ibadah | STUDIBIBLIKA.ID https://studibiblika.id Informasi Seputar Alkitab dan Dunia Pelayanan Kristen Sat, 13 Nov 2021 10:45:29 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=5.8.2 https://i1.wp.com/studibiblika.id/wp-content/uploads/2019/08/cropped-icon_512.png?fit=32%2C32&ssl=1 ibadah | STUDIBIBLIKA.ID https://studibiblika.id 32 32 163375744 Masih Perlukah Ibadah Fisik di Zaman yang Serba Online? https://studibiblika.id/2021/11/13/masih-perlukah-ibadah-fisik-di-zaman-yang-serba-online/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=masih-perlukah-ibadah-fisik-di-zaman-yang-serba-online https://studibiblika.id/2021/11/13/masih-perlukah-ibadah-fisik-di-zaman-yang-serba-online/#respond Sat, 13 Nov 2021 10:45:23 +0000 http://studibiblika.id/?p=1758 Kata orang, sekarang zaman digital. Mau apa-apa tinggal klik. Mulai dari pesan makanan, pesan tiket pesawat, bahkan buka

The post Masih Perlukah Ibadah Fisik di Zaman yang Serba Online? first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
Kata orang, sekarang zaman digital. Mau apa-apa tinggal klik. Mulai dari pesan makanan, pesan tiket pesawat, bahkan buka rekening bank, semuanya serba online. Bahkan, bekerja pun bisa dilakukan secara remote. Praktis.

Rupanya, budaya serba online ini juga merambah ke gereja. Apalagi, sejak adanya pandemi Covid-19. Banyak gereja “dipaksa” untuk menyelenggarakan ibadahnya secara online.

Saya ingat, waktu awal-awal pandemi, banyak pro dan kontra terkait ibadah online ini. Tetapi lama-kelamaan, sudah menjadi hal yang lumrah. Orang juga semakin dimanjakan. Mau disetel jam berapapun bisa. Mau berpakaian model seperti apa, nggak akan ada yang melihat. Nggak perlu kena macet. Apalagi, hujan-hujanan.

Banyak orang yang tadinya risi dengan ibadah online, sekarang malah keenakan. Kalau kita bisa memuji Tuhan, mendengarkan khotbah, juga persembahan, dengan ibadah online, masih perlukah ibadah secara fisik?

Jika kita membaca Alkitab, memang pertemuan-pertemuan ibadah dilakukan secara fisik (misalnya, Kis. 2:46). Jelas, pada waktu itu kan belum ada teknologi Internet. Mungkin kita berpikir seperti itu. Di lain pihak, tidak ada ayat Alkitab yang dengan tegas melawan ibadah online.

Tetapi marilah kita melihat dua hal yang saya pikir bisa menjadi panduan bagi kita untuk merenungkan apakah pertemuan ibadah fisik penting untuk dilakukan.

Pertama, manusia adalah makhluk sosial yang memiliki fisik.

Ketika Allah menciptakan manusia pertama di Taman Eden, Dia tidak hanya memberikan roh, namun juga tubuh jasmaniah (Kej. 2:7). Selain memiliki pikiran, manusia juga memiliki otot, daging, tulang, dan sebagainya. Ada indra penglihatan, penengaran, penciuman, perasa, dan peraba.

Dengan tubuh jasmaniah ini pulalah, manusia berinteraksi dengan sesamanya. Seorang ibu mengekspresikan kasihnya kepada anaknya dengan menyusui dan menggendongnya. Seorang suami mengekspresikan cintanya dengan menggandeng tangan pasangannya. Jika ada teman yang sedih, tepukan di punggung bisa menyalurkan empati kita kepadanya.

Semua bentuk interaksi fisik seperti itu tidak akan mungkin tergantikan dengan interaksi secara online. Jika tidak percaya, tanyakan saja pada orang tua yang anak-cucunya ada di luar kota. Walaupun secara rutin bisa ngobrol lewat WA atau Zoom, rasanya belum sreg kalau belum ketemu secara fisik.

