Ketika bertemu, orang biasa mengucapkan, “Apa kabar? Baik-baik saja, kan?” Mungkin terasa klise, tetapi ada doa yang baik di dalamnya. Tetapi, apakah kita tahu apa arti sebenarnya dari hidup yang baik itu? Apakah sebagai orang percaya kita harus memaknainya secara berbeda?
WAWASAN DUNIA ALKITAB
Surat 3 Yohanes ini dikirim oleh Yohanes kepada Gayus. Ini adalah nama yang umum di daerah Romawi dan Alkitab tidak menjelaskan secara rinci siapa yang dimaksud. Yang jelas, Gayus adalah seorang yang sangat perhatian kepada saudara-saudara seiman (ay. 5-6). Pada waktu itu para pekabar Injil sering berkeliling dari satu daerah ke daerah lain. Gayus kemungkinan besar sering menampung mereka di rumahnya untuk singgah.
Di awal suratnya ini, Yohanes menggunakan pola pembukaan yang umum dilakukan orang pada waktu itu. Yohanes mengawalinya dengan harapan bahwa keadaan Gayus ‘baik-baik dan sehat-sehat saja’ (ay. 2). Menariknya, Yohanes kemudian menambahkan sesuatu yang khas. Dia tidak hanya berharap keadaan Gayus baik-baik saja secara fisik (materi), tetapi juga baik-baik saja secara jiwa (rohani).
Yohanes memuji, Gayus hidup dalam kebenaran. Artinya, tidak hanya tahu kebenaran, melainkan juga mewujudkannya dalam kehidupan. Yohanes tahu bahwa hidup di dunia tidak akan lengkap tanpa iman dan kehidupan yang benar. Hidup seperti inilah yang seharusnya dikejar orang-orang percaya.
APLIKASI MASA KINI
Banyak orang di dunia yang mengukur mutu hidup mereka sebatas hal-hal fisik. Banyak orang menganggap anak-anak mereka sukses setelah lulus kuliah dan mendapat pekerjaan yang bergaji besar. Tidak sedikit pula orang Kristen yang menganggap mereka ada dalam berkat Tuhan ketika tubuhnya sehat, ekonomi cukup, rumah tangga rukun, dan sebagainya.
Tetapi dari bagian ini kita diajar bahwa itu semua tidak akan lengkap, bahkan tidak akan ada gunanya, ketika kita tidak memiliki kehidupan rohani yang baik. Bahkan berulang kali dalam Alkitab dijelaskan bahwa kita boleh kehilangan harta, kesehatan, orang-orang terkasih, bahkan kehilangan nyawa, asalkan kita tidak kehilangan Tuhan (Mzm. 73:6).
Jadi, iman kepada Tuhan, yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari (‘hidup dalam kebenaran’) harus menjadi prioritas kita. Hari demi hari harus semakin berhikmat dan mengenal Tuhan lebih dalam. Ini adalah proses seumur hidup dan tidak akan selamanya mudah. Tetapi, satu-satunya hidup yang layak dijalani. Jangan sampai pengurbanan Kristus kita sia-siakan dengan menjalani hidup seperti yang dikejar oleh orang-orang dunia saja.
Marilah kita introspeksi. Apa yang masih kita kejar? Apa yang biasa kita nikmati? Apa yang membuat kita kecewa kalau itu hilang? Tanpa hidup dalam kebenaran, kita akan mudah menikmati hal-hal yang mendukakan hati Allah dan mudah kecewa ketika kehilangan hal-hal yang sifatnya sementara. Hidup kita tidak akan baik-baik saja. Amin.
REFLEKSI
Teologi mengajarkan kita untuk hidup baik dalam terang Kabar Baik bagi kemuliaan Allah yang baik (Kevin Vanhoozer)
PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN
1. Apakah Anda merasa menjalani hidup yang baik? Apakah yang biasa menjadi ukuran-ukurannya? Kemudian berdasar renungan ini, apakah ada ukuran-ukuran yang perlu ditambahkan?
2. Apakah Anda memiliki kebiasaan mengecek kesehatan jasmani, atau pencapaian-pencapaian duniawi (ini bukanlah dosa jika dilakukan dalam kehendak Tuhan)? Selain itu, apakah memiliki kebiasaan juga untuk mengecek keadaan rohani? Apa yang dinyatakan Tuhan selama ini untuk diperbaiki dalam kehidupan Anda? Mintalah pertolongan dari orang terdekat untuk mendukung Anda bertumbuh!
REFERENSI AYAT ALKITAB
1 Dari penatua kepada Gayus yang kekasih, yang kukasihi dalam kebenaran. 2 Saudaraku yang kekasih, aku berdoa, semoga engkau baik-baik dan sehat-sehat saja dalam segala sesuatu, sama seperti jiwamu baik-baik saja. 3 Sebab aku sangat bersukacita, ketika beberapa saudara datang dan memberi kesaksian tentang hidupmu dalam kebenaran, sebab memang engkau hidup dalam kebenaran. 4 Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran. (3Yoh. 1:1-4)
Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya. (Mzm. 73:6)