Resensi | STUDIBIBLIKA.ID https://studibiblika.id Informasi Seputar Alkitab dan Dunia Pelayanan Kristen Sat, 08 Feb 2020 07:51:11 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=5.8.2 https://i1.wp.com/studibiblika.id/wp-content/uploads/2019/08/cropped-icon_512.png?fit=32%2C32&ssl=1 Resensi | STUDIBIBLIKA.ID https://studibiblika.id 32 32 163375744 Kekeliruan-Kekeliruan Umum dalam Menafsirkan Cerita Alkitab https://studibiblika.id/2019/10/14/kekeliruan-kekeliruan-umum-dalam-menafsirkan-cerita-alkitab/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=kekeliruan-kekeliruan-umum-dalam-menafsirkan-cerita-alkitab https://studibiblika.id/2019/10/14/kekeliruan-kekeliruan-umum-dalam-menafsirkan-cerita-alkitab/#comments Mon, 14 Oct 2019 01:25:15 +0000 http://studibiblika.id/?p=402 Cerita-cerita dalam Alkitab selalu menarik untuk dibaca dan diajarkan. Menafsirkan narasi merupakan teknik yang sangat penting untuk dipelajari

The post Kekeliruan-Kekeliruan Umum dalam Menafsirkan Cerita Alkitab first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
Cerita-cerita dalam Alkitab selalu menarik untuk dibaca dan diajarkan. Menafsirkan narasi merupakan teknik yang sangat penting untuk dipelajari karena 43% Alkitab berisi narasi (cerita). Namun demikian, masih banyak kekeliruan yang dilakukan orang ketika menafsirkannya.

Sumber: Amazon.com

Eric J. Bargerhuff menyusun sebuah buku yang sangat menarik, “The Most Misused Stories in the Bible.” Di dalamnya, Bargerhuff menjelaskan contoh-contoh kekeliruan yang biasa dilakukan orang ketika menafsirkan cerita dalam Alkitab. Saya mengutip sepuluh poin kekeliruan yang dipaparkan dalam buku tersebut dengan berkaca pada konteks pelayanan di Indonesia. Semoga para orang tua, guru Sekolah Minggu, dan pewarta firman Tuhan lainnya dapat memperhatikan poin-poin berikut sehingga firman Tuhan dapat diberitakan dengan lebih baik.

1. Mengabaikan Konteks. Ini adalah kekeliruan yang paling umum dilakukan. Ingatlah bahwa semua pernyataan harus dimengerti sesuai konteks penulisannya, termasuk Alkitab. Pernah menonton stand-up comedy dari Barat dan kita tidak tahu letak lucunya di mana? Inilah yang terjadi ketika kita tidak memahami konteks dari sebuah cerita.

Akibatnya apa jika kita tidak memahami konteks Alkitab? Jika kita tidak memahami dengan benar apa yang Tuhan maksudkan kepada para pembaca Alkitab masa itu (what it meant), kita juga tidak akan bisa menerapkan kehendak Tuhan dengan benar dalam situasi masa kini (what it means).

Misalnya, saya pernah mengenal seorang yang bergumul dengan kisah anak muda yang kaya, yang diminta menjual seluruh hartanya oleh Tuhan Yesus (Luk. 18:18-30). Tentu saja, kalau semua pengusaha melakukan ini, dunia malah akan kacau.

2. Keliru memahami poin utama dari cerita. Nah, apakah kita pernah mendengar guru Sekolah Minggu yang terlalu asyik menceritakan “ikan paus” yang menelan Yunus? Padahal, kisah Yunus terutama mengajarkan belas kasihan Allah. Kemudian, saya juga pernah mendengar seorang pengkhotbah yang menceritakan kegigihan keempat orang yang mengusung orang lumpuh untuk disembuhkan Tuhan Yesus (Mrk. 2:1-12). Tidak hanya mengusungnya, mereka bahkan sampai membuka atap rumah dan menurunkan tilam tempat orang lumpuh itu berbaring. Pengkhotbah itu sangat bersemangat dalam menceritakan bagaimana kita harus memiliki kegigihan yang sama. Menarik? Tentu saja, karena pengkhotbah tersebut saya akui sebagai pencerita yang baik. Tetapi dia melupakan pengajaran tentang Anak Manusia dalam kisah itu.

Seberapapun menariknya khotbah, jika poin utamanya justru tidak disampaikan, tentu bukanlah khotbah yang membangun kerohanian.

3. Memaksakan sudut pandang modern ke dalam teks. Sering kali pembaca Alkitab lupa bahwa teks yang mereka baca itu terjadi ribuan tahun yang lalu. Tentu saja, situasi dan pemikiran orang pada masa itu berbeda dengan pikiran kita pada masa kini.

Salah satu cara yang baik untuk menghindari kesalahan ini adalah memperlengkapi diri dengan alat bantu seperti buku-buku tafsiran. Saya anjurkan, minimal kita bisa memiliki Alkitab Edisi Studi. Dengan belajar dari bahan-bahan semacam itu, kita dapat mengerti pola pikir orang pada masa Alkitab ditulis.

4. Tidak mau menerima kebenaran yang berlawanan dengan kebenaran yang selama ini kita yakini. Karena memiliki natur dosa, kita cenderung untuk menolak kebenaran Alkitab berdasarkan kebenaran yang kita yakini sebelumnya. Bargerhuff mengambil contoh kasus homoseksualitas. Pada masa kini, apalagi dalam budaya masyarakat yang maju, homoseksualitas semakin dipandang sebagai hal yang lumrah. Akibatnya, ayat-ayat Alkitab yang berbicara mengenai homoseksualitas akan berusaha ditafsirkan sedemikian rupa sehingga terlihat seolah-olah Alkitab tidak melarangnya.

5. Mengompromikan fakta dengan tradisi. Tradisi yang dimaksudkan di sini adalah pemahaman terhadap bagian Alkitab tertentu yang sebenarnya tidak ada di dalam Alkitab itu sendiri. Misalnya, pada suatu kesempatan menyampaikan renungan, saya menyebutkan bahwa penjahat yang disalib di sebelah kanan  Tuhan Yesus bertobat. Padahal kalau dicari di dalam cerita penyaliban di dalam keempat kitab Injil, tidak disebutkan penjahat yang mana yang bertobat. Tafsiran tersebut merupakan dugaan orang setelah zaman Alkitab. Setelah kejadian tersebut, saya selalu berusaha untuk mengecek dengan detail apakah isi khotbah saya benar-benar sesuai dengan fakta Alkitab.

6. Memahami perumpamaan dengan maksud yang sebenarnya tidak ada di dalamnya. Apa sebenarnya inti ajaran Tuhan Yesus dalam perumpamaan? Kebenaran rohani seputar Kerajaan Allah! Namun sayangnya, pembaca Alkitab, terutama yang tidak membekali diri dengan pengetahuan yang cukup, sering mengartikan perumpamaan dengan hal-hal yang “dibuat-buat.”

Dalam kategori ini, saya mengambil contoh yang sangat terkenal, yaitu tafsiran Origen (seorang Bapa Gereja abad ketiga) tentang perumpamaan Orang Samaria yang Murah Hati (Luk. 10:25-37). Menurut tafsiran Origen, orang yang dirampok melambangkan Adam, kota Yerusalem melambangkan surga, Yerikho melambangkan dunia, imam melambangkan Taurat, orang Lewi melambangkan para nabi, orang Samaria melambangkan Kristus, dan sebagainya.

Penafsiran seperti ini tentu sangat menarik dan kalau dikhotbahkan dengan gaya yang menarik, akan membuat pendengar kagum. Tetapi, jika itu bukan maksud Tuhan Yesus yang sebenarnya, sangat berbahaya untuk memahaminya seperti itu. Masih “untung” hasil penafsiran yang dilakukan oleh Origen ini selaras dengan ajaran Alkitab secara umum. Bayangkan kalau setiap orang menafsirkan dengan sekehendak hati.

7. Mengabaikan kebenaran di bagian lain Alkitab. Mengapa persembahan Kain ditolak Tuhan, sementara persembahan Habel diterima? Alkitab menjelaskan alasannya di dalam Perjanjian Baru (Ibr. 11:4). Salah satu prinsip penafsiran Alkitab adalah, kita tidak boleh menarik doktrin/kesimpulan berdasarkan hanya satu bagian Alkitab saja. Pelajari apa firman Tuhan di bagian lain Alkitab.

Salah satu kekeliruan yang banyak dilakukan oleh orang-orang Kristen adalah selalu meminta tanda dari Tuhan, sebagaimana Gideon (Hak. 6). Tentu saja, apa yang Tuhan lakukan dalam kasus tertentu, mungkin akan berbeda dalam kasus lain.

8. Menarik pemahaman baru tentang suatu kata atau konsep yang tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Bargerhuff memaparkan bahwa kekeliruan inilah yang sering dilakukan oleh para guru palsu dan aliran sesat (di lain kesempatan, saya akan menjelaskan kekeliruan Saksi Yehuwa dalam menafsirkan Yoh. 1:1). Padahal, sebuah kata bisa bermakna lain dalam konteks yang berbeda. Saya ambil contoh, frasa “mukanya memerah” dalam kedua kalimat berikut berbeda makna:

Pak Aji mukanya memerah setelah mendengar hinaan yang dilontarkan oleh tetangganya itu (artinya, Pak Aji marah).

Clara mukanya memerah ketika dia lupa dialog yang harus diucapkan dalam drama itu (artinya, Clara malu).

Apa contoh kekeliruan penafsiran cerita Alkitab dalam kategori ini? Bargerhuff memberi contoh baptisan Roh. John Piper menjelaskan bahwa istilah “baptisan Roh” yang digunakan Paulus dalam 1Kor 12:12-13 berbeda dengan “baptisan Roh” yang digunakan Lukas dan Yohanes Pembaptis dalam Kis. 1:4-5 dan Luk. 3:16. Paulus menggunakannya dengan mengacu pada pertobatan seseorang dan kemudian dia diterima sebagai anggota tubuh Kristus. Sementara Lukas dan Yohanes Pembaptis menggunakannya dengan mengacu pada kekuatan dalam pelayanan yang meninggikan Tuhan Yesus. Dengan mengerti pembedaan ini, kita terhindar dari kekeliruan sebagian orang yang selalu mencari “baptisan Roh” setelah mereka menjadi anak Tuhan.

9. Keliru memahami makna sebenarnya serta mengabaikan makna kiasan. Bargerhuff mengajarkan bahwa Alkitab pada dasarnya harus dimaknai secara literal (apa adanya). Jika maknanya menjadi tidak wajar, maka haruslah dimaknai secara kiasan. Pada waktu melakukan perjamuan terakhir dengan murid-murid-Nya, Tuhan Yesus mengeluarkan kalimat yang akan sangat janggal jika dimaknai secara literal:

Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: “Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.” (Mat. 26:26).

Tentu saja, yang Tuhan Yesus maksudkan dalam peristiwa itu bukanlah meminta murid-murid-Nya untuk bertindak kanibal (memakan daging manusia)!

10. Melakukan pendekatan yang berpusat pada manusia dan mengabaikan kemuliaan Tuhan sebagai fokus Alkitab. Ingat, Alkitab adalah buku yang menceritakan tentang Allah. Dialah pahlawan yang sesungguhnya. Jangan sampai kita terlalu kagum dengan kehebatan tokoh-tokoh Alkitab sehingga malah melupakan tokoh utamanya, yaitu Allah. Terlalu sering saya mendengar khotbah-khotbah yang lebih banyak menonjolkan kekuatan karakter Abraham, kebesaran hati Yusuf, atau keberanian Daud, dan lupa bahwa ada karya Allah di balik mereka semua. Penulis memberikan sebuah panduan yang baik, yaitu tanyakanlah selalu “Apa yang cerita ini ajarkan tentang Allah?” ketika kita membaca cerita-cerita dalam Alkitab.

Kiranya panduan ini bisa menuntun kita untuk menafsirkan Alkitab dan mengajarkannya dengan lebih tepat.

The post Kekeliruan-Kekeliruan Umum dalam Menafsirkan Cerita Alkitab first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
https://studibiblika.id/2019/10/14/kekeliruan-kekeliruan-umum-dalam-menafsirkan-cerita-alkitab/feed/ 1 402
Kenalkan Yesus pada Mereka: Mengajarkan Injil kepada Anak-Anak https://studibiblika.id/2019/08/10/resensi-buku-kenalkan-yesus-pada-mereka-mengajarkan-injil-kepada-anak-anak/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=resensi-buku-kenalkan-yesus-pada-mereka-mengajarkan-injil-kepada-anak-anak https://studibiblika.id/2019/08/10/resensi-buku-kenalkan-yesus-pada-mereka-mengajarkan-injil-kepada-anak-anak/#respond Sat, 10 Aug 2019 02:29:33 +0000 http://studibiblika.id/?p=290 Jack Klumpenhower, Kenalkan Yesus pada Mereka: Mengajarkan Injil kepada Anak-Anak (Terj.). Jakarta: Momentum, 2014. ix + 292 hlm.;

The post Kenalkan Yesus pada Mereka: Mengajarkan Injil kepada Anak-Anak first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
sumber gambar: pelitakasih.com

Jack Klumpenhower, Kenalkan Yesus pada Mereka: Mengajarkan Injil kepada Anak-Anak (Terj.). Jakarta: Momentum, 2014. ix + 292 hlm.; 14,00 x 21,00 cm.

 

Apa yang seharusnya diajarkan kepada anak-anak Kristen? Bagi Klumpenhower, yang terutama adalah Injil. Mungkin bagi sebagian orang, pemikiran ini terlihat sederhana. Akan tetapi, karena banyak gereja dan keluarga secara perlahan tidak lagi memusatkan pengajarannya pada Injil, kedewasaan rohani anak-anak Kristen di dalamanya tidak bertumbuh dengan baik. Menurut Klumpenhower, pengajaran yang bersifat moralisme hanya akan menimbulkan kesombongan dan frustrasi dalam diri anak-anak. Akibatnya, pengertian mereka terhadap anugerah keselamatan menjadi kabur dan mereka tidak mampu menjalani hidup yang berkenan kepada Allah.

Membuat anak-anak Kristen tertangkap pada Injil adalah tema utama dari buku ini, yang terbagi atas dua bagian. Lima bab pertama dalam buku ini membahas mengapa Injil harus diajarkan kepada anak-anak. Pada bagian ini, Klumpenhower berusaha dengan sangat baik dalam memaparkan dasar-dasar Alkitab mengenai Injil dan kebutuhan anak-anak terhadapnya. Dengan mempelajari bagian ini secara cermat, pembaca dapat mengerti bagaimana konsep anugerah yang seharusnya dimiliki oleh anak-anak sehingga hidup mereka dapat diubahkan seperti yang Allah kehendaki.

Dalam enam bab berikutnya, Klumpenhower melanjutkan pembahasannya dengan mengetengahkan topik seputar bagaimana cara mengajarkan kabar baik tersebut. Bagian ini diawali dengan penjelasan mengenai metode-metode untuk mengajarkan Yesus dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Melalui contoh-contoh teks Perjanjian Lama, Klumpenhower memaparkan bahwa Yesus juga merupakan inti berita dari Perjanjian Lama. Sedangkan terhadap Perjanjian Baru, Klumpenhower memaparkan bagaimana metode untuk menarik pribadi dan pekerjaan Yesus darinya. Penguasaan terhadap metode-metode yang dipaparkan dalam buku ini sangat berguna dalam pelayanan pengajaran firman Tuhan kepada anak-anak. Dalam bagian kedua ini pembaca juga dapat mempelajari aspek-aspek pengajaran lainnya yang harus diperhatikan dalam mengajarkan Injil kepada anak-anak.

