iman – STUDIBIBLIKA.ID http://studibiblika.id Informasi Seputar Alkitab dan Dunia Pelayanan Kristen Wed, 22 Apr 2020 08:08:04 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=5.3.3 https://i1.wp.com/studibiblika.id/wp-content/uploads/2019/08/cropped-icon_512.png?fit=32%2C32 iman – STUDIBIBLIKA.ID http://studibiblika.id 32 32 163375744 Doa, Iman dan Mukjizat (Mat. 21:18-22) http://studibiblika.id/2020/04/22/iman-doa-dan-mukjizat-mat-2118-22/ http://studibiblika.id/2020/04/22/iman-doa-dan-mukjizat-mat-2118-22/#respond Wed, 22 Apr 2020 00:58:46 +0000 http://studibiblika.id/?p=847

18 Pada pagi-pagi hari dalam perjalanan-Nya kembali ke kota, Yesus merasa lapar. 19 Dekat jalan Ia melihat pohon ara lalu pergi ke situ, tetapi Ia tidak mendapat apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja. Kata-Nya kepada pohon itu: “Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya!” Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu. 20 Melihat kejadian itu tercenganglah murid-murid-Nya, lalu berkata: “Bagaimana mungkin pohon ara itu sekonyong-konyong menjadi kering?” 21 Yesus menjawab mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu, tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! hal itu akan terjadi. 22 Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.” (Mat. 21:18-22)

Kisah Tuhan Yesus mengutuk pohon ara ini sering membuat bingung. Sebagian orang yang menolak ketuhanan Yesus berkata, mana mungkin Tuhan bisa bertindak emosional dan mengutuk pohon ara hanya karena lapar dan tidak menemukan buah di pohon itu? Di lain pihak, sebagian orang Kristen juga sulit menemukan makna rohani dari kisah ini. Oleh sebab itu, mari kita cermati kisah ini baik-baik.

Kisah ini sebenarnya berfokus pada makna simbolis Tuhan Yesus di balik tindakan-Nya. Dia menunjukkan bahwa kegiatan keagamaan dalam Bait Suci (dan bangsa Israel umumnya) mirip seperti pohon ara itu. Lebat daunnya, tetapi tidak ada buahnya. Bangsa Israel hanya tampak religius di luar, namun tidak memiliki relasi yang benar dengan Allah. Itulah yang membuat Allah kecewa (baca Hos. 9:10-17) dan ditunjukkan dengan Tuhan Yesus yang menyucikan Bait Suci (Mat. 21:12-13) dan mengutuk pohon ara.

Namun ada satu pelajaran lagi yang bisa kita dapat dari kisah ini. Ketika murid-murid heran melihat pohon ara itu bisa mati seketika, Tuhan Yesus memakai kesempatan ini untuk mengajarkan hal yang penting tentang iman. Jika kita tidak mencermati perkataan Tuhan Yesus baik-baik, kita dapat mengartikan bahwa dengan iman yang besar, maka mukjizat akan terjadi. Padahal bukan itu maksud-Nya. Tuhan Yesus pernah mengucapkan hal yang mirip dalam Mat. 17:20. Di situ, Tuhan Yesus justru mengatakan bahwa iman sebesar biji sesawi saja sudah cukup untuk membuat sebuah gunung pindah ke laut. Artinya apa? Mukjizat terjadi bukan bergantung pada besarnya iman kita, tetapi bergantung pada kuasa Allah yang besar.

Jadi, janji Tuhan bahwa “apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya” (ay. 22) bukan berarti kita akan selalu menerima apa yang kita doakan. Tetapi, apakah yang kita doakan itu lahir dari iman yang benar? Doa yang lahir dari iman yang benar selaras dengan kehendak Tuhan dalam Alkitab, itulah yang membuatnya digenapi.

Ketika berusia 17 tahun, Joni Eareckson Tada mengalami musibah yang mengakibatkan badannya lumpuh total. Dia mengalami depresi. Bahkan, dia juga kecewa pada Tuhan karena walaupun sudah berdoa dan beriman sungguh-sungguh supaya bisa berjalan lagi, tetapi mukjizat itu tidak terjadi.

sumber gambar: www.goodreads.com

Beberapa temannya terus mendoakannya dan mulai mendorong dia untuk membaca Alkitab. Singkat cerita, semangatnya pun bangkit. Dia belajar melukis menggunakan mulutnya dan menulis buku dengan bantuan program pengenal suara. Ternyata, Tuhan memberkati usahanya itu. Kini, sudah lebih dari 40 judul buku yang dia tulis. Dia juga menjadi motivator Kristen yang efektif bagi orang-orang dengan keterbatasan fisik, suatu hal yang sulit dia lakukan tanpa mengalami hal yang sama dengan mereka. Akhirnya dia bisa memahami rencana Tuhan di balik musibah itu.

Kiranya kisah Tada ini mendorong kita untuk bertumbuh menjadi pendoa yang semakin setia dan dewasa dalam iman, sehingga hal-hal besar terjadi dalam kehidupan kita. Jangan pernah menyepelekan doa, karena ada kuasa Tuhan yang besar bekerja di baliknya (Yak. 5:16b). Tetapi, jangan juga berdoa dengan sembrono sehingga kita malah mencobai Tuhan (Yak. 4:2b-3). Perhatikanlah isi doa kita, apakah hanya menuruti hawa nafsu atau memang selaras dengan janji Tuhan yang dinyatakan dalam Alkitab. Amin.

Ayat-Ayat Pendukung

10 Seperti buah-buah anggur di padang gurun Aku mendapati Israel dahulu; seperti buah sulung sebagai hasil pertama pohon ara Aku melihat nenek moyangmu. Tetapi mereka itu telah pergi kepada Baal-Peor dan telah membaktikan diri kepada dewa keaiban, sehingga mereka menjadi kejijikan sama seperti apa yang mereka cintai itu. 11 Kemuliaan Efraim terbang seperti burung: tiada yang melahirkan, yang hamil dan yang mengandung! 12 Sekalipun mereka membesarkan anak-anaknya, Aku akan membuat mereka bulus, sehingga tidak ada manusia lagi. Sungguh, celakalah juga mereka pada waktu Aku menjauh dari pada mereka! 13 Efraim, seperti yang Aku lihat, telah membuat anak-anaknya menjadi binatang perburuan; Efraim terpaksa menyerahkan anak-anaknya kepada si pembunuh. 14 Berilah kepada mereka, ya TUHAN  —  apakah yang hendak Kauberi? Berilah kepada mereka kandungan yang mandul dan buah dada yang kering. 15 Segala kejahatan mereka terjadi di Gilgal, sungguh, di sana Aku mulai membenci mereka. Oleh karena jahatnya perbuatan-perbuatan mereka Aku akan menghalau mereka dari rumah-Ku. Aku tidak akan mengasihi mereka lagi, semua pemuka mereka adalah pemberontak. 16 Efraim telah dipukul, akarnya telah menjadi kering, mereka tidak akan menghasilkan buah. Bahkan sekalipun mereka melahirkan anak, Aku akan mematikan buah kandungannya yang berharga. 17 Allahku akan membuang mereka, sebab mereka tidak mendengarkan Dia, maka mereka akan mengembara di antara bangsa-bangsa. (Hos. 9:10-17)

Ia berkata kepada mereka: “Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana,  —  maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu. (Mat. 17:20)

2b Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. 3 Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu. (Yak. 4:2b-3)

Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. (Yak. 5:16b)

]]>
http://studibiblika.id/2020/04/22/iman-doa-dan-mukjizat-mat-2118-22/feed/ 0 847
Lihatlah dengan Iman! (2Raj. 6:8-23) http://studibiblika.id/2020/02/15/lihatlah-dengan-iman-2raj-6-18-23/ http://studibiblika.id/2020/02/15/lihatlah-dengan-iman-2raj-6-18-23/#respond Sat, 15 Feb 2020 11:54:28 +0000 http://studibiblika.id/?p=665

8 Raja negeri Aram sedang berperang melawan Israel. Ia berunding dengan pegawai-pegawainya, lalu katanya: “Ke tempat ini dan itu haruslah kamu turun menghadang.” 9 Tetapi abdi Allah menyuruh orang kepada raja Israel mengatakan: “Awas, jangan lewat dari tempat itu, sebab orang Aram sudah turun menghadang ke sana.” 10 Sebab itu raja Israel menyuruh orang-orang ke tempat yang disebutkan abdi Allah kepadanya. Demikianlah Elisa memperingatkan kepadanya, supaya berawas-awas di sana, bukan sekali dua kali saja. 11 Lalu mengamuklah hati raja Aram tentang hal itu, maka dipanggilnyalah pegawai-pegawainya, katanya kepada mereka: “Tidakkah dapat kamu memberitahukan kepadaku siapa dari kita memihak kepada raja Israel?” 12 Tetapi berkatalah salah seorang pegawainya: “Tidak tuanku raja, melainkan Elisa, nabi yang di Israel, dialah yang memberitahukan kepada raja Israel tentang perkataan yang diucapkan oleh tuanku di kamar tidurmu.” 13 Berkatalah raja: “Pergilah melihat, di mana dia, supaya aku menyuruh orang menangkap dia.” Lalu diberitahukanlah kepadanya: “Dia ada di Dotan.” 14 Maka dikirimnyalah ke sana kuda serta kereta dan tentara yang besar. Sampailah mereka pada waktu malam, lalu mengepung kota itu.

15 Ketika pelayan abdi Allah bangun pagi-pagi dan pergi ke luar, maka tampaklah suatu tentara dengan kuda dan kereta ada di sekeliling kota itu. Lalu berkatalah bujangnya itu kepadanya: “Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?” 16 Jawabnya: “Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka.” 17 Lalu berdoalah Elisa: “Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.” Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa. 18 Ketika orang-orang Aram itu turun mendatangi dia, berdoalah Elisa kepada TUHAN: “Butakanlah kiranya mata orang-orang ini.” Maka dibutakan-Nyalah mata mereka, sesuai dengan doa Elisa.

19 Kemudian berkatalah Elisa kepada mereka: “Bukan ini jalannya dan bukan ini kotanya. Ikutlah aku, maka aku akan mengantarkan kamu kepada orang yang kamu cari.” Lalu diantarkannya mereka ke Samaria. 20 Segera sesudah mereka sampai ke Samaria berkatalah Elisa: “Ya TUHAN, bukalah mata orang-orang ini, supaya mereka melihat.” Lalu TUHAN membuka mata mereka, sehingga mereka melihat, dan heran, mereka ada di tengah-tengah Samaria. 21 Lalu bertanyalah raja Israel kepada Elisa, tatkala melihat mereka: “Kubunuhkah mereka, bapak?” 22 Tetapi jawabnya: “Jangan! Biasakah kaubunuh yang kautawan dengan pedangmu dan dengan panahmu? Tetapi hidangkanlah makanan dan minuman di depan mereka, supaya mereka makan dan minum, lalu pulang kepada tuan mereka.” 23 Disediakannyalah bagi mereka jamuan yang besar, maka makan dan minumlah mereka. Sesudah itu dibiarkannyalah mereka pulang kepada tuan mereka. Sejak itu tidak ada lagi gerombolan-gerombolan Aram memasuki negeri Israel.

