Servant Leadership (Luk. 22:24-30)
Photo by Markus Spiske on Unsplash

Servant Leadership (Luk. 22:24-30)

Print Friendly, PDF & Email

Ketika mendengar kata pemimpin, yang pertama kali muncul dalam pikiran kita mungkin adalah orang yang disegani, memiliki kuasa, anak buahnya banyak, dan sebagainya. Robert K. Greenleaf (1970), seorang ahli manajemen, mengatakan hal yang sebaliknya. Seorang pemimpin justru orang yang melayani orang-orang yang dipimpinnya. Istilah kerennya, servant leader (pemimpin yang melayani). Pemimpin yang memikirkan bagaimana bawahannya itu bisa lebih sehat, berkembang, dan sebagainya.

Source: linkedin.com

Karena berdampak positif, teorinya ini pun dipakai oleh berbagai perusahaan ternama di dunia sampai sekarang. Bahkan, muncul pula pengembangan-pengembangan dari teori aslinya.

Tetapi tahukah Anda bahwa teori Greenleaf ini sebenarnya bukan barang baru. Tuhan Yesus telah mengajarkannya pada para murid.

Ketika itu, Tuhan Yesus sedang dalam masa-masa terakhir pelayanan-Nya di bumi. Malam sebelum disalib, Tuhan Yesus mengajak para murid untuk makan perjamuan Paskah, layaknya orang Yahudi. Tuhan Yesus berkata bahwa sebentar lagi Dia akan menderita (ay. 15) dan ada salah seorang dari para murid yang akan mengkhianati-Nya (ay. 21). Mereka pun heboh, siapa yang akan menjadi pengkhianat itu.

Tetapi hanya beberapa saat setelah itu, perdebatan mereka berganti topik. Mereka justru mempertengkarkan siapa yang dapat dianggap sebagai yang terbesar di antara mereka (ay. 24). Pertengkaran yang sangat tidak pantas dilakukan di waktu seperti itu.

Murid-murid rupanya salah mengerti tentang makna ‘siapa yang terbesar.’ Mereka terpengaruh dengan budaya sekitar di romawi, yang para petingginya berlomba-lomba memikat hati rakyat untuk mendapat sanjungan dan kehormatan.

Tuhan Yesus pun menghardik mereka karena larut dalam pola pikir orang-orang yang tidak mengenal Allah itu. Sebaliknya, Dia menunjukkan prinsip kepemimpinan yang benar, yaitu siapa yang mau menjadi yang terbesar, justru harus menjadi pelayan (ay. 27).

Bukankah ini yang ditunjukkan oleh Tuhan Yesus selama masa pelayanan-Nya? Sebagai Hamba yang taat, Dia rela meninggalkan surga dan menlayani manusia berdosa hingga titik darah penghabisan (Mat. 20:28; bnd. pengosongan diri dalam Flp. 2:6-11).

Jadi ketika kita dipercaya untuk memegang suatu tanggung jawab kepemimpinan, marilah kita pertama-tama menyadari bahwa kita dipanggil untuk melayani, bukan menguasai. Peka terhadap kebutuhan orang-orang di bawah kita, anak-anak, atau teman-teman yang Tuhan tempatkan di sekitar kita.

Bagaimana kita dapat menjadi penyalur berkat Tuhan bagi mereka? Bagaimana mereka dapat mengenal Kristus atau bertumbuh secara rohani? Alih-alih membuat mereka bergantung pada kita, seperti yang umum dilakukan ‘pelindung-pelindung’ zaman romawi (ay. 25), kita justru memberi ruang bagi mereka untuk bertumbuh dan nantinya menjadi pemimpin yang melayani juga.

Pusat pada Kristus dan keteladanan-Nya inilah yang membuat kita seharusnya mampu menerapkan konsep servant leadership ini lebih dalam dan bermakna dari mereka yang sekadar belajar dari teori manajemen.

Menjadi pemimpin yang melayani tidak mudah. Perlu banyak penyangkalan diri. Semakin kita ‘naik posisinya,’ Tuhan menuntut kita untuk semakin berkorban melayani lebih banyak orang. Tetapi jangan khawatir. Siapa yang mau turut melayani seperti Yesus, mereka akan ikut dalam kebahagiaan ketika Dia bertakhta di surga kelak (ay. 28-30). Tidak ada godaan atau penderitaan yang mampu menggoyahkan kita. Amin.

REFERENSI AYAT ALKITAB

24 Terjadilah juga pertengkaran di antara murid-murid Yesus, siapakah yang dapat dianggap terbesar di antara mereka.  25 Yesus berkata kepada mereka: ”Raja-raja bangsa-bangsa memerintah rakyat mereka dan orang-orang yang menjalankan kuasa atas mereka disebut pelindung-pelindung.  26 Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan.  27 Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan. 28 Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami. 29 Dan Aku menentukan hak-hak Kerajaan bagi kamu, sama seperti Bapa-Ku menentukannya bagi-Ku, 30 bahwa kamu akan makan dan minum semeja dengan Aku di dalam Kerajaan-Ku dan kamu akan duduk di atas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. (Luk. 22:24-30)

  Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan,

                dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan,

              yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut

                dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak,

              sekalipun ia menanggung dosa banyak orang

                dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak. (Yes. 53:12)

sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mat. 20:28)

REFLEKSI

Krisis terbesar di dunia sekarang ini adalah krisis kepemimpinan, dan krisis kepemimpinan terbesar adalah krisis karakter (Howard G. Hendricks)

PERTANYAAN DISKUSI

  1. Apa saja perbedaan antara konsep kepemimpinan yang melayani seperti yang diajarkan oleh Kristus dengan konsep kepemimpinan yang umum dipahami orang-orang di luar Kristus?
  2. Apakah ada hal yang harus diperbaiki dalam kepemimpinan Anda sehari-hari, baik di keluarga, gereja, tempat kerja, atau masyarakat? Apa ajaran/teladan Kristus yang masih belum Anda lakukan sepenuhnya?

PENGGALIAN

Baca: Tafsiran Lukas 22:24-38 (Percakapan Waktu Perjamuan Malam)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply