Tokoh Haman muncul dalam kitab Ester sebagai orang yang dihormati pada masa Raja Ahasyweros (Est. 3:10). Namun Mordekhai, sepupu Ester, menolak untuk hormat kepadanya. Hal ini membuat hati Haman panas dan berniat untuk tidak hanya melenyapkan Mordekhai, tetapi juga seluruh orang Yehuda.
Maka Haman pun mengatur siasat dan memengaruhi Raja Ahasyweros untuk mengeksekusi Mordekhai. Mendengar hal tersebut, Mordekhai meminta Ester untuk turun tangan demi menyelamatkan bangsanya. Singkat cerita, justru Hamanlah yang diseksekusi di tiang yang sebenarnya dipersiapkan untuk mengeksekusi Mordekhai.
Menariknya, jika kita membaca dengan detail dalam terjemahan yang berbeda, kita akan menemukan dua cara eksekusi yang berbeda. Mari perhatikan dua terjemahan berikut:
Kemudian Haman disulakan pada tiang yang didirikannya untuk Mordekhai. (Est. 7:10a TB)
Demikianlah Haman digantung pada tiang yang telah didirikannya untuk Mordekhai. (Est. 7:10a BIMK, TB2)
Hukuman gantung kita sudah tahu. Sedangkan penyulaan berarti “menikam dari pantat sampai ke perut dengan sula (sebagai hukuman)” (KBBI).
Di dalam terjemahan bahasa Inggris pun, perbedaan tersebut muncul. NIV menggunakan kata impaled (disula). Demikian pula LXX (PL terjemahan bahasa Yunani) menggunakan kata stauroo (disalib/disula). Sementara itu, ESV, NKJV, NASB, NRSV Updated Edition menggunakan kata hanged/digantung. Manakah yang benar?
Masalah perbedaan ini terletak pada kesulitan dalam menentukan arti yang tepat dari kata “menggantung”/”menyula” (Ibr. talah). Talah sering digunakan untuk mengacu pada eksekusi seseorang ataupun mayat yang dipertontonkan kepada publik setelah eksekusi. Di dalam bahasa Ibrani, arti harfiahnya adalah “digantung di pohon (atau, kayu)” atau “dibiarkan menjuntai”. Sehingga, talah digunakan untuk menggambarkan tindakan menggantung benda atau orang dalam arti fisik. Contoh yang paling jelas adalah ketika Absalom tergantung pada pohon tarbantin dalam sebuah pertempuran.
Seseorang melihatnya, lalu memberitahu Yoab, katanya: “Aku melihat Absalom tergantung pada pohon tarbantin.” (2Sam. 18:10)
Namun demikian, kata ini juga bisa berarti “disulakan pada tiang” (lihat Ezr. 6:11). Dalam beberapa kebudayaan kuno, eksekusi brutal ini dilakukan karena orang-orang meyakini bahwa hal tersebut akan menghalangi tubuh menuju kehidupan berikutnya. Metode eksekusi ini umum dalam budaya Persia pada zaman Ester. Ada juga beberapa catatan sejarah penyulaan lainnya. Misalnya, Herodotus mencatat bahwa Darius I menyula tiga ribu orang Babilonia ketika dia merebut Babilon dan Xerxes menyula kepala raja Sparta Leonidas yang telah dipenggalnya.
Tafsiran-tafsiran yang ada pun memiliki perbedaan pendapat. Namun, Theological Wordbook of the Old Testament menyatakan bahwa penggunaan kata ini dalam Kejadian 40:19, 22; 41:3 (yang mencerminkan praktik di Mesir) dan Ratapan 5:12 (yang mencerminkan praktik di Mesopotamia), tidak ada bukti penggunaan jerat algojo yang biasa digunakan dalam hukuman gantung. Selain itu, relief (gambar timbul) peninggalan Asyur semasa raja-raja Israel kuno sering menggambarkan mayat digantung di tiang tempat mereka disula.
Dari bukti sejarah tersebut, kemungkinan besar Haman dihukum mati dengan cara disula. Tetapi kita harus terbuka terhadap bukti-bukti lain yang muncul di masa depan.
Namun apapun kenyataannya, pandangan teologis bahwa Tuhanlah yang memegang kendali lebih penting bagi kita untuk diyakini sebagai pembaca kitab Ester.