Ketika Permasalahan Hidup Melanda

Pernahkah kita membayangkan, seberat apa beban hidup yang bisa dialami oleh manusia? Di salah satu media online kemarin (14/02/2020) diberitakan seorang sopir angkot di Padang yang bunuh diri. Dia nekat menggantung dirinya karena tidak tahan diteror oleh penagih utang. Rupanya, dia terjebak utang di pinjaman online. Jumlah pastinya tidak disebutkan dalam berita itu. Tetapi yang jelas, jumlah itu bagi dia teramat besar sehingga dia berpikir tidak mungkin bisa melunasinya.

Saya tidak akan membahas mengenai pinjam-meminjam di sini. Tetapi, saya akan mengajak kita untuk berpikir tentang permasalahan hidup. Rupanya, permasalahan hidup bisa begitu besar sampai banyak orang  merasa tidak sanggup lagi menanggungnya. Mereka berpikir, tidak mungkin ada jalan keluar. Mustahil. Akhirnya, mereka nekat mengambil jalan pintas.

Pernahkah kita berada di posisi seperti ini? Menghadapi permasalahan hidup yang begitu besar. Apa yang harus kita lakukan pada masa-masa seperti itu?

Kita akan belajar dari kisah Elisa ketika dikepung oleh tentara Aram dalam 2Raj. 6:8-23.

Elisa Dikepung oleh Pasukan Tentara Aram

Waktu itu, Aram sedang bermusuhan dengan Israel. Di dalam ay. 1-7 diceritakan bahwa tentara Aram selalu diperdaya oleh tentara Israel. Setiap kali tentara Aram mengubah posisi penyergapannya, tentara Israel tidak lewat situ. Begitu terus yang terjadi.

Lama-lama, raja Aram pun curiga. Pasti ada yang membocorkan rencana penyergapan mereka. Jangan-jangan, ada pengkhianat di antara pasukannya. Ketika raja Aram menanyai pegawai-pegawainya, salah seorang di antara mereka berkata bahwa bukan pengkhianat yang membocorkan rahasia itu, tetapi Elisa, seorang nabi di Israel.

Raja Aram pun sangat murka. Dia lalu memerintahkan sepasukan tentara yang sangat besar jumlahnya beserta kuda dan keretanya, untuk mengepung Dotan. Elisa dan pelayannya tinggal di situ. Pasukan ini lalu pergi malam-malam untuk mengepung kota itu. Karena jumlahnya sangat banyak, tidak ada celah yang bisa digunakan Elisa untuk meloloskan diri dari kepungan mereka.

Ketika bangun pagi-pagi, pelayan Elisa kaget sekali melihat ada banyak sekali tentara mengepung mereka. “Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?,” teriaknya. Dalam kalkulasi banyak orang, Elisa sudah tamat riwayatnya. Tidak ada kemungkinan untuk meloloskan diri.

Namun apakah Elisa panik? Ternyata tidak. Sebagai seorang nabi Tuhan, dia tahu betul apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Perubahan Terjadi Ketika Elisa Berdoa Pada Tuhan

Perhatikan perkataan Elisa kepada pelayannya itu. “Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka” (ay. 16). Saya bayangkan, pelayan itu pasti bingung. Mereka cuma berdua. Dari mana Elisa bisa bilang kalau jumlah yang menyertai mereka lebih banyak?

Kemudian Elisa berdoa, “Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat” (ay. 17). Setelah Elisa berdoa, pelayan itu tiba-tiba melihat gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi. Siapa mereka? Malaikat Tuhan. Raja Aram mengirim banyak sekali pasukan manusia. Tetapi, tanpa pelayan Elisa tahu, di situ juga Tuhan menempatkan jauh lebih banyak pasukan malaikat. Seandainya saja kedua pasukan itu bertempur, dengan mudah kita tahu siapa yang akan menjadi pemenangnya.

Saya kembali bayangkan, ketika pelayan Elisa itu melihat banyaknya pasukan malaikat Tuhan, detik itu pula ketakutannya hilang. Rupanya, inilah rahasia Elisa. Dia bisa terlihat tenang karena tahu bahwa pada saat itu Tuhan menjaganya dengan pasukan malaikat yang tidak kelihatan. Apa yang dilakukan Elisa ini sesuai dengan mazmur Daud, yang mengatakan: “Sekalipun tentara berkemah mengepung aku, tidak takut hatiku; sekalipun timbul peperangan melawan aku, dalam hal itupun aku tetap percaya” (Mzm. 27:3). Jika kita tahu bahwa Tuhan ada di pihak kita, apa yang bisa membuat kita takut?

Doa Membuat Kita Mampu Melihat dengan Iman

Kisah ini mengingatkan kepada kita tentang apa yang harus kita lakukan pada saat permasalahan hidup melanda. Utang banyak. Sakit kronis. PHK. Terjepit dengan kebutuhan rumah tangga. Walaupun bukan berbentuk pasukan tentara, tetapi ada banyak hal dalam hidup ini yang bisa mengepung kita. Ada banyak masalah yang bisa menekan kita sehingga sangat sulit bagi kita untuk melihat jalan keluarnya. Jika itu terjadi dalam kehidupan kita, jangan putus asa.

Photo by Dustin Belt on Unsplash

Ketika semua orang lain di dunia berkata, “Sudah habis harapanku,” maka orang Kristen selalu memiliki satu senjata yang sangat ampuh. Apa itu? Doa.

