetapi ada keutuhan dan harmoni bagi seluruh ciptaan. Keadaan damai seperti inilah yang digambarkan dalam Yesaya 11:6-9. Binatang buas bisa hidup harmonis dengan mangsanya. Anak kecil bisa bermain-main dengan ular berbisa, yang di dunia sekarang ini sangat ditakuti. Dosa akan punah dan digantikan dengan pengenalan akan Tuhan.

Kondisi semacam ini terlihat mustahil. Namun, jika kita kembali mengingat apa yang terjadi di taman Eden, itu bukanlah keadaan yang mustahil. Memang dunia saat ini penuh konflik dan marabahaya. Tetapi, kondisi ini terjadi karena manusia memberontak kepada Allah. Bumi menjadi tanah yang terkutuk dan manusia terancam dalam hukuman kekal.

Untuk itulah Kristus datang sebagai Raja Damai. Kematian-Nya mendamaikan hubungan antara manusia dengan Allah (Rm. 5:11). Ketika manusia sudah memiliki relasi dengan Allah, maka manusia juga akan bisa memiliki relasi yang baik dengan sesamanya dan juga dengan alam sekitar.

Tetapi, mengapa konflik masih terus terjadi di dunia? Sekarang kita hanya bisa mencicipi suasana Kerajaan Damai, tetapi belum sepenuhnya. Kerajaan Damai baru akan ditegakkan sepenuhnya ketika Kristus datang kedua kalinya. Kedatangan pertama Sang Raja Damai di malam Natal hingga kematian dan kebangkitan-Nya menjadi jaminan bahwa Allah pasti akan memenuhi janji-Nya akan tegaknya Kerajaan Damai di masa depan.

Marilah kita merenungkan dua hal dari bagian ini. Pertama, biarlah hidup kita dikuatkan oleh pengharapan atas Kerajaan Damai ini. Seperti halnya bangsa Israel pada zaman Yesaya, mungkin kita juga sedang berada dalam kondisi yang jauh dari kedamaian. Konflik terus terjadi, baik di lingkup dunia maupun di lingkungan sehari-hari. Tidak jarang, konflik yang berkepanjangan membuat seorang Kristen menyerah.

Mengapa bisa demikian? Karena dia masih mengandalkan pengharapannya pada manusia dan kondisi sekitar. Pengharapan yang seperti ini pasti akan gagal karena Alkitab sudah menubuatkan bahwa semakin hari, akan semakin banyak peperangan (Mat. 24:6-7a). Keadaan dunia akan semakin buruk.

Tetapi, ketika kita percaya pada nubuat Kerajaan Damai yang dinyatakan dalam Alkitab, maka kita akan memandang dunia dengan cara yang berbeda. Dunia bisa semakin penuh pergolakan. Konflik bisa terus terjadi di dalam rumah tangga dan lingkungan sekitar kita, termasuk gereja. Tetapi kita tahu bahwa keadaan itu hanyalah sementara. Kemudian jika Kristus datang menghadirkan Kerajaan Damai, maka ketika ada di tengah konflik, Kristus pasti juga akan menyertai anak-anak-Nya yang berusaha mewujudkan damai.

Kerajaan Damai yang penuh dengan pengenalan akan Allah juga  hendaknya membentuk cara pandang kita tentang damai yang sejati. Keadaan damai harus selaras dengan pribadi Sang Raja Damai yang kudus dan benar. Jadi, keadaan damai yang didapat dengan cara yang bertentangan dengan tuntunan-Nya dalam Alkitab, atau damai karena menutup mata terhadap dosa, adalah damai yang palsu.

Kedua, marilah kita tidak hanya menantikan, tetapi juga berbagian dalam mewujudkan kedamaian. Ada satu hal yang mungkin sering luput dari perhatian kita sebagai orang percaya. Kita sering memohon kepada Tuhan untuk mengubah keadaan menjadi baik. Tetapi ketika keadaan tidak kunjung membaik, kita lalu menyalahkan keadaan. Bahkan, mungkin menyalahkan Tuhan. Kita lupa bahwa mungkin Tuhan tetap membiarkan kita dalam keadaan atau lingkungan tertentu karena ada rencana-Nya yang akan Dia kerjakan melalui diri kita.

Demikian pula ketika kita merindukan damai namun tidak kunjung terwujud, jangan berkecil hati. Justru kita harus berpikir, apa rencana Tuhan yang harus kita jalankan dalam kondisi seperti itu? Apakah dengan keadaan itu, karakter dan kerohanian kita ditumbuhkan? Apa yang dapat kita lakukan bagi orang-orang di sekitar kita?

Jika kita percaya penuh pada Kerajaan Damai yang Tuhan janjikan, maka adanya orang-orang yang berkonflik dengan kita justru menimbulkan belas kasihan, bukannya kepahitan. Kita akan digerakkan oleh Roh Kudus untuk menjadi agen perdamaian sesuai dengan kemampuan kita (Rm. 12:18).

Sampai kapanpun, perselisihan dan peperangan akan terus mewarnai sejarah umat manusia. Konflik juga akan terus terjadi ketika kita berelasi dengan sesama. Tetapi, biarlah pengharapan akan kedamaian yang sejati dari Kristus ini terus menguatkan kita di tengah pergumulan dan mendorong kita untuk menyebarkan damai. Tidak hanya hidup harmonis dengan sesama, tetapi juga dengan alam sekitar. Amin.

REFLEKSI

Tidak akan ada kedamaian yang universal hingga Raja Damai muncul (J. C. Ryle)

PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN

  1. Apakah damai harus berarti pasif? Jelaskan.
  2. Apa tantangan-tantangan dalam menyebarkan damai di lingkungan Anda pada saat ini?

REFERENSI AYAT ALKITAB

6 Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya. 7 Lembu dan beruang akan sama-sama makan rumput dan anaknya akan sama-sama berbaring, sedang singa akan makan jerami seperti lembu. 8 Anak yang menyusu akan bermain-main dekat liang ular tedung dan anak yang cerai susu akan mengulurkan tangannya ke sarang ular beludak. 9 Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya. (Yes. 11:6-9)

Dan bukan hanya itu saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu. (Rm. 5:11)

6 Kamu akan mendengar deru perang atau kabar-kabar tentang perang. Namun berawas-awaslah jangan kamu gelisah; sebab semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya. 7 Sebab bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. (Mat. 24:6-7a)

Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! (Rm. 12:18)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply