{"id":431,"date":"2019-11-09T15:10:23","date_gmt":"2019-11-09T15:10:23","guid":{"rendered":"http:\/\/studibiblika.id\/?p=431"},"modified":"2020-02-08T07:37:27","modified_gmt":"2020-02-08T07:37:27","slug":"khotbah-mzm-161-6-kebahagiaan-sejati-bisakah-didapat","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/studibiblika.id\/2019\/11\/09\/khotbah-mzm-161-6-kebahagiaan-sejati-bisakah-didapat\/","title":{"rendered":"Kebahagiaan Sejati, Bisakah Didapat? (Mzm. 16:1-6)"},"content":{"rendered":"
1 <\/b><\/strong>Miktam. Dari Daud. Jagalah aku, ya Allah, sebab pada-Mu aku berlindung.<\/em> 2 <\/b><\/strong>Aku berkata kepada TUHAN: “Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!”<\/em> 3 <\/b><\/strong>Orang-orang kudus yang ada di tanah ini, merekalah orang mulia yang selalu menjadi kesukaanku.<\/em> 4 <\/b><\/strong>Bertambah besar kesedihan orang-orang yang mengikuti allah lain; aku tidak akan ikut mempersembahkan korban curahan mereka yang dari darah, juga tidak akan menyebut-nyebut nama mereka di bibirku.<\/em> 5 <\/b><\/strong>Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku.<\/em> 6 <\/b><\/strong>Tali pengukur jatuh bagiku di tempat-tempat yang permai; ya, milik pusakaku menyenangkan hatiku.<\/em><\/p>\n (Mzm. 16:1-6)<\/strong><\/p>\n Pendahuluan<\/strong><\/p>\n Apakah topik mengenai kebahagiaan perlu dibahas dalam lingkungan Kekristenan? Tentu saja. Mengapa? Karena semua orang di dunia berlomba-lomba mencari kebahagiaan. Apakah Anda setuju? Tunggu dulu…. Kalau semua orang mencari kebahagiaan, mengapa ada orang yang bunuh diri? Mengapa ada orang yang rela hidup menjadi petapa? Bukankah itu menunjukkan bahwa ada orang-orang yang tidak ingin bahagia?<\/p>\n Blaise Pascal, seorang ilmuwan Kristen yang hidup pada abad ke-17, mengatakan bahwa pada dasarnya setiap orang mencari kebahagiaan. Dan itulah yang mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu. Misalnya, orang yang menyetujui perang ataupun orang yang menolak perang pada dasarnya mempunyai motif yang sama, yaitu mencari kebahagiaan. Di satu pihak, ada orang yang ingin menguasai sumber daya sebanyak-banyaknya sehingga mereka berperang. Di lain pihak, ada orang yang ingin hidup damai sehingga menghindari perang. Kedua pihak tersebut pada dasarnya sama-sama ingin bahagia, namun caranya berbeda.<\/p>\n Bahkan orang yang bunuh diri pun sebenarnya sedang mencari kebahagiaan. Kok bisa? Dengan mengakhiri hidup, mereka berpikir akan terlepas dari penderitaan. Orang yang menjadi petapa dan menolak kemewahan pun, seperti Buddha Gautama, sebenarnya dilatarbelakangi oleh kebahagiaan. Buktinya, orang Buddha sering mengucapkan kalimat, \u201cSabbe Satta Bhavantu Sukhitatta.<\/i><\/em>\u201d Artinya, \u201cSemoga semua makhluk berbahagia.\u201d<\/p>\n Lihat? Apapun wujudnya, semua orang sebenarnya ingin mendapat kebahagiaan. Ada yang mencarinya melalui kekayaan, kekuasaan, ilmu pengetahuan, atau mengasingkan diri dari dunia untuk mengejar hal-hal spiritual seperti petapa tadi.<\/p>\n Tetapi, setelah semuanya itu didapat, apakah pasti merasakan kebahagiaan? Bisa jadi. Tetapi, kebahagiaan itu tidak akan berlangsung selamanya. Timbul kecemasan, \u201cJangan-jangan, apa yang kita miliki dengan susah payah itu hilang….\u201d Akhirnya, orang mencari cara supaya kebahagiaan tersebut tidak mudah lepas. Misalnya, orang yang membeli mobil baru pasti juga membeli asuransi.<\/p>\n Seandainya kebahagiaan dapat terus kita wujudkan sampai akhir hayat, masih ada satu “ancaman” lagi. Apa itu? Kematian. Akibatnya, semua orang di dalam hati kecilnya pasti merasakan bahwa kebahagiaan yang dia peroleh tidak akan bisa dinikmati selamanya. Ini akan membuat dia tidak bisa menikmati kebahagiaannya dengan penuh. Selalu cemas karena terbayang sampai kapan dia masih bisa menikmatinya. Kesimpulannya, di dunia ini tidak ada kebahagiaan yang sejati.