Seorang pria melakukan pertemuan secara online dengan kekasihnya (Photo by LinkedIn Sales Solutions on Unsplash)

Alkitab juga mengajarkan bahwa tubuh sama pentingnya dengan roh. Kita tidak hanya mempersembahkan hati dan pikiran kita kepada Tuhan. Tetapi, kita juga harus mempersembahkan tubuh kita untuk Tuhan (Rm. 12:1). Kita harus merawatnya baik-baik dan menjaga kekudusannya (1Kor. 6:13).

Kemudian Alkitab juga mengajarkan bahwa kelak Tuhan akan membangkitkan kita semua. Tetapi, itu bukan berarti kita akan berwujud roh yang melayang-layang. Itu rekaan manusia dan pandangan beberapa kepercayaan. Tetapi, jelas bukan pandangan yang alkitabiah.

Paulus menuliskan bahwa kelak kita akan memiliki tubuh rohani (1Kor. 15:42-44). Maksudnya, tubuh yang akan kita gunakan sepenuhnya untuk melayani Tuhan di surga. Di bagian lain Alkitab mengatakan kita akan memiliki tubuh yang serupa dengan tubuh yang dimiliki Yesus setelah Dia bangkit (Flp. 3:20-21).

Jika tubuh ini begitu penting. Bahkan, masih akan ada dalam kekekalan (dengan kualitas yang tidak dapat rusak), masihkah kita menganggap pertemuan ibadah secara fisik tidak penting lagi?

Kedua, Kristus adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia

Bagi orang-orang yang menganggap kehadiran fisik dapat digantikan sepenuhnya secara online, mari kita melihat apa yang dilakukan Kristus. Sebagai Allah, Dia tidak hanya bertakhta di surga dan mengawasi segala tingkah laku manusia di bumi. Tetapi, Dia turun ke dalam dunia ciptaan-Nya, menjadi manusia sama seperti kita (Yoh. 1:14). Bedanya, Dia tidak berdosa.

Saya bukan orang yang membela Presiden Jokowi secara membabi-buta. Tetapi, ada satu teladan kepemimpinan yang beliau wujudkan. Sekarang ini, banyak orang di pelosok Indonesia yang merasa benar-benar diperhatikan. Bukan saja karena pembangunan telah menyentuh daerah mereka. Tetapi, Presiden Jokowi sendiri mau pergi mengunjungi mereka secara fisik.

Sebagai orang Kristen, kita tidak diminta untuk hanya meneladani tokoh-tokoh masyarakat seperti Presiden Jokowi. Tetapi, kita memiliki teladan pelayanan yang jauh lebih baik lagi, yaitu Kristus. Demi melayani orang-orang yang dikasihi-Nya, Dia memberikan tubuh fisik-Nya untuk bersentuhan dengan orang-orang berdosa, diludahi, dicambuk, bahkan sampai dipaku di salib. Seperti itulah kasih yang benar-benar peduli dengan sesama.

Lukisan karya Caravaggio yang menggambarkan Tomas, Si Peragu, menyentuh tubuh kebangkitan Kristus untuk mempercayai bahwa Dia benar-benar bangkit (sumber gambar: wikipedia.com)

Apa yang dilakukan Kristus itu bisa menjadi panduan bagi pelayanan gereja. Gereja tidak bisa benar-benar menjalankan pelayanannya tanpa mau hadir dalam kehidupan jemaatnya secara fisik.

Menyalurkan uang diakonia itu baik. Mendoakan orang yang sakit itu baik. Tetapi, gereja tidak akan maksimal pelayanannya kepada warganya tanpa mau terlibat secara fisik.

Seperti saya katakan di awal, manusia memiliki berbagai indra. Itu baru berfungsi maksimal jika kita hadir secara fisik. Kita bisa berdoa untuk “orang-orang kecil” seperti para pengemis dan pemulung di sekitar kita.

Tetapi, apakah kita mau bersentuhan dengan kulit mereka yang (maaf) dekil? Apakah kita juga mempersilakan mereka ketika mereka hadir di ibadah gereja kita dengan pakaian lusuh dan tubuh yang bau sampah?

