Suatu kali, seorang anggota pengurus gereja bertanya kepada saya, apakah lagu berikut ini bisa dijadikan untuk mengiring Perjamuan Kudus? Rupanya, liriknya dirasa kurang pas karena menggambarkan kita sebagai roti dan anggur, elemen yang biasa ada di Perjamuan Kudus.
Maukah Kau Jadi Roti?
Maukah kau jadi roti yang terpecah bagi-Ku
Maukah kau jadi anggur yang tercurah bagiku
Maukah kau jadi saksi memb’ritakan injil-Ku
Melayani mengasihi lebih sungguh
Aku mau jadi roti yang terpecah bagi-Mu
Aku mau jadi anggur yang tercurah bagi-Mu
Aku mau jadi saksi memb’ritakan injil-Mu
Melayani mengasihi lebih sungguh
Untuk menguraikan dengan lebih jelas, saya membaginya menjadi dua pertanyaan.
Pertanyaan 1: Apakah kita (Gereja/orang percaya) juga dapat digambarkan sebagai roti dan anggur, sebagaimana tubuh dan darah Kristus dalam Perjamuan Kudus?
Perjamuan Kudus dinyatakan dalam Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:15-20; 1Kor. 11:23-26. Di dalamnya, ada roti dan anggur yang secara visual menggambarkan Kristus sebagai kurban penebusan:
- Roti yang dipecahkan melambangkan tubuh Kristus, yang dirusak waktu penyaliban (Luk. 23:33; Yoh. 19:1, 2).
- Anggur yang dicurahkan melambangkan darah Kristus, yang dicurahkan waktu penyaliban (Mat. 26:28).
Kemudian, kita harus memahami bahwa di dalam Alkitab ada tiga tubuh Kristus:
1) Tubuh jasmani Kristus (yang mati dalam Kol. 1:22 dan yang dimuliakan dalam Flp. 3:21).
2) Tubuh Kristus dalam Perjamuan Kudus (1Kor. 10:16-17).
3) Tubuh Kristus dalam Gereja (1Kor. 12:27).
Orang-orang percaya yang berbagian di dalam Perjamuan Kudus dipersatukan secara mistis (rohani) dengan tubuh Kristus (Rm. 6:1–11; 1Kor. 10:16; Gal. 2:20; Flp. 3:10). Dengan begitu, gambaran tubuh kita sebagai roti dan darah kita sebagai anggur tidak serta merta keliru.
Tetapi ingat, simbolisme ini sifatnya sekunder. Maksudnya, tidak secara langsung dinyatakan dalam Alkitab. Tetapi melalui penalaran bahwa kita dipersatukan sebagai tubuh Kristus. Dalam Perjaman Kudus, tubuh Kristus dilambangkan sebagai roti dan anggur. Jadi, gambaran roti dan anggur pun sebenarnya bisa disematkan pada kita.
Setelah memahami ini, kita masuk ke pertanyaan selanjutnya.
Pertanyaan 2: Apakah lirik lagu pujian “Aku mau jadi roti yang terpecah bagi-Mu, aku mau jadi anggur yang tercurah bagi-Mu” bisa dinyanyikan sebagai pengantar Perjamuan Kudus?
Secara teologis, selain kita menerima penebusan, pengurbanan Kristus sebagai kepala Gereja dalam Perjamuan Kudus juga menyiratkan tuntutan pengurbanan anggota tubuh-Nya di dunia ini. Paulus menyatakannya sebagai persekutuan dalam penderitaan Kristus (Flp. 3:10). Mati bagi dunia, hidup bagi Allah, menjadi saksi, dan sebagainya.
Jadi, kalau lirik lagu ini dimaknai dengan tepat, tidak masalah. Yang tidak boleh misalnya memahami bahwa tubuh dan darah kita sendiri dapat dikurbankan untuk membasuh dosa.
Namun perlu diingat, fokus di dalam Perjamuan Kudus adalah pengurbanan tubuh dan darah Kristus yang membasuh dosa kita. Jadi sebaiknya lagu pujiannya juga dipilih yang mendukung pemahaman ini.
Lirik lagu di atas jika dijadikan sebagai pengiring Perjamuan Kudus bisa mengalihkan fokus dari pengurbanan Kristus. Apalagi, liriknya bukan diambil dari gambaran langsung yang dinyatakan dalam Alkitab. Kalau dinyanyikan sebagai pengiring Perjamuan Kudus bisa membingungkan jemaat.
Kita bisa bisa melihatnya sebagai permainan kata-kata yang indah. Ini umum dilakukan dalam karya sastra, termasuk puisi dan lirik lagu Kristen. Jadi lagu tadi lebih tepat dinyanyikan sebagai lagu respons saja, atau dinyanyikan dalam bagian liturgi lain.