Amanat Agung, atau The Great Commission, sering diplesetkan menjadi The Great Ommission (pengabaian besar-besaran). Mengapa demikian? Faktanya, Amanat Agung merupakan salah satu perintah Tuhan yang sering diabaikan oleh orang-orang Kristen. Banyak orang Kristen yang lebih nyaman untuk mengasihi sesama melalui tindakan. Atau, membicarakan iman Kristen sebatas di lingkungan gereja dan keluarga. Tetapi jika diminta untuk memberitakan Injil, merasa ogah-ogahan, malu, takut, dan sebagainya. Mereka lupa bahwa di balik perintah ini, ada kuasa Tuhan yang sangat besar yang menyertainya.
WAWASAN DUNIA ALKITAB
Mari kita perhatikan perikop ini. Setelah Tuhan Yesus bangkit, murid-murid-Nya pergi ke suatu bukit di Galilea seperti petunjuk-Nya sebelumnya (Mat. 28:10). Di situlah Tuhan Yesus memberikan perintah-Nya yang terakhir, yang kemudian dikenal sebagai Amanat Agung (The Great Commission).
Perlu digarisbawahi bahwa perintah utama dari Amanat Agung sebenarnya adalah memuridkan. Hal ini tampak jelas dari bentuk kata perintah (imperatif) yang digunakan dalam bahasa aslinya. Ketiga aktivitas yang lain adalah bagian dari pemuridan, yaitu ‘pergi’ memberitakan Injil, ‘membaptis’ orang-orang percaya, serta ‘mengajar’ dasar-dasar iman Kristen. Bukan hanya kepada bangsa Yahudi, tetapi kepada ‘semua bangsa.’
Selaras dengan perintah-Nya untuk memuridkan ‘semua bangsa’, Tuhan Yesus juga menegaskan bahwa Dia telah mendapat ‘segala kuasa’ dari Bapa-Nya. Tidak ada kuasa lain yang lebih besar darinya. Ini adalah penggenapan janji yang disediakan bagi Anak Manusia dalam Daniel 7:13-14. Kuasa sebesar ini hanya dimiliki oleh Allah. Sehingga dengan pernyataan ini Tuhan Yesus juga sedang menegaskan keilahian-Nya.
Kemudian, Tuhan Yesus juga berjanji untuk menyertai para pengikut-Nya sampai selama-lamanya. Penyertaan ini menegaskan kembali pada para murid bahwa Dia adalah Sang Imanuel (Mat. 1:23). Dari sini kita bisa melihat bahwa Tuhan Yesus tidak hanya memberi perintah, tetapi juga memberi ‘bekal’ yang cukup. Para murid tidak perlu khawatir karena ada penyertaan yang besar bagi mereka yang menaati perintah-Nya.
APLIKASI MASA KINI
Setelah memahami Amanat Agung secara lengkap, kiranya kita tidak lagi mengabaikan perintah Tuhan Yesus yang terakhir ini. Jangan ogah-ogahan, karena Tuhan Yesus harus mati terlebih dulu sebelum memberikan Amanat Agung ini (kalau Dia tidak mati dan bangkit, pemberitaan Injil menjadi sia-sia). Jangan malu atau takut, karena kita mendapat otoritas dan kuasa langsung dari Allah untuk melakukannya. Juga jangan khawatir, karena kita akan disertai oleh Tuhan Yesus selama-lamanya.
Kemudian, apakah kita harus pergi sebagai misionaris? Amanat Agung ini diberikan kepada semua pengikut Kristus. Jadi, apapun panggilan kita, jadikan Amanat Agung sebagai misi hidup kita. Caranya, berusahalah hidup serupa Kristus (Gal. 2:20). Kemudian, jadikan itu sebagai pembuka bagi kita untuk menyampaikan berita Injil melalui kata-kata. Sisanya, pasrahkan pada Roh Kudus yang berkuasa mengubah hati manusia. Amin.
REFLEKSI
Amanat Agung sesungguhnya adalah rencana peperangan rohani yang menyeluruh (Michael S. Heiser)
PERTANYAAN DISKUSI
- Apa saja yang biasanya menjadi penghalang bagi Anda untuk memberitakan Injil?
- Apa saja yang bisa terjadi ketika gereja kita tidak lagi memperhatikan untuk menaati Amanat Agung ini dan hanya berpusat pada jemaat yang sudah ada saja?
DOA
Tuhan, ajarlah kami untuk selalu memiliki kerinduan membagikan Kabar Baik kepada orang di sekitar kami. Ampunilah jika selama ini kami masih suam-suam kuku. Kuatkan komitmen kami dan sertailah kami dalam melakukan kehendak-Mu ini. Amin.