Berdasarkan pemahaman tersebut, kita bisa memahami pentingnya ibadah fisik. Untuk kasus-kasus tertentu, seperti pada masa pandemi, orang yang sakit parah, orang yang tinggal di negara yang tertutup dengan Kekristenan, memang ibadah online merupakan pilihan yang baik. Tetapi kiranya jika memungkinkan, gereja tetap menyelenggarakan ibadah fisik sampai kapanpun. Karena dengan demikian, gereja dapat benar-benar maksimal menjadi berkat seperti teladan Kristus.

Marilah kita terus melakukannya (Ibr. 10:25), terutama di zaman akhir yang mendekat (2Tim. 3:1-4), ketika orang percaya semakin butuh dukungan sesamanya. Amin

REFLEKSI

Kehadiran fisik dari orang Kristen yang lain adalah sumber sukacita dan kekuatan bagi orang percaya (Dietrich Bonhoeffer)

PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN

  1. Bagaimana tanggapan Anda tentang fenomena berdirinya gereja virtual (virtual church)? (artinya: gereja yang pelayanannya sepenuhnya dilakukan secara online).
  2. Pelajaran apa saja yang Anda petik selama mengikuti ibadah online?

REFERENSI AYAT ALKITAB

Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, (Kis. 2:46)

ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. (Kej. 2:7)

Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. (Rm. 12:1)

Makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh. (1Kor. 6:13)

42 Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan. 43 Ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan. Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan. 44 Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jika ada tubuh alamiah, maka ada pula tubuh rohaniah. (1Kor. 15:42-44)

20 Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, 21 yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya. (Flp. 3:20-21)

Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. (Yoh. 1:14)

Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat. (Ibr. 10:25)

1 Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. 2 Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, 3 tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, 4 suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. (2Tim. 3:1-4)

The post Masih Perlukah Ibadah Fisik di Zaman yang Serba Online? first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
https://studibiblika.id/2021/11/13/masih-perlukah-ibadah-fisik-di-zaman-yang-serba-online/feed/ 0 1758
Kekudusan dalam Beribadah (Mzm. 15) https://studibiblika.id/2021/05/08/kekudusan-dalam-beribadah-mzm-15/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=kekudusan-dalam-beribadah-mzm-15 https://studibiblika.id/2021/05/08/kekudusan-dalam-beribadah-mzm-15/#respond Sat, 08 May 2021 00:42:18 +0000 http://studibiblika.id/?p=1387 Sudah setahun lebih pandemi Covid-19 terjadi. Fenomena yang paling menonjol dalam dunia Kekristenan, yaitu ibadah online,menyingkapkan banyak hal. Misalnya, ketika ibadah normal, kita tentu terbiasa mempersiapkan diri sebelum pergi ke gereja (termasuk dalam hal berpakaian). Apakah persiapan yang sama juga kita lakukan ketika beribadah secara online? Apakah kita masih merasakan kekudusan Tuhan atau tidak, akan menentukan apa yang kita lakukan selama beribadah online (yang hanya diikuti keluarga inti saja)

The post Kekudusan dalam Beribadah (Mzm. 15) first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>

Sudah setahun lebih pandemi Covid-19 terjadi. Fenomena yang paling menonjol dalam dunia Kekristenan, yaitu ibadah online, menyingkapkan banyak hal. Salah satunya adalah kekudusan dalam beribadah.

Misalnya, ketika ibadah normal, kita tentu terbiasa mempersiapkan diri sebelum pergi ke gereja (termasuk dalam hal berpakaian). Apakah persiapan yang sama juga kita lakukan ketika beribadah secara online? Ada tidaknya kepekaan terhadap kekudusan Tuhan akan menentukan sikap kita selama beribadah secara online (yang mungkin hanya diikuti keluarga inti).

Mazmur 15 merupakan salah satu mazmur yang dinyanyikan oleh bangsa Israel ketika memasuki rumah Tuhan. Isinya mengingatkan untuk melihat diri sendiri, sudah layakkah saya masuk ke rumah Tuhan? (ay. 1).