Klumpenhower sangat menekankan bahwa anak-anak harus mengerti dengan baik tentang anugerah dan tidak terjebak untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang nampak di permukaan saja. Dari sisi lainnya, dia juga menjelaskan bahwa perbuatan-perbuatan buruk yang tampak di permukaan pasti bermuara pada masalah yang paling mendasar, yaitu Yesus bukan menjadi fokus hidup mereka. Bagaimana kedua sisi kewaspadaan ini diterapkan dalam pelayanan anak merupakan hal yang dibahas dalam buku ini dengan cara yang segar namun mendalam.

Sepintas, Klumpenhower terlihat terlalu menekankan anugerah Allah dalam setiap pemberitaan firman Tuhan kepada anak-anak. Dengan demikian, bisa saja muncul kekhawatiran bahwa anak-anak akan melonggarkan ketaatannya dan menjadi lunak terhadap dosa. Oleh sebab itu, pada bagian terakhir buku ini Klumpenhower memberikan dua belas alasan yang cukup kuat mengapa pengajaran anugerah Allah yang cuma-cuma tidak akan melonggarkan ketaatan.

Bagian yang cukup menarik dan sekaligus juga menjadi salah satu kekuatan buku ini adalah adanya penerapan praktis yang disediakan pada setiap akhir babnya. Untuk membuatnya menjadi lebih relevan, Klumpenhower membaginya atas beberapa kelompok orang, seperti guru sekolah minggu, pemimpin pujian atau orang tua. Tidak hanya itu, Klumpenhower juga menyediakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mungkin pembaca tanyakan terkait dengan pembahasan ada.

Buku ini ditulis dengan sangat baik, termasuk juga versi terjemahannya, dan mempunyai keseimbangan antara teori dan praktek. Selain itu, pengalaman dalam bidang pelayanan anak selama 30 tahun juga menjadi modal tersendiri bagi Klumpenhower sehingga mampu mengupas aspek-aspek pemberitaan Injil kepada anak-anak dengan bobot yang cukup mendalam. Dengan jujur, Klumpenhower juga memaparkan kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuatnya, yang sebenarnya dapat dilakukan oleh siapa pun juga, sehingga pembaca dapat belajar darinya untuk memaksimalkan setiap kesempatan pelayanan yang ada.

Satu hal yang mungkin menjadi kelemahan buku ini adalah kasus-kasus yang disajikan hanya diambil dari pengalaman Klumpenhower selama pelayanannya. Alangkah lebih baik lagi jika ditunjang juga dengan data dan fakta dalam dunia pelayanan anak secara global.

Walaupun materi dalam buku ini secara khusus ditujukan bagi pelayanan anak, tetapi kebenaran yang ada di dalamnya juga relevan bagi pergumulan iman orang dewasa. Karena itu, buku ini patut dibaca oleh semua kalangan, tidak hanya para guru Sekolah Minggu dan orang tua saja.

The post Kenalkan Yesus pada Mereka: Mengajarkan Injil kepada Anak-Anak first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
https://studibiblika.id/2019/08/10/resensi-buku-kenalkan-yesus-pada-mereka-mengajarkan-injil-kepada-anak-anak/feed/ 0 290
Alkitab Edisi Studi https://studibiblika.id/2019/05/06/resensi-buku-alkitab-edisi-studi/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=resensi-buku-alkitab-edisi-studi https://studibiblika.id/2019/05/06/resensi-buku-alkitab-edisi-studi/#comments Mon, 06 May 2019 12:40:19 +0000 http://studibiblika.id/?p=8 Lembaga Alkitab Indonesia. Alkitab Edisi Studi. Edisi Kedua. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2012. xx + 2100 halaman. Seluruh

The post Alkitab Edisi Studi first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
Sampul depan

Lembaga Alkitab Indonesia. Alkitab Edisi Studi. Edisi Kedua. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2012. xx + 2100 halaman.

Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (2Tim. 3:16; TB2)

Pentingnya Alkitab tidak perlu diragukan lagi dalam kehidupan orang Kristen. Selain memberikan pedoman tentang bagaimana manusia bisa hidup dengan cara yang baik, di dalamnya juga tertulis apa yang menjadi kebutuhan terbesar manusia, yaitu keselamatan. Tidak heran, Alkitab telah setia menemani perjalanan kehidupan umat manusia selama ribuan tahun.

Namun demikian, tidak jarang kita menemui kesulitan dalam memahami firman Tuhan yang tertulis di dalamnya. Hal ini wajar terjadi karena Alkitab ditulis pada masa, budaya, bahasa, serta kondisi geografis yang berbeda dengan kita. Oleh sebab itulah, kita memerlukan alat bantu yang dapat memberikan panduan dalam memahami ayat-ayat Alkitab.

Informasi di dalamnya sangat bermanfaat dan menarik

Alkitab Edisi Studi merupakan salah satu panduan yang dapat menjawab kebutuhan tersebut. Dikemas dalam bentuk dan tata letak yang menarik, buku ini dapat dengan mudah menjadi bacaan kesukaan kita. Apalagi isinya yang sangat memberkati para pembacanya.

Setiap kitab dibuka dengan Pendahuluan dan Garis Besar. Ini sangat memudahkan kita untuk memahami keseluruhan kitab dan tema-tema terpenting di dalamnya secara cepat. Untuk setiap ayat yang memerlukan pembahasan, Tim Penulis memberi catatan pinggir, yang terdiri dari: Geografi; Manusia dan Suku Bangsa; Benda, Tumbuhan, dan Binatang; Sejarah dan Kebudayaan; Gagasan dan Konsep; serta Referensi Silang. Catatan pinggir tersebut sangat membantu kita untuk mengetahui konteks suatu ayat dan kaitannya dengan bagian lain di dalam Alkitab.

Selain itu, Alkitab Edisi Studi juga memuat berbagai informasi penting lainnya, yaitu: artikel dan artikel latar belakang, referensi silang, catatan kaki, bagan, peta, serta ilustrasi dan foto. Terdapat pula berbagai reproduksi lukisan, gambar, dan karya-karya seni dari berbagai kebudayaan. Selain sangat memperkaya kita akan wawasan Alkitab, materi-materi tersebut juga sangat menarik.

Materi lain yang menjadi keunggulan Alkitab Edisi Studi adalah tersedianya pertanyaan-pertanyaan pendalaman dan ayat-ayat emas. Bagian tersebut bisa digunakan oleh para pemimpin diskusi dan pembawa renungan untuk memperdalam pemahaman jemaat. Tentu saja, bagian tersebut juga sangat berguna bagi para pembaca untuk memperkaya kerohanian dan menggali penerapan firman Tuhan di dalam kehidupan mereka.

Walaupun mempunyai berbagai Study Bible dalam bahasa Inggris, penulis tetap merasakan manfaat dan keunggulan dalam memiliki Alkitab Edisi Studi ini. Banyak materi yang tidak terdapat di dalam Study Bible lain. Selain itu, materi yang dipaparkan dapat dengan mudah diajarkan pada berbagai kalangan jemaat dalam konteks Indonesia. Dengan demikian, buku ini sangat layak dimiliki oleh semua orang Kristen, terutama yang terlibat dalam pelayanan pewartaan firman Tuhan.

Keunggulan:

– Menggunakan bahasa Indonesia yang baku dan mudah dimengerti.

– Tidak berpihak pada salah satu corak teologi tertentu.

– Informasi yang disajikan di dalamnya benar-benar bermanfaat dan berasal dari riset yang mendalam.

Cocok bagi:

Hamba Tuhan, pembawa renungan, pemimpin diskusi, dan semua kalangan orang Kristen yang ingin memperkaya pemahaman mereka akan Alkitab.

The post Alkitab Edisi Studi first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
https://studibiblika.id/2019/05/06/resensi-buku-alkitab-edisi-studi/feed/ 1 8