Dulu ada acara kuis di televisi yang sangat terkenal, “Who Wants to be a Millionaire.” Peserta akan diberi pertanyaan yang kesusahannya semakin meningkat. Jika tidak mengetahui jawabannya, ada beberapa pilihan bantuan. Salah satunya, peserta boleh menelepon orang yang dia kenal untuk menanyakan jawabannya. Ini disebut dengan “Phone a Friend.” Namun tidak jarang, orang yang ditelepon juga tidak bisa menjawabnya.

Doa juga bisa digambarkan seperti itu. Tetapi bukannya menelepon seorang teman yang bisa saja gagal dalam memberi solusi, kita menelepon Allah, satu-satunya sumber pertolongan manusia yang tidak pernah gagal. Dengan doa, kita akan mampu melihat sekitar kita bukan dengan mata jasmani, tetapi dengan iman. Masalah yang tadinya sangat menekan kita, setelah merasakan kebesaran Tuhan dalam doa, maka perlahan masalah tersebut akan terasa kecil.

Tetapi ingat, doa tidak selalu menyebabkan masalah hilang tiba-tiba. Seperti Elisa yang tetap menghadapi pasukan tentara Aram, kita pun mungkin masih akan menghadapi masalah yang sama besarnya setelah berdoa. Bedanya, seperti juga pelayan Elisa tadi, doa membuat kita bisa merasakan bahwa penyertaan Tuhan jauh lebih besar dibanding masalah yang ada.

Di dunia modern sekarang ini, kita terbiasa didorong untuk bertindak rasional. Itu jugalah yang membuat kita cenderung mengabaikan doa dalam menghadapi permasalahan hidup. Tetapi kita mungkin tidak menyadari, justru semakin rasional kita dan semakin banyak pengetahuan kita, bisa-bisa kita malah akan lebih mudah putus asa. Mengapa? Karena kita menjadi tahu, tidak ada kemungkinan untuk lepas dari permasalahan tersebut.

Tanpa doa, apakah masalah bisa selesai? Bisa saja. Tetapi, walaupun secara jasmani masalah selesai, kita tidak menjadi lebih dewasa rohani. Kita juga tidak lebih mengenal Tuhan. Padahal, itu semua adalah berkat yang lebih besar dibanding sekadar selesainya masalah kita.

Kemudian, jika kita tidak terbiasa bersandar pada doa, maka suatu saat ketika masalah yang kita alami sangat berat, maka kita bisa benar-benar habis akal. Tidak tahu lagi harus berbuat apa. Tidak ada lagi orang yang bisa dimintai bantuan. Celakanya, karena tidak terbiasa berdoa maka kita juga tidak tahu bahwa sebenarnya masih ada bantuan lain yang lebih ampuh, yaitu pertolongan Tuhan. Inilah yang menyebabkan banyak orang mengambil jalan pintas, yang membuat masalah bertambah ruwet.

Jangan Meremehkan Doa Karena Ada Allah yang Bekerja di Baliknya

Jadi, sebagai anak Tuhan, jangan pernah meremehkan doa. Bayangkan seandainya Elisa hanya melihat situasi sekitar dengan mata jasmaninya. Apa yang akan terjadi? Dia pasti akan ketakutan seperti pelayannya. Tetapi sebagai nabi Tuhan, Elisa terbiasa untuk melihat segala sesuatunya dengan iman. Dia tahu bahwa untuk menghadapi situasi-situasi yang sulit, dia bisa bersandar pada Allah yang mahakuasa.

Kemahakuasaan Allah sangat terlihat dalam bagian ini. Allah memampukan Elisa untuk memberikan nasihat yang tepat kepada raja Israel sehingga terhindar dari jebakan raja Aram. Padahal, rencana-rencana itu disusun dengan sangat rahasia, di kamar tidur raja Aram (ay. 12). Kemudian, tanpa pasukan malaikat turun tangan pun, Allah  bisa langsung membuat pasukan tentara Aram itu bertekuk lutut. Mereka semua dibuat buta matanya. Benar-benar Allah mampu membalikkan keadaan anak-anak-Nya.

Begitu pentingnya Allah dalam kisah ini, sampai-sampai seorang penafsir yang mengatakan bahwa Allah begitu menonjol dan berkuasa dalam cerita ini, sehingga hanya Elisa yang disebut namanya (bahkan beberapa kali disebut sebagai “abdi Allah”). Raja Israel, raja Aram, dan pelayan Elisa tidak disebutkan namanya.

Ketika kita meremehkan doa, sebenarnya kita juga meremehkan Allah. Doa kelihatannya sepele. Sepintas lalu juga terlihat pasif. Sepertinya ketika berdoa, kita tidak melakukan apa-apa. Padahal, dengan doa, kita sedang melakukan usaha yang luar biasa besar karena kita meminta pertolongan kepada Pencipta alam semesta ini.

sumber gambar: spurgeongems.org

Salah seorang tokoh Kristen yang bernama Charles Spurgeon (1834-1892) pernah berkata, “Doa adalah saraf ramping yang menggerakkan otot-otot yang mahakuasa.” Saraf itu rapuh sekali. Tetapi  bisa menggerakkan otot-otot. Doa, menurut Spurgeon, juga seperti itu. Walaupun kita lemah dan sudah tidak mempunyai daya apa-apa lagi, tetapi dengan doa, kita mendapatkan bantuan dari Yang Mahakuasa. Bukan berarti kita bisa memerintah Tuhan. Tetapi, Tuhan sendiri yang akan bekerja untuk menopang kita.