Di dalam mazmur ini, ada sepuluh kriteria dalam bentuk paralelisme (ay. 2-5a) yang dapat membantu umat Tuhan untuk introspeksi diri sebelum masuk ke Bait Allah. Bukan berarti hanya sepuluh kriteria ini yang diinginkan oleh Tuhan. Tetapi intinya, sebagaimana Tuhan adalah kudus, maka umat Tuhan juga harus hidup kudus (Im. 19:2). Tidak boleh sembarangan di hadapan Tuhan.

Di dalam Perjanjian Lama, Allah sangat menekankan kekudusan-Nya ketika berhubungan dengan umat-Nya. Perhatikan ketika Allah menampakkan diri kepada Musa melalui nyala api yang keluar dari semak duri, Musa diminta untuk menanggalkan kasutnya karena tempat itu kudus (Kel. 3:5).

Kemudian, Anda tentu ingat ketika Uza tewas setelah memegang tabut Allah yang tergelincir sewaktu akan dipindahkan ke Yerusalem (2Sam. 6:7). Jadi, manusia yang berdosa sama sekali tidak akan tahan dengan kekudusan Allah.

Sayangnya, konsep kekudusan Allah ini semakin pudar pada masa sekarang. Buktinya, semakin banyak gereja yang mengedepankan keinginan hati dan budaya populer dalam ibadah mereka.

Kemudian, jika mengikuti perkembangan dunia rohani di media sosial, semakin banyak pengkhotbah yang menekankan bahwa menjadi anak Tuhan berarti bebas menampilkan diri sekehendak hati. Tuhan tidak akan marah.

Memang kita tidak lagi akan langsung mendapatkan hukuman ketika bermain-main dengan kekudusan Allah, sebagaimana banyak orang binasa di Perjanjian Lama. Tetapi, kita harus menyadari bahwa kita adalah orang-orang berdosa yang sebenarnya tidak layak berhadapan dengan Allah yang kudus. Hanya karena penebusan Kristus, maka kita dipandang memenuhi kriteria untuk berhadapan dengan Allah.

Oleh sebab itu, anugerah Allah di dalam Kristus ini jangan disepelekan. Justru karena kita telah mengenal bahwa Allah yang Mahakudus itu juga sangat mengasihi kita, maka kita harus hidup lebih hormat kepada Allah dibanding orang-orang di masa Perjanjian Lama.

Biarlah melalui mazmur ini, kita diingatkan bahwa ketika beribadah, kita menghadap Allah yang Mahakudus. Koreksi apakah ada pelanggaran yang masih kita lakukan. Jika ada, akuilah itu dan bertobatlah.

Namun bukan berarti hidup kudus kita jalani di lingkungan gereja saja. Apa yang ditampilkan pada hari Minggu berbeda dengan hari Senin-Sabtu. Seharusnya, apa yang menjadi komitmen kita ketika menghadap Tuhan di hari Minggu hendaknya menjadi dasar bagi kita untuk menerapkan kekudusan yang sama di hari-hari selanjutnya. Amin.

Pertanyaan untuk Direnungkan

  1. Menurut Anda, apakah kekudusan Tuhan itu adalah suatu hal yang menyenangkan atau justru menakutkan? Mengapa?
  2. Apakah ada kebiasaan dan sikap hati yang tidak kudus yang masih Anda lakukan selama ini? Bertobatlah dan minta ampun pada Tuhan.

Ayat Alkitab Terkait

1 Mazmur Daud. TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? 2 Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, 3 yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; 4 yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; 5 yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya. (Mzm. 15)

Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus. (Im. 19:2)

Lalu Ia berfirman: “Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.” (Kel. 3:5)

Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Uza, lalu Allah membunuh dia di sana karena keteledorannya itu; ia mati di sana dekat tabut Allah itu. (2Sam. 6:7)

The post Kekudusan dalam Beribadah (Mzm. 15) first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
https://studibiblika.id/2021/05/08/kekudusan-dalam-beribadah-mzm-15/feed/ 0 1387
Refleksi Masa Pandemi: Ketika Umat Tuhan Terusir dari Rumah-Nya (Rat. 2:1-12) https://studibiblika.id/2020/12/26/refleksi-masa-pandemi-ketika-umat-tuhan-terusir-dari-rumah-nya-rat-21-12/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=refleksi-masa-pandemi-ketika-umat-tuhan-terusir-dari-rumah-nya-rat-21-12 https://studibiblika.id/2020/12/26/refleksi-masa-pandemi-ketika-umat-tuhan-terusir-dari-rumah-nya-rat-21-12/#respond Sat, 26 Dec 2020 13:46:54 +0000 http://studibiblika.id/?p=1135 1 Ah, betapa Tuhan menyelubungi puteri Sion dengan awan dalam murka-Nya! Keagungan Israel dilemparkan-Nya dari langit ke bumi.

