Saya sering dibuat heran dengan kabar tentang orang-orang Kristen yang tiba-tiba mengambil keputusan tragis. Misalnya, pasangan yang kelihatan harmonis dan sudah lama menikah tiba-tiba memutuskan bercerai. Orang yang sejak muda kelihatan saleh dan aktif di gereja tiba-tiba memutuskan pindah agama. Lalu ada juga tindak kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang terkenal di dunia pelayanan.
Apa yang keliru dalam kehidupan mereka? Tuhan Yesus membukakan kuncinya kepada kita. Untuk memperoleh hidup yang kokoh, kita harus mau mendengar dan melakukan seluruh ajaran-Nya.
WAWASAN DUNIA ALKITAB
Rangkaian Khotbah di Bukit dalam Matius pasal 5-7 merupakan satu bagian Alkitab yang sangat terkenal. Di dalamnya terdapat nilai-nilai dan cara hidup Kerajaan Allah yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Bagian ini telah menginspirasi banyak orang, termasuk mereka yang bukan dari kalangan Kristen. Mahatma Gandhi, misalnya. Ajaran-ajaran Tuhan Yesus dalam Khotbah di Bukit sangat menyentuh jiwanya. Bahkan, itu juga mewarnai perjuangannya di India (salah satunya, ajaran antikekerasan).
Tetapi Tuhan Yesus mengingatkan bahwa mendengar saja tidak cukup. Dalam penutup rangkaian Khotbah di Bukit, Tuhan Yesus menyampaikan perumpamaan tentang dua orang yang membangun rumah. Dia tahu bahwa para pendengarnya di tepi Danau Galilea sangat memahami bagaimana cara membangun rumah di daerah situ.
Di musim panas, pasir di sekitar danau Galilea kelihatan kokoh. Tetapi begitu hujan turun, maka terlihat bahwa area tersebut sangat rawan hanyut. Maka, orang harus membangun rumah dengan pondasi batu karang (kebiasaan ini telah dibuktikan oleh penemuan-penemuan arkeologis dari daerah situ). Tanpa ditopang batu karang, maka bangunan sekokoh apapun pasti roboh ketika ada hujan dan angin.
Gambaran itu digunakan Tuhan Yesus untuk membedakan dua jenis orang. Orang yang hanya mau mendengar, bahkan dibuat kagum dengan ajaran-Nya, itu seperti orang yang membangun di atas pasir. Ketika badai kehidupan menerjang, imannya akan goyah karena tidak memiliki pondasi yang kuat. Yakobus menggambarkannya sebagai orang yang menipu diri sendiri (Yak. 1:22). Hanya orang yang mau mendengar dan juga melakukan, akan memiliki pondasi iman yang kokoh.
Kedua orang itu membangun di area yang sama, memakai bahan bangunan yang sama, serta menghadapi keadaan yang sama. Pondasilah yang menentukan perbedaannya.
APLIKASI MASA KINI
Mari kita merenungkan dua pertanyaan berikut. Pertama, perkataan siapa yang biasa kita dengar? Dunia masa kini penuh dengan hal-hal yang instan dan hanya bersifat permukaan (tidak mendalam). Banyak yang tampak baik, tetapi sebenarnya menjerumuskan (Ams. 16:25). Hanya ajaran-ajaran yang selaras dengan firman Tuhan yang layak menjadi panduan kita.
Kita juga harus memiliki kepekaan untuk menerima suara Tuhan. Tentu semuanya telah tertulis dalam Alkitab. Namun bisa juga Tuhan memakai orang-orang di sekitar kita. Sayangnya, kita sering terkesima dengan hal-hal yang di permukaan (misal: status sosial dan tingkat pendidikan) sehingga esensi dari beritanya kita abaikan. Belajarlah seperti Daud. Walaupun dia seorang raja yang besar, tetap mau tunduk ketika nabi Natan menegurnya.
Kedua, apakah kita berhentis sebatas mendengar firman, atau juga melakukannya? Salomo adalah raja yang memiliki hikmat yang luar biasa. Namun dia tidak mau melakukan apa yang dipahaminya. Di sinilah awal mula kehancuran kerajaannya.
Memahami firman Tuhan itu baik. Tetapi, tidak cukup. Maka sering kita mendengar perkataan hamba Tuhan setelah membacakan firman Tuhan, “Berbahagialah mereka yang mendengar, tetapi terlebih lagi yang melakukan firman Tuhan.”
Orang tidak bisa belajar berenang dengan hanya membaca teori. Tetapi yang lebih penting, terjun ke kolam renang. Walaupun pertama-tama sering tenggelam, kemasukan air, dan kehabisan nafas, tetapi itulah proses yang harus dijalani untuk mahir berenang. Setelah bisa, dia akan merasakan senangnya berenang. Suatu hal yang tidak akan dirasakan oleh orang yang hanya menonton video tentang berenang.
Kiranya kedua pertanyaan ini terus kita renungkan berulang-ulang. Terutama, dalam kehidupan keluarga dan pelayanan kita di gereja. Jangan sampai, keluarga kita dibangun di atas pondasi yang rapuh. Atau, melayani Tuhan tanpa mau melakukan firman-Nya. Jika itu terjadi, kehancuran tinggal menunggu waktu dan pemicunya saja. Amin.
REFLEKSI
Dialah batu karang, yang lain adalah pasir (J.C. Ryle)
PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN
- Bagaimana tanggapan Anda dengan orang-orang yang hidupnya kelihatan kokoh walaupun mereka tidak percaya Tuhan (atau tidak hidup menurut Alkitab)?
- Adakah hal-hal yang menunjukkan bahwa Anda sedang membangun di atas dasar yang rapuh? Bagaimana mengatasinya?
REFERENSI
24 “Jadi, setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. 25 Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu bertiuplah angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. 26 Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. 27 Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu bertiuplah angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.” (Mat. 7:24-27)
Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. (Yak. 1:22)
Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut. (Ams. 16:25)
BACA JUGA