Tuhan Pasti Memberikan Penyertaan Pada Anak-Anak-Nya

Jika kita melihat keberadaan hidup kita dengan iman, maka kita akan tahu sebenarnya tidak ada permasalahan yang terlalu besar. Tidak ada jalan buntu bagi anak-anak Tuhan. Mengapa? Karena bukan kita yang berusaha memecahkan permasalahan tersebut. Tetapi, Tuhan sendiri yang akan bertindak bagi kita!

Marilah kita ingat selalu pesan ini. Doa sebenarnya sangat mudah untuk kita lakukan. Cukup menutup mata, berkata-kata dengan Tuhan. Kita bisa mengungkapkan seluruh isi hati kita kepada-Nya. Jangan diabaikan, karena dengan cara inilah, Roh Kudus akan membukakan iman kita sehingga kita bisa melihat permasalahan kita dengan sudut pandang yang benar.

Tuhan Yesus pernah berjanji, “Dan ingatlah Aku akan selalu menyertai kalian sampai akhir zaman” (Mat. 28:20b). Janji-Nya ini pasti akan Dia genapi. Dia sudah mengalahkan masalah terbesar kita, yaitu maut. Oleh sebab itu, Dia juga pasti mampu menyertai kita di tengah segala masalah yang ada di dunia ini.

“Ketika permasalahan hidup melanda, berdoalah supaya kita dapat melihat penyertaan Tuhan yang tak terbatas”

]]>
http://studibiblika.id/2020/02/15/lihatlah-dengan-iman-2raj-6-18-23/feed/ 0 665
Tuhanlah Penjagaku (Mzm. 121) http://studibiblika.id/2019/10/31/khotbah-mzm-121-tuhanlah-penjagaku/ http://studibiblika.id/2019/10/31/khotbah-mzm-121-tuhanlah-penjagaku/#respond Thu, 31 Oct 2019 15:52:25 +0000 http://studibiblika.id/?p=423

1 Nyanyian ziarah. Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku?
2 Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi.
3 Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap.
4 Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel.
5 Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu.
6 Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam.
7 TUHAN akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu.
8 TUHAN akan menjaga keluar masukmu, dari sekarang sampai selama-lamanya.

(Mazmur 121)

Pendahuluan

Alkitab seringkali menggambarkan kehidupan kita sebagai seorang Kristen

Sumber: tokopedia.com

merupakan sebuah ziarah menuju surga. Di dalam surat Ibrani, dituliskan bahwa kita adalah “orang asing dan pendatang di bumi ini” yang merindukan “tanah air surgawi” (Ibr. 11:13-16). Namanya perjalanan, selain kesenangan-kesenangan, pasti kita juga akan menghadapi rintangan dan cobaan. Ini juga yang menjadi inspirasi seorang penginjil yang bernama John Bunyan melalui sebuah bukunya yang sangat terkenal, Pilgrim’s Progress (Perjalanan Musafir).

Namun walaupun kita tahu bahwa kita diciptakan Tuhan dan nantinya akan kembali kepada Tuhan, kita masih harus menghadapi segala persoalan di dunia ini. Kita juga harus menghadapi masa depan yang masih berupa misteri. Sebuah amsal mengatakan, “Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu” (Ams. 27:1). Apapun bisa terjadi dalam hidup ini: sudah bekerja dengan baik, tiba-tiba harus di-PHK karena ekonomi sulit. Sudah menjaga kesehatan, rajin olahraga, tiba-tiba mengalami kecelakaan. Bagaimana kita mengantisipasinya? Dan apa yang Tuhan janjikan bagi kita yang sedang berada dalam perjalanan kehidupan ini? Pada hari ini kita akan belajar dari Mazmur 121 yang menjelaskan bahwa kita harus bersandar pada Tuhan sebagai satu-satunya sumber pertolongan yang akan menjaga seluruh perjalanan hidup kita.

1. Tuhan Satu-satunya Sumber Pertolongan Kita

Pada masa Perjanjian Lama, orang-orang Israel dari berbagai tempat akan melakukan ziarah ke Yerusalem, tiga kali dalam setahun untuk menyembah Tuhan pada hari-hari besar tertentu. Ini merupakan perintah Tuhan yang tercatat dalam Kel. 23:14, “Tiga kali setahun haruslah engkau mengadakan perayaan bagi-Ku.” Hari besar tersebut adalah hari raya Paskah, untuk memperingati keluarnya Israel dari tanah Mesir, hari raya Pentakosta (Perjanjian Lama), hari kelima puluh setelah Paskah yang dirayakan sebagai hari penuaian dan ucapan syukur kepada Allah, serta hari raya Pondok Daun, untuk memperingati pengembaraan bangsa Israel selama berada di padang gurun. Di sepanjang perjalanan itu, tentu ada banyak bahaya: kekurangan air, tersesat, jatuh ke jurang, bertemu binatang buas, ataupun dirampok di tengah jalan. Karena itu, Mazmur 121 ini dinyanyikan untuk memberi penguatan kepada para peziarah tersebut.

Kalimat pembuka dalam mazmur ini yang tertulis dalam ayat pertama dan kedua merupakan tanya-jawab dalam diri pemazmur untuk menyatakan bahwa Allah merupakan sumber pertolongan baginya. “Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi.” Pada saat melihat gunung-gunung di kejauhan, pemazmur membayangkan bahwa segala kemungkinan celaka bisa terjadi pada waktu dia harus mendakinya. Di gunung juga banyak kuil penyembahan berhala. Jadi, dengan melayangkan pandangan matanya ke gunung-gunung, sumber mara bahaya dan kengerian, pemazmur sedang mencari-cari sumber pertolongan.