The post Refleksi Masa Pandemi: Ketika Umat Tuhan Terusir dari Rumah-Nya (Rat. 2:1-12) first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>

1 Ah, betapa Tuhan menyelubungi puteri Sion dengan awan dalam murka-Nya! Keagungan Israel dilemparkan-Nya dari langit ke bumi. Tak diingat-Nya akan tumpuan kaki-Nya tatkala Ia murka. 2 Tanpa belas kasihan Tuhan memusnahkan segala ladang Yakub. Ia menghancurkan dalam amarah-Nya benteng-benteng puteri Yehuda. Ia mencampakkan ke bumi dan mencemarkan kerajaan dan pemimpin-pemimpinnya. 3 Dalam murka yang menyala-nyala Ia mematahkan segala tanduk Israel, menarik kembali tangan kanan-Nya pada waktu si seteru mendekat, membakar Yakub laksana api yang menyala-nyala, yang menjilat ke sekeliling. 4 Ia membidikkan panah-Nya seperti seorang seteru dengan mengacungkan tangan kanan-Nya seperti seorang lawan; membunuh segala yang menyenangkan mata dalam kemah puteri Sion, memuntahkan geram-Nya seperti api. 5 Tuhan menjadi seperti seorang seteru; Ia menghancurkan Israel, meremukkan segala purinya, mempuingkan benteng-bentengnya, memperbanyak susah dan kesah pada puteri Yehuda. 6 Ia melanda kemah-Nya seperti kebun, menghancurkan tempat pertemuan-Nya. Di Sion TUHAN menjadikan orang lupa akan perayaan dan sabat, dan menolak dalam kegeraman murka-Nya raja dan imam. 7 Tuhan membuang mezbah-Nya, meninggalkan tempat kudus-Nya, menyerahkan ke dalam tangan seteru tembok puri-purinya. Teriakan ramai mereka dalam Bait Allah seperti keramaian pada hari perayaan jemaah. 8 TUHAN telah memutuskan untuk mempuingkan tembok puteri Sion. Ia mengukur semuanya dengan tali pengukur, Ia tak menahan tangan-Nya untuk menghancurkannya. Ia menjadikan berkabung tembok luar dan tembok dalam, mereka merana semua. 9 Terbenam gapura-gapuranya di dalam tanah; TUHAN menghancurkan dan meluluhkan palang-palang pintunya. Rajanya dan pemimpin-pemimpinnya berada di antara bangsa-bangsa asing. Tak ada petunjuk dari TUHAN, bahkan nabi-nabi tidak menerima lagi wahyu dari pada-Nya. 10 Duduklah tertegun di tanah para tua-tua puteri Sion; mereka menabur abu di atas kepala, dan mengenakan kain kabung. Dara-dara Yerusalem menundukkan kepalanya ke tanah. 11 Mataku kusam dengan air mata, remuk redam hatiku; hancur habis hatiku karena keruntuhan puteri bangsaku, sebab jatuh pingsan kanak-kanak dan bayi di lapangan-lapangan kota. 12 Kepada ibunya mereka bertanya: “Mana roti dan anggur?,” sedang mereka jatuh pingsan seperti orang yang gugur di lapangan-lapangan kota, ketika menghembuskan nafas di pangkuan ibunya. (Rat. 2:1-12)

Sudah hampir satu tahun sejak pandemi COVID-19 merebak, umat Kristen di seluruh dunia tidak bisa beribadah di gedung gereja. Banyak orang yang mengungkapkan kesedihan dan kerinduan mereka karena tidak bisa merasakan suasana ibadah seperti sebelumnya. Sampai-sampai, Daniel Irving, seorang pendeta di Texas, memasang foto jemaat gerejanya di bangku-bangku ruang ibadah. Dia melakukannya untuk memberi “sentuhan emosional” pada saat berkhotbah secara online (baca beritanya di sini).