REFERENSI
16 Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka. 17 Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. 18 Yesus mendekati mereka dan berkata: ”Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. 19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat. 28:16-20)
Maka kata Yesus kepada mereka: “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.” (Mat. 28:10)
Yesuspun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu. (Mat. 4:23)
“Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” — yang berarti: Allah menyertai kita. (Mat. 1:23)
namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku. (Gal. 2:20)
PENGGALIAN ALKITAB
- Formula Tritunggal dalam Amanat Agung. Dalam bahasa Yunani, kata nama dalam ayat 19 menggunakan bentuk tunggal. Jadi, tersirat adanya kesatuan antara Bapa, anak, dan Roh Kudus.
Banyak serangan iman yang menyatakan bahwa Tritunggal bukanlah ajaran Alkitab. Memang kata Tritunggal tidak ada dalam Alkitab, tetapi Alkitab berulang kali menyatakan konsep ini (mis. Rm. 8:11; 1Kor. 12:4-6; 2Kor. 13:14; Gal. 4:6; Ef. 4:4-6; 2Tes. 2:13). Kemudian, formula baptisan yang benar juga sebaiknya ‘dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus.’ Ada sebagian gereja yang tidak memakai formula ini (misalnya, hanya mencantumkan ‘Tuhan Yesus’) dan ini tidak selaras dengan apa yang diajarkan Alkitab.
- Pernyataan Tuhan Yesus bahwa Dia menerima segala kuasa (ay. 18) terkait dengan penggenapan nubuat pemberian kuasa dan kemuliaan pada Anak Manusia dalam Daniel 7:13-14. Tidak ada kuasa lain yang melebihi kuasa yang dimiliki Kristus, yang sering menyatakan diri-Nya sebagai Anak Manusia (mis. Mat. 10:23; 16:28). Kemudian, bandingkan juga frasa ‘segala bangsa’ yang ada dalam Daniel 7:14 dengan Matius 28:19. Hal ini menegaskan keilahian Kristus karena di dalam Perjanjian Lama hanya Allah yang memiliki kuasa seperti ini.
Banyak orang yang enggan, takut-takut, atau bahkan malu untuk mengabarkan Injil. Padahal, perintah ini merupakan kehendak Kristus, yang telah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita. Selain itu, segala kuasa yang dimiliki-Nya hendaknya menguatkan kita untuk tidak ragu menghadapi segala tantangan.
- Dalam ayat 19-20 terdapat empat perintah dalam bahasa Indonesia: pergilah… jadikanlah (murid)… baptislah… dan ajarlah…. Namun dalam bahasa Yunaninya, yang berbentuk kata kerja adalah muridkanlah, sementara ketiga kata lainnya berbentuk partisip. Konstruksi seperti ini menunjukkan bahwa inti dari perintah Tuhan Yesus dalam ayat tersebut sebenarnya adalah untuk memuridkan. Ketiga perintah lain mengikuti:
- Pergilah… Kita harus pergi memberitakan Injil.
- Baptislah… Pembaptisan merupakan tanda lahiriah dari pengakuan iman dan masuknya seseorang ke komunitas orang percaya.
- Ajarlah… Pengajaran adalah hal utama untuk dilakukan dalam pemuridan. Tidak hanya diajar secara doktrinal (pengetahuan), tetapi juga diajar untuk taat.
Apakah gereja/lembaga misi kita telah menyadari pentingnya pemuridan? Bukan sekadar ikut-ikutan menjalankan program pemuridan, tetapi menanamkan orang-orang di dalam pengetahuan dan relasi yang benar dengan Kristus terus menerus. Tanpa itu, orang bisa terjebak dalam hal-hal lahiriah (‘Kristen KTP’). Inilah yang kelak membuat kekristenan di wilayah tertentu merosot.
- Frasa ‘semua bangsa’ menunjukkan bahwa lingkup misi yang dikehendaki Tuhan adalah universal, tidak terbatas pada orang tertentu. Ini selaras dengan ‘segala kuasa’ yang menyertainya. Misi Tuhan Yesus selama di dunia memang diprioritaskan untuk Israel (bnd. Mat. 10:5-6, 23; 15:24). Tetapi setelah kebangkitan-Nya, misi gereja harus melingkupi segala bangsa (bnd. Mat. 25:32).
Apakah gereja dan diri kita sendiri memiliki kerinduan untuk menjangkau seperti ini? Jangan sampai kita membeda-bedakan orang berdasar latar belakang mereka dan malah membuat batu sandungan bagi Injil. Apalagi, menghakimi bahwa seseorang tidak layak atau tidak mungkin menerima Injil. Jangan sampai ada lagi orang seperti Mahatma Gandhi, tokoh yang sangat mengagumi Yesus, tetapi kemudian kecewa dengan gereja karena diskriminasi yang dilakukan oleh orang-orang Kristen kulit putih pada masa itu.