Tetapi pemazmur juga memahami, berdasar kitab Taurat yang dibacanya, gunung juga merupakan tempat perhentian Tuhan. Misalnya, di dalam kitab Keluaran, gunung Sinai merupakan tempat di mana Allah turun untuk menjumpai manusia. Dengan melihat gunung, pemazmur diingatkan bahwa dia mempunyai sumber pertolongan yang sejati, yaitu Allah yang menjadikan langit dan bumi..

Kalimat ini sangat penting, karena kalau kita menganalisis kata “menciptakan” di dalam Kej. 1:1, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi,” maka makna kebesaran Tuhan dalam penciptaan bukan hanya karena Dia mampu menjadikan apa yang ada dari yang tidak ada, tetapi kebesaran Tuhan yang sesungguhnya terlihat pada kuasa yang mutlak sehingga tidak ada yang menghalangi-Nya pada waktu penciptaan. Allah mahakuasa dan sekali Dia merencanakan untuk menciptakan alam semesta, maka itu pasti terjadi dan tidak ada pihak lain, bahkan Iblis, yang dapat menggagalkannya. Ayub berkata: “Tetapi Ia tidak pernah berubah – siapa dapat menghalangi Dia? Apa yang dikehendaki-Nya, dilaksanakan-Nya juga” (Ayb. 23:13). Allah mampu menciptakan langit dan bumi, maka Allah juga mampu mengontrol segala sesuatu yang ada di dalamnya. Kejadian alam, teknologi, sejarah, ekonomi, politik, dan termasuk juga perjalanan hidup manusia, ada di dalam genggaman-Nya.

Pemahaman bahwa pertolongan datang dari Tuhan, Pencipta langit dan bumi yang mahakuasa, memberi kekuatan yang sangat besar bagi para peziarah. Walaupun berbagai mara bahaya bisa ditemui mereka sepanjang perjalanan, namun jika mereka bersandar pada Tuhan, apa yang mereka takutkan? Keyakinan orang-orang Israel tersebut sejalan dengan perkataan Paulus di dalam surat Roma, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Rm. 8:31b).

Dengan menyanyikan mazmur ini, para peziarah diingatkan akan pengembaraan nenek moyang mereka di padang gurun. Israel merupakan bangsa yang sangat kecil. Mereka juga tidak terbiasa berperang dan hidup di padang gurun. Mental mereka rusak karena selama 400 tahun lebih diperbudak Mesir. Tetapi, perjalanan mereka berhasil dan mengalahkan bangsa-bangsa yang jauh lebih kuat. Saudara tentu ingat bagaimana ajaibnya peperangan yang dilakukan oleh bangsa Israel, “Dan terjadilah, apabila Musa mengangkat tangannya, lebih kuatlah Israel, tetapi apabila ia menurunkan tangannya, lebih kuatlah Amalek” (Kel. 17:11). Itu semua membuktikan bahwa Tuhan adalah sumber kemenangan, bukan kekuatan mereka sendiri ataupun kekuatan duniawi lainnya yang tidak bisa diandalkan.

Saya akan mengambil contoh dari sesuatu yang biasanya diandalkan orang, yaitu uang. Semakin banyak uang, semakin aman masa depan kita. Tetapi, apakah benar demikian? Liem Sioe Liong, orang terkaya di Indonesia pada masa Orde Baru, pernah mengalami kejadian pahit justru karena banyak uang. Pada masa penjajahan Jepang, dia berdagang minyak kacang kecil-kecilan di Kudus. Dia juga menjadi penyalur cengkih di kota yang banyak pabrik rokok kreteknya itu. Pada waktu pecahnya revolusi tahun 1945, Liem Sioe Liong juga membantu Republik melawan Belanda dan selama itu dia mendapatkan kekayaan yang luar biasa besar.

Liem Sioe Liong (sumber: wikipedia.com)

Namun setelah Jepang menyerah, pemerintah menyatakan bahwa uang Jepang tidak berlaku lagi dan diganti uang Indonesia. Jadi, uang Liem Sioe Liong yang berkarung-karung tiba-tiba hangus begitu saja. Dia hanya mendapat delapan Rupiah, sesuai dengan jumlah anggota keluarganya, karena pemerintah memberi masing-masing warga negara sebesar satu Rupiah. Dari sini dia kemudian memetik pelajaran bahwa bisnis tidak boleh atas dasar uang, tetapi atas dasar barang (aset).

Tetapi, apakah aset juga bisa diandalkan? Pada pertengahan ‘90-an, Hong Kong mengalami kenaikan harga properti gila-gilaan. Bahkan menjelang tahun 1997, kenaikannya mencapai 80% dan membuat banyak orang Hong Kong yang menginvestasikan uangnya di bidang properti. Tetapi, menurut salah satu tesis yang saya baca, kenaikan harga properti yang fantastis itu lebih disebabkan faktor psikologis. Jadi, begitu ada harapan kaya mendadak, banyak yang ikut-ikutan. Karena itu, begitu krisis ekonomi melanda Asia tahun 1997, properti di Hong Kong kolaps. Harga properti turun drastis dan dalam waktu 6 tahun tinggal bernilai 20% saja. Bukannya kaya mendadak, banyak orang Hong Kong yang malah jatuh miskin.

Berdasar dua peristiwa tadi, kita belajar bahwa apa yang diandalkan oleh orang-orang dunia itu rapuh karena banyak hal di luar kontrol manusia. Karena itu, kita harus berharap pada Tuhan. Sebagai Pencipta, hanya Dia yang dapat berkuasa atas seisi dunia dan karena itu layak untuk dijadikan sumber pertolongan.