Perasaan sedih seperti ini juga pernah terjadi pada umat Tuhan di zaman Perjanjian Lama. Setelah terpecahnya kerajaan Israel pada masa Salomo, umat Tuhan terus merosot rohaninya dan berulang kali meninggalkan Tuhan. Bangsa Yehuda, Kerajaan Selatan, pun tidak luput dari dosa ini. Akibatnya, Tuhan murka dan Yerusalem, ibukota Yehuda, dibiarkan direbut oleh Babel.

Pada waktu itu, keadaan bangsa Yehuda benar-benar terpuruk. Dalam Rat. 2:1-12 ini digambarkan orang-orang Yehuda merasa Tuhan itu seperti musuh yang sangat murka. Dia mengobrak-abrik seluruh kerajaan. Benteng-benteng kota roboh, para pemimpin bertekuk lutut, dan kelaparan merajalela.

Tetapi, masih ada satu hal lagi yang lebih mengejutkan dibanding semuanya itu. Tuhan dikatakan menghancurkan bait-Nya dengan cara membiarkan bangsa Babel memasuki Bait Suci. Padahal Bait Suci dikenal sebagai kebanggaan bangsa Yehuda dan dianggap sebagai tempat di mana Allah hadir. Dengan beringas, orang-orang Babel mengobrak-abrik apa yang ada di dalamnya (ay. 7). Begitu merana keadaan Bait Suci. Sampai-sampai, orang-orang Yehuda digambarkan lupa dengan perayaan dan juga ibadah hari Sabat yang mereka lakukan di situ (ay. 6).

Pelajaran apa yang didapat oleh bangsa Yehuda ketika itu? Pertama, mereka diingatkan tentang dosa-dosa mereka. Selama beberapa generasi mereka selalu berpaling dari Tuhan. Ibadah tidak dilakukan dengan hati yang benar dan dalam kehidupan sehari-hari pun, perintah Tuhan dilupakan. Kedua, mereka juga belajar bahwa keagungan Tuhan tidak bisa dibatasi oleh bait Suci, semegah apapun bangunannya. Kapan pun, Tuhan bisa undur.

Kita memang tidak bisa beribadah di gedung gereja bukan karena Tuhan murka atas dosa-dosa kita. Pandemi ini dialami oleh semua orang, baik umat Tuhan maupun bukan. Tetapi, apa yang dialami oleh bangsa Yehuda ini juga hendaknya menjadi perenungan bagi kita, terutama dalam hal ibadah.

Apakah selama ini kita beribadah kepada Tuhan dari hati yang mengasihi Tuhan atau ada motivasi yang lain? Jika kita merasa kurang sreg dengan beribadah di rumah, mungkin kita masih bergantung pada kemegahan gedung atau kemeriahan suasana ibadah. Lalu, kerinduan kita untuk berkumpul dalam gereja jangan sampai mengalahkan kerinduan kita untuk bersekutu dengan Tuhan. Manfaatkan waktu untuk merenungkan firman Tuhan, berdoa, dan saling bercakap-cakap tentang iman di antara anggota keluarga.

Gedung gereja boleh tutup tetapi di dalam 1Kor. 3:16 dikatakan, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” Setelah Tuhan Yesus bangkit dan naik ke surga, Roh Kudus bertakhta dalam diri orang-orang percaya. Pada masa kini, kita adalah bait Allah! Jadi, dibanding hanya “sibuk” memikirkan kapan gedung gereja dibuka kembali, lebih baik kita “sibuk” menjaga diri untuk hidup berkenan bagi Allah dan memperhatikan anggota keluarga Allah lainnya. Amin.