<\/p>\n Jika demikian, apakah kita sebagai anak Tuhan juga bernasib sama? Alkitab mengajarkan bahwa kita dapat memperoleh kebahagiaan yang sejati dan bisa kita nikmati sepanjang masa. Tetapi itu hanya bisa kita dapatkan jika dikejar dengan cara yang benar. Mazmur ini menyatakan:<\/p>\n “Kita akan memperoleh kebahagiaan yang sejati, dan berlangsung selama-lamanya, jika kita menjadikan Allah sebagai harta satu-satunya.”<\/i><\/b><\/em><\/strong><\/p>\n Pembahasan Ayat Demi Ayat Dalam ayat pertama, Daud membuka mazmur ini dengan mencari perlindungan kepada Tuhan: \u201cJagalah aku, ya Allah<\/strong>.\u201d Dalam bahasa Ibrani, Daud menggunakan kata \u201cEl\u201d, menunjukkan Allah yang Mahakuasa. Daud tahu bahwa perlindungan yang sejati hanya dapat diberikan oleh Allah, bukan oleh para pengawalnya. Allah yang mempunyai kuasa untuk menjadikan langit dan bumi, pasti mempunyai kuasa untuk menjadi perlindungan bagi Daud.<\/p>\n Kemudian di ayat kedua Daud melanjutkannya dengan mengambil komitmen untuk menjadikan Allah sebagai Tuhannya, \u201cEngkaulah TUHAN-ku.\u201d Di sini Daud menyatakan relasi pribadinya dengan Allah. Allah bukan hanya Mahakuasa, yang tak terjangkau di luar sana. Tetapi, Allah juga mempunyai relasi dengan Daud. Daud menjadikan Allah sebagai Tuhan secara pribadi. Dan apa yang didapat Daud? Dia mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Perkataan \u201ctak ada yang melebihi Engkau<\/strong>,\u201d menunjukkan bahwa bagi Daud, tidak ada kebahagiaan lain di luar Tuhan. Semua hal yang bisa Daud nikmati dalam hidup hanya dapat terjadi karena dia terlebih dahulu mempunyai relasi dengan Tuhan.<\/p>\n Relasi dengan Tuhan inilah yang membuat dia memiliki sukacita ketika bergaul dengan orang-orang percaya lainnya, \u201ckesukaanku ialah tinggal bersama orang-orang suci di kota ini<\/strong>.<\/i><\/em>\u201d Daud tidak mau larut dengan kehidupan orang-orang yang menyembah dewa-dewa. Bagi Daud, segemilang apapun, kehidupan mereka yang tidak mengenal Tuhan adalah kehidupan yang menyedihkan.<\/p>\n Terakhir, Daud berkata bahwa \u201cTUHAN, Engkau saja yang kumiliki.<\/i><\/em><\/strong>\u201d Daud tahu bahwa harta terbesar baginya bukan kekayaan, bukan prajurit, bukan pula seluruh isi kerajaan. Harta terbesar bagi Daud adalah Tuhan, dan itu cukup. Hanya dengan mempunyai Tuhan dan mempunyai relasi dengan-Nya, Daud sudah memperoleh semua yang diinginkan di dalam hidup ini. Dia berkata: \u201cEngkau memberi segala yang kuperlukan<\/i><\/em>.<\/strong>\u201d dan itu sangat menyenangkan hatinya.<\/p>\n Dari mazmur ini kita belajar bahwa kita dapat memperoleh kebahagiaan yang sejati ketika kita menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya harta yang bernilai di dalam hidup ini. Rasa puas dan rasa cukup hanya bisa kita dapatkan jika kita memiliki apa yang tidak terbatas, yaitu Tuhan.<\/p>\n Aplikasi<\/b><\/strong><\/p>\n Mari kita periksa hidup kita. Apakah Tuhan telah menjadi harta satu-satunya di dalam hidup kita? Apakah kita mengejar relasi dengan Tuhan lebih dibanding yang lainnya? Seringkali kita mengalami kecemasan karena kita salah menyandarkan kebahagiaan kita. Kita terlalu sibuk mengejar hal-hal yang fana, sementara kita mengabaikan hal yang terpenting, yaitu relasi dengan Tuhan.<\/p>\n Kita larut dalam pola pikir dunia. Kita mengira kebahagiaan itu terwujud dalam kasur yang empuk, rumah yang besar, gaji yang banyak, isteri yang cantik, mobil yang bagus, atau bahkan gereja yang membuat kita nyaman, gereja di mana kita bisa melayani sesuka hati dan mendengarkan khotbah yang sesuai dengan pikiran kita.<\/p>\n Tetapi ingat, pada waktu manusia jatuh dalam dosa, apa yang sebenarnya terjadi? Manusia merasa bahwa hawa nafsu dan pikiran Iblis itu lebih mengenakkan dibanding dengan firman Tuhan, yang kelihatannya mengekang kebebasan manusia. Pada saat kita meninggalkan relasi dengan Tuhan, ada sesuatu yang kita anggap lebih tinggi dari Tuhan, maka di situ kita jatuh. Apa yang tadinya kita anggap bisa membahagiakan ternyata mematikan.<\/p>\n
\n<\/b><\/strong><\/p>\n