Apakah keyakinan pemazmur bahwa Tuhan merupakan satu-satunya sumber pertolongan yang bisa diandalkan juga menjadi keyakinan kita? Misalnya, pada waktu anak kita tiba-tiba panas tinggi, apa yang langsung ada di pikiran kita? Cemas, cari dokter, atau teringat tidak punya uang untuk berobat? Bagi para pelajar,  mendekati ujian, makin rajin saat teduh atau malah kendor, karena sibuk belajar? Bukankah kalau kita mengandalkan Tuhan, maka seharusnya Dialah yang pertama kali kita cari pada saat menghadapi masalah? Satu hal yang menunjukkan bahwa kita benar-benar bersandar pada Tuhan dan mempercayai Dia sebagai pengendali hidup kita, adalah dengan menjadikan doa sebagai pusat hidup kita.

Tuhan senang kalau kita sebagai ciptaan mengandalkan Dia, karena dengan demikian Dia akan menyatakan kuasa dan kasih setia-Nya kepada kita. Seperti halnya Daud, yang walaupun mempunyai kuasa yang begitu besar sebagai seorang raja namun dikatakan “sepenuh hati berpaut kepada Tuhan, Allahnya” (1Raj. 15:3). Mari kita juga bersandar penuh pada Dia sebagai sumber pertolongan dalam setiap pergumulan hidup kita. Jika dengan kemahatahuan-Nya, Tuhan mampu merancang alam semesta yang begitu rumit ini dan dengan kemahakuasaan-Nya, Tuhan mampu menopangnya hingga masih bisa ada hingga detik ini, masak sih kita lebih bergantung sama dokter dibanding Tuhan? Masak sih kita tidak percaya kalau Tuhan tahu bagaimana cara yang terbaik untuk menutup hutang-hutang kita? Kalau Tuhan saja kita lepaskan waktu menghadapi kesulitan, kepada siapa lagi kita bisa berharap?

Satu lagi, apakah hanya dalam masalah sehari-hari saja kita mengandalkan Tuhan? Tidak. Kita juga harus mengandalkan Tuhan untuk hal yang lebih penting, yaitu keselamatan, karena seperti kata Alkitab: “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kis. 4:12). Jangan sampai kita masih merasa layak diselamatkan karena merasa dosanya sedikit, banyak melakukan pelayanan, banyak memberi persembahan. Itu semua menunjukkan kita belum mengandalkan Tuhan.

2. Tuhan Akan Menjaga Seluruh Perjalanan Hidup Kita

Setelah menyatakan komitmennya pada Tuhan, pemazmur melanjutkannya dengan menjelaskan apa yang akan Tuhan lakukan kepada orang-orang yang bersandar kepada-Nya. Pada ayat ketiga dan keempat: “Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel,” Tuhan digambarkan seperti seorang gembala, yang tanpa pernah tidur senantiasa menjaga domba-dombanya. Kemudian di ayat kelima dan keenam: “Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu. Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam,” Tuhan digambarkan sebagai seorang penjaga yang tidak terlihat yang memberikan perlindungan sepanjang waktu. “Naungan di sebelah tangan kananmu” menggambarkan bahwa Tuhan menjadi perisai dan sumber kemenangan yang melindungi mereka. Mazmur ini kemudian ditutup dengan berkat pada ayat ketujuh dan kedelapan: “TUHAN akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu. TUHAN akan menjaga keluar masukmu, dari sekarang sampai selama-lamanya,” yang menyatakan bahwa Tuhan akan menjaga apapun yang terjadi dalam perjalanan mereka dari awal sampai akhir. Semua penggambaran ini menunjukkan betapa kuatnya penjagaan Tuhan yang mahakuasa, mahatahu, dan mahahadir di setiap perjalanan hidup anak-anak-Nya.

Apakah penjagaan Tuhan yang sekuat ini akan selalu diberikan pada kita? Perhatikan kata yang sangat penting di ayat keempat, yaitu “Penjaga Israel.” Siapakah Israel? Di dalam Hos. 11:1 Tuhan berkata, “Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku itu.” Kemudian di dalam Ul. 32:18 dikatakan, “Gunung batu yang memperanakkan engkau, telah kaulalaikan, dan telah kaulupakan Allah yang melahirkan engkau.” Relasi antara Allah dengan Israel begitu intim, sehingga Dia menyebut Israel sebagai anak-anak-Nya, yang dilahirkan dan dibersarkan-Nya sendiri, dan itulah yang menjadi dasar bahwa Allah akan menyertai Israel sampai selama-lamanya.

Bahkan, Allah juga akan bereaksi kalau anak-anak-Nya mendapat ancaman dari dunia. Mari kita baca Kel. 4:22-23: “Maka engkau harus berkata kepada Firaun: Beginilah firman TUHAN: Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung; sebab itu Aku berfirman kepadamu: Biarkanlah anak-Ku itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang sulung.” Lihat, bagaimana Allah akan membuat perhitungan kepada mereka yang berani mengusik anak-anak-Nya. Jika Firaun tidak mau melepaskan Israel, anak kesayangan Allah, maka Allah akan mengambil nyawa anak sulung Firaun, anak kesayangan sekaligus penerus takhtanya di Mesir.