Pertanyaan-Pertanyaan Pendukung

  1. Adakah perbedaan gaya hidup kita, antara sebelum pandemi dengan masa sekarang ini? Apakah itu membuat kerohanian kita meningkat atau malah menurun? Jika gaya hidup sekarang ini membuat rohani menurun, perbaikilah!
  2. Hal-hal praktis apakah yang bisa kita lakukan pada masa-masa sekarang ini untuk menjaga relasi dengan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama?
The post Refleksi Masa Pandemi: Ketika Umat Tuhan Terusir dari Rumah-Nya (Rat. 2:1-12) first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
https://studibiblika.id/2020/12/26/refleksi-masa-pandemi-ketika-umat-tuhan-terusir-dari-rumah-nya-rat-21-12/feed/ 0 1135
Apa Untungnya Menjadi Orang Kristen Jika Nasibnya Sama dengan Orang Lain? (Mal. 3:13-18) https://studibiblika.id/2020/10/07/apa-gunanya-menjadi-orang-kristen-mal-313-18/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=apa-gunanya-menjadi-orang-kristen-mal-313-18 https://studibiblika.id/2020/10/07/apa-gunanya-menjadi-orang-kristen-mal-313-18/#respond Wed, 07 Oct 2020 22:22:47 +0000 http://studibiblika.id/?p=1015 Jika orang Kristen dan bukan Kristen sama-sama bisa mengalami kesulitan hidup, lalu apa gunanya kita menajdi orang Kristen? Apa gunanya kita taat kepada Tuhan dengan setia?

The post Apa Untungnya Menjadi Orang Kristen Jika Nasibnya Sama dengan Orang Lain? (Mal. 3:13-18) first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>

13 Bicaramu kurang ajar tentang Aku, firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: “Apakah kami bicarakan di antara kami tentang Engkau?” 14 Kamu berkata: “Adalah sia-sia beribadah kepada Allah. Apakah untungnya kita memelihara apa yang harus dilakukan terhadap-Nya dan berjalan dengan pakaian berkabung di hadapan TUHAN semesta alam? 15 Oleh sebab itu kita ini menyebut berbahagia orang-orang yang gegabah: bukan saja mujur orang-orang yang berbuat fasik itu, tetapi dengan mencobai Allahpun, mereka luput juga.” 16 Beginilah berbicara satu sama lain orang-orang yang takut akan TUHAN: “TUHAN memperhatikan dan mendengarnya; sebuah kitab peringatan ditulis di hadapan-Nya bagi orang-orang yang takut akan TUHAN dan bagi orang-orang yang menghormati nama-Nya.” 17 Mereka akan menjadi milik kesayangan-Ku sendiri, firman TUHAN semesta alam, pada hari yang Kusiapkan. Aku akan mengasihani mereka sama seperti seseorang menyayangi anaknya yang melayani dia. 18 Maka kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya.

(Mal. 3:13-18)

Ketika awal virus Corona menyebar, banyak orang Kristen yang percaya bahwa Tuhan akan menjaga mereka dari virus ini. Misalnya, seorang pendeta di Amerika Serikat mengabaikan himbauan pemerintah setempat untuk tidak menyelenggarakan acara lebih dari 10 orang. Dengan bangganya, dia memamerkan gerejanya yang tetap penuh. “Tuhan lebih besar dari virus yang mematikan ini,” katanya. Bahkan dia mengklaim banyak terjadi kesembuhan di gerejanya. Sayangnya, pendeta tersebut kemudian terjangkit virus Corona dan meninggal. Banyak jemaat di gerejanya, dan juga orang Kristen lainnya, yang bertanya-tanya, mengapa Tuhan membiarkan itu terjadi?

Pertanyaan yang mirip juga mungkin menggelitik pikiran kita. Dalam keseharian, orang Kristen terlihat tidak ada bedanya dengan orang yang tidak mengenal Tuhan. Sama-sama tidak kebal dengan kesulitan hidup. Kita bisa tiba-tiba kehilangan pekerjaan, sakit berat, atau bahkan kecelakaan. Di semua gereja dan pelayanan Kristen lainnya, saya sering mendapati orang yang sangat setia melayani Tuhan, hidupnya mengalami kesengsaraan. Jika demikian, gunanya menjadi orang Kristen?

