Sebagai orang Kristen, kita tentu mengerti bahwa pelayanan adalah panggilan yang mulia. Sering dikatakan pula bahwa pelayanan adalah jantung kehidupan orang Kristen. Sayangnya, tidak sedikit pula orang Kristen yang kaget dengan “onak dan duri” di tengah pelayanan yang tidak mereka perkirakan. Hal itu membuat semangat pelayanan mereka memudar. Bahkan, meninggalkan pelayanan karena mengalami kepahitan.
Untuk mengatasinya, mari kita merenungkan kembali dua pertanyaan reflektif yang penting. Mengapa kita melayani? Bagaimana kita melayani?
WAWASAN DUNIA ALKITAB
Kita akan belajar dari seorang pelayan Tuhan yang setia, yaitu Imam Zakharia. Dia adalah ayah dari Yohanes Pembaptis, sang pembuka jalan bagi pelayanan Mesias. Zakharia hidup ketika orang-orang Yahudi ada di bawah kekuasaan Roma. Sampai saat itu, orang-orang Yahudi masih menanti-nantikan datangnya Mesias, yang telah dijanjikan dalam kitab suci.
Inilah konteks yang sedang digambarkan oleh Lukas ketika membuka Injilnya dengan beberapa nyanyian pujian menyambut kedatangan Mesias. Salah satunya, bagian yang menjadi bacaan kita ini. Nyanyian pujian ini dikenal dengan Benedictus (dari bahasa Latin yang diambil dari kata pertamanya, blessed atau terpujilah). Ini adalah ungkapan syukur atas penggenapan janji Tuhan kepada Israel dengan memberikan Mesias dan anaknya nanti akan berbagian dalam pelayanan Mesias di muka bumi ini.
Mengapa Kita Melayani?
Zakharia mengucap syukur karena sekali lagi Tuhan melawat dan melepaskan umat-Nya dari tangan musuh (ay. 68, 71, 74). Ini seperti yang dilakukan Tuhan ketika dengan kuasa-Nya (“tanduk”, ay. 69) mengeluarkan bangsa Israel dari Mesir dan dari pembuangan di Babel. Untuk apa? Bukan untuk menikmati duniawi, tetapi untuk melayani Tuhan (Kel. 7:16; di surga pun kita akan melayani Tuhan, Why. 7:15a). Jadi, kita tidak hanya dipanggil untuk diselamatkan, tetapi juga melayani Tuhan.
Dari sini kita melihat bahwa melayani adalah anugerah, karena Tuhan sendiri yang melayakkan kita (sampai-sampai harus mengurbankan Anak-Nya). Pelayanan kita harus berasal dari Kristus, dilakukan oleh kekuatan Kristus, dan dipersembahkan bagi kemuliaan Kristus. Jadikanlah Kristus sebagai pusat pelayanan kita, maka kita tidak akan mudah goyah oleh tantangan.
Bagaimana Kita Melayani?
Kemudian, ada satu kata penting di sini, yaitu latreuō (ay. 74). Artinya, ‘beribadah, (TB)/’mengabdi’ (BIMK)/’melayani’ (Inggris). Di dalam Perjanjian Baru, maknanya meluas. Dari yang tadinya terpusat di Bait Allah, menjadi dilakukan di mana saja, kapanpun waktunya. Jadi, pelayanan kita bukan hanya apa yang kita lakukan di gereja, tetapi 24 jam waktu kita haruslah digunakan untuk melayani Tuhan (1Kor. 10:31). Lakukan teladan Tuhan Yesus di Injil Lukas, yang tidak hanya berada di Bait Allah, tetapi juga keluar menjangkau orang yang terhilang, berempati pada yang hancur hatinya, dan menjadi berkat dengan melayani sesama.
Marilah kita arahkan orientasi kembali hidup kita sehingga apapun yang kita lakukan, baik pelayanan di gereja, pekerjaan di kantor, usaha, atau kehidupan rumah tangga, sebagai sarana untuk melayani Tuhan. Niscaya, kita akan mendapatkan sukacita yang jauh lebih besar dibanding apapun. Mirip dengan Zakheus, yang setelah bertemu Tuhan Yesus, tidak lagi diperbudak oleh harta dan kekuasaan, tetapi mendapat kemerdekaan untuk melayani Tuan yang baru, yang telah menebus hidupnya. Amin.
REFLEKSI
Sebagai tambahan setelah kita diselamatkan, panggilan Kristen adalah panggilan untuk melayani (R. Scott Pace)
PERTANYAAN DISKUSI
- Apa yang biasanya muncul di permukaan (dapat dilihat atau dirasakan oleh dirinya sendiri atau orang lain) ketika pelayanan seseorang tidak dipusatkan pada Kristus?
- Apakah ada hal-hal yang masih kurang sesuai dengan kehendak Tuhan dalam cara Anda melayani? Bagaimana mengatasinya?
REFERENSI AYAT ALKITAB
68 Terpujilah Tuhan, Allah Israel,
sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya,
69 Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita
di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu,
70 —seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala
oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus—
71 untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita
dan dari tangan semua orang yang membenci kita,
72 untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita
dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus,
73 yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita,
74 supaya kita, terlepas dari tangan musuh,
dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut,
75 dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita. (Luk. 1:68-75)
Dan katakanlah kepadanya: TUHAN, Allah orang Ibrani, telah mengutus aku kepadamu untuk mengatakan: Biarkanlah umat-Ku pergi, supaya mereka beribadah kepada-Ku di padang gurun; meskipun begitu sampai sekarang engkau tidak mau mendengarkan. (Kel. 7:16)
15 Karena itu mereka berdiri di hadapan takhta Allah dan melayani Dia siang malam di Bait Suci-Nya. (Why. 7:15a)
Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. (1Kor. 10:31)