Kemudian, apakah Allah yang menyertai umat-Nya juga akan menyertai kita secara pribadi? Dalam teologi Perjanjian Lama, orang-orang Israel memahami bahwa penjagaan yang diberikan Tuhan kepada bangsa Israel juga akan terjadi pada diri masing-masing orang Israel. Jadi, orang Israel tahu bahwa Allah yang akan menyelamatkan seluruh bangsa Israel juga akan menyelamatkan masing-masing orang Israel secara pribadi. Lalu bagaimana dengan kita, yang bukan orang Israel?  Alkitab menyatakan bahwa siapapun yang percaya kepada Tuhan Yesus merupakan orang Israel secara rohani. “Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah” (Gal. 3:29).

Jadi, janji Allah yang ada di dalam mazmur ini juga diberikan kepada kita, orang-orang Kristen di masa kini. Kita percaya bahwa Allah yang telah menyertai bangsa Israel di padang gurun adalah Allah yang mahahadir di dalam seluruh perjalanan hidup manusia, yang sanggup menyertai kita melewati sakit, problem rumah tangga, persoalan ekonomi, dan sebagainya.

Namun setelah merenungkan penjagaan Allah seperti ini, timbul pertanyaan di dalam hati saya, dan mungkin juga di dalam hati Saudara sekalian. Jika Tuhan menjaga anak-anak-Nya dari segala macam celaka dan penjagaan-Nya berlangsung terus-menerus, mengapa ada orang Kristen yang mendapat musibah? Ada orang Kristen yang harus kehilangan seluruh keluarganya seketika karena kecelakaan pesawat. Ada orang Kristen yang harus kehilangan dua orang anaknya sekaligus justru ketika mereka mau beribadah di gereja. Dan sebagainya.

Tuhan Yesus berkata: “Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu” (Mat. 10:29). Alkitab tidak mengatakan bahwa kita sebagai orang percaya tidak akan mengalami kesusahan. Karena beriman, kita bebas dari kesusahan. Bukan itu. Tetapi, semua kesusahan yang menimpa kita berada di dalam kendali Tuhan. Ingat, Tuhan bukan orang suruhan yang akan menjaga kita sesuai dengan keinginan kita. Tuhan adalah Allah yang berdaulat, yang akan menjaga kita berdasarkan hikmat dan rencana-Nya yang seringkali tidak terselami oleh akal manusia.

Misalnya, apakah Allah kecolongan saat Iblis berusaha menjatuhkan Ayub? Tidak. Penderitaan Ayub itu terjadi atas seizin Tuhan dan di dalam penderitaannya, Ayub tetap percaya pada Tuhan. Demikian pula saya sangat dikuatkan ketika membaca salah satu buku rohani. Buku ini menceritakan kisah-kisah penganiayaan yang terjadi kepada orang-orang Kristen oleh para ekstrimis di negara tertentu. Misalnya, pada waktu ISIS memasuki suatu daerah, mereka akan menandai rumah orang-orang Kristen dengan huruf n, atau nun dalam bahasa Arab, maksudnya “nasrani”. Begitu rumah mereka ditandai, maka apapun bisa terjadi: harta bendanya dirampas, anak-isteri disiksa, bahkan harus siap kehilangan nyawa kalau mereka tidak mau meninggalkan iman Kristen. Tetapi justru melalui penganiayaan itu, iman mereka semakin kokoh dan kasih mereka semakin melimpah. Inilah bentuk penjagaan Tuhan yang secara khusus hanya diberikan kepada orang-orang percaya.

Harta kita boleh ludes, kesehatan kita boleh merosot, dan bahkan keadaan kita bisa begitu buruk sehingga seolah-olah Tuhan meninggalkan kita, namun Roh Kudus akan menjaga kita sehingga kita tetap bisa mempertahankan harta kita yang paling berharga dan kekal, yaitu Kristus. Dia akan memberi hikmat dan damai sejahtera kepada kita di tengah-tengah segala kesulitan, sehingga kesulitan yang kita alami justru menjadi batu loncatan bagi kita untuk semakin dewasa rohani.

Kalau kita mengerti penjagaan Tuhan yang seperti ini, maka kita akan mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk menghadapi kehidupan. Apapun yang terjadi di dalam kehidupan kita tidak akan membuat kita putus asa. Misalnya, walaupun kita tidak bisa kuliah karena kesulitan ekonomi, tetapi kita tetap optimis dan terus melangkah maju karena tahu kita tidak mengandalkan Tuhan, bukan ijazah. Walaupun dokter bilang, penyakit kita tidak mungkin sembuh, tetapi kita tahu bahwa kita punya dokter di atas segala dokter, dan kita tahu bahwa Tuhan tetap bisa menjaga kita dan memakai kita walaupun di tengah-tengah sakit. Kita masih dapat mendoakan orang-orang, atau menghibur orang lain yang penyakitnya sama dengan kita. Itulah bentuk penjagaan Tuhan yang bagi manusia kelihatan mustahil.

Penutup

Melalui mazmur ini kita sudah mempelajari bahwa kita harus bersandar pada Tuhan sebagai satu-satunya sumber pertolongan yang akan menjaga seluruh perjalanan hidup kita. Melalui Alkitab, kita sebagai orang Kristen ternyata tidak hanya tahu dari mana asal kita dan ke mana kita pergi setelah kehidupan ini berakhir. Tetapi kita juga tahu apa yang akan Tuhan lakukan sepanjang perjalanan hidup yang penuh ketidakpastian ini. Hendaknya ini menjadi kekuatan untuk menjalani hidup dan melewati segala permasalahan dengan bersandar pada janji Tuhan: “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20b). Dia yang menyertai umat-Nya sejak bumi dijadikan, Dia juga yang akan menyertai kehidupan kita dari sekarang hingga kelak tiba di surga.

Amin. ]]> http://studibiblika.id/2019/10/31/khotbah-mzm-121-tuhanlah-penjagaku/feed/ 0 423