Ketika bangsa Israel, dalam hal ini rakyat Yehuda, kembali dari pembuangan di Babel, mereka juga menghadapi pergumulan iman yang mirip. Mulanya, mereka sangat bersukacita karena akhirnya Tuhan turun tangan dan mengizinkan mereka kembali ke Yerusalem. Nabi Hagai dan Zakharia membesarkan hati mereka dengan pengharapan akan kemuliaan Tuhan. Namun setelah puluhan tahun, keadaan mereka tetap terpuruk. Secara ekonomi sulit, secara politik, masih dijajah bangsa Persia.

Itulah yang kemudian membuat iman bangsa Israel goyah. “Apa untungnya menaati perintah Tuhan, jika orang-orang yang tidak kenal Tuhan malah hidupnya lebih baik?,” ujar mereka (ay. 14-15). Akibatnya, mereka mulai undur dari Tuhan dan tidak lagi beribadah dengan benar.

Pemikiran seperti ini timbul karena sebagai orang yang hidup di zaman modern, kita terbiasa berpikir untung-rugi. Bahkan, ikut Tuhan pun masih berpikir untung-rugi. Banyak anak Tuhan yang meninggalkan iman ketika dihadapkan pada “keuntungan” di depan mata: pacar, pangkat, atau ketenaran. Dalam keseharian kita, ada anekdot, “Uang 100 ribu kalau dibawa ke mall terasa kecil, tetapi kalau dibawa ke gereja terasa terlalu besar.”

C.T. Studd, seorang misionaris yang melayani di Cina dan Afrika, mengatakan, “Jika Yesus adalah Tuhan dan telah mati demi saya, maka tidak ada satu pengurbanan pun yang terlalu besar yang dapat saya lakukan bagi-Nya.” Ikut Tuhan jangan berpikir untung-rugi, karena sama sekali tidak pernah rugi. Nabi Maleakhi diutus untuk mengoreksi sikap bangsa Israel kepada Tuhan, dan di awal kitab ini, Tuhan berfirman “Aku mengasihi kamu” (1:2). Di tengah keadaan yang sulit, dan banyaknya pemberontakan yang dilakukan mereka, Tuhan tetap mengasihi bangsa Israel sebagai umat pilihan. Inilah keistimewaan sebagai anak Tuhan, termasuk juga kita.

Oleh sebab itu, di tengah segala kondisi, marilah kita tetap setia pada Tuhan, yang menjamin penyertaan-Nya bagi kita baik pada masa kini hingga akhir zaman. “Maka kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya.” (ay. 18) Amin.

Pertanyaan-Pertanyaan untuk Direnungkan:

1. Jayabaya, seorang raja Kediri abad ke-12 pernah mengatakan akan datangnya suatu zaman yang sangat bobrok. “Jamane jaman edan, sing ora edan ora bakal keduman. Nanging sak bejo-bejone wong edan, isih luwih bejo wong kang eling lan waspodo.” Zaman yang bejat, sehingga kalau tidak ikut-ikutan bejat tidak akan kebagian. Tetapi seberuntungberuntungnya orang yang bejat, masih lebih beruntung orang yang ingat dan waspada. Pada masa kini, dosa semakin merajalela di dunia. Banyak tawaran keuntungan sesaat. Renungkanlah, apakah kita sebagai anak-anak Tuhan tetap akan merasakan kebahagiaan di dunia ini jika memilih taat kepada Tuhan? Jelaskan secara konkret.

2. Sekarang ini banyak gereja yang berlomba-lomba untuk membuat pengajaran dan kemasan ibadah mereka diterima orang-orang zaman now. Sampai-sampai, hampir tidak ada bedanya antara ibadah di gereja dengan konser, seminar bisnis, atau standup comedy. Apa saja komitmen yang akan kita lakukan bagi gereja kita berdasarkan firman Tuhan yang telah kita pelajari? Lakukan dalam tindakan yang nyata!

The post Apa Untungnya Menjadi Orang Kristen Jika Nasibnya Sama dengan Orang Lain? (Mal. 3:13-18) first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
https://studibiblika.id/2020/10/07/apa-gunanya-menjadi-orang-kristen-mal-313-18/feed/ 0 1015