kekhawatiran hidup | STUDIBIBLIKA.ID https://studibiblika.id Informasi Seputar Alkitab dan Dunia Pelayanan Kristen Tue, 19 Jul 2022 05:47:44 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.0.1 https://i0.wp.com/studibiblika.id/wp-content/uploads/2019/08/cropped-icon_512.png?fit=32%2C32&ssl=1 kekhawatiran hidup | STUDIBIBLIKA.ID https://studibiblika.id 32 32 163375744 Tafsiran Matius 6:25-34: Hal Kekhawatiran https://studibiblika.id/2022/07/19/tafsiran-matius-625-34-hal-kekhawatiran/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=tafsiran-matius-625-34-hal-kekhawatiran https://studibiblika.id/2022/07/19/tafsiran-matius-625-34-hal-kekhawatiran/#respond Tue, 19 Jul 2022 05:47:38 +0000 https://studibiblika.id/?p=2056 Hal kekhawatiran umum dialami oleh manusia di muka bumi ini. Sebagai orang Kristen, bagaimana kita harus mengatasinya? Belajarlah

The post Tafsiran Matius 6:25-34: Hal Kekhawatiran first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
Hal kekhawatiran umum dialami oleh manusia di muka bumi ini. Sebagai orang Kristen, bagaimana kita harus mengatasinya? Belajarlah dari apa yang dikhotbahkan oleh Tuhan Yesus tentang kekhawatiran dalam Matius 6:25-34 ini.

TES PEMAHAMAN PRAKTIS

Setujukah Anda dengan pernyataan-pernyataan berikut? Jawablah sekarang juga dan periksalah kembali apakah ada cara pandang yang diubahkan setelah mempelajari bagian Alkitab ini.

PernyataanSetuju/Tidak Setuju
1. Pada kasus-kasus tertentu dan dalam batas-batas yang tepat, perasaan khawatir dapat menimbulkan hasil yang baik.
2. Kita akan bebas dari kekhawatiran jika kita mendapat apa yang kita inginkan.
3. Perencanaan atas masa depan sangat perlu untuk dilakukan.
4. Fokus pada kekuatan diri, bukan pada kelemahan, akan membantu kita mengatasi kekhawatiran.
5. Terkadang Allah melepaskan penyertaan-Nya dalam rangka mendidik kita untuk berusaha semaksimal mungkin.

PENGANTAR

Khawatir merupakan salah satu perasaan yang umum menghinggapi orang-orang. Penyebabnya bisa bermacam-macam, mulai dari khawatir tentang pekerjaan hingga pasangan.

Namun tahukah Anda bahwa berdasarkan sebuah studi, mayoritas kekhawatiran yang kita miliki itu tidak terjadi.

STRUKTUR

Matius 6:25-34 bisa dibagi menjadi:

  1. Prinsip mengenai kekhawatiran (ay. 25).
  2. Contoh dari hidup dan makanan (ay. 26-27).
  3. Contoh dari pakaian (ay. 28-30).
  4. Tuhan memperhatikan segalanya (ay. 31-32).
  5. Prioritas yang tepat (ay. 33).
  6. Melenyapkan kekhawatiran (ay. 34).

Bagian ini merupakan kelanjutan dari bagian sebelumnya yang mengajarkan tentang ketamakan akan kekayaan. Selain tidak boleh diperbudak oleh kekayaan (Mamon), kita juga tidak boleh khawatir akan berkekurangan.

PENGGALIAN AYAT

I. Prinsip mengenai kekhawatiran (ay. 25)

25 ”Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?

  • kuatir (baku: khawatir; Yun. merimnao).
    • Dalam bahasa Yunaninya, kata ini bisa digunakan dalam dua makna:
      • Perhatian atau kepedulian yang sungguh-sungguh terhadap suatu hal. Misalnya, terhadap pekerjaan Tuhan (1Kor. 7:32) atau kesejahteraan sesama (Flp. 2:20).
      • Kecemasan akan kehidupan ini. Makna yang kedua inilah yang Tuhan Yesus maksudkan dalam bagian ini.
    • Bolehkah kita merasa khawatir? Jika itu terjadi dalam batas wajar dan menuntun kita untuk melakukan suatu tindakan dengan tepat, maka itu adalah kekhawatiran yang sehat. Namun jika berlebihan dan malah membuat kita kurang percaya pada Tuhan, maka itu kekhawatiran yang keliru.
  • Akibat dari kekhawatiran yang berlebihan:
    • Hilang semangat. “Rasa khawatir mematahkan semangat (TB: membungkukkan orang), tetapi kata-kata ramah membesarkan hati” (Ams. 12:25 BIMK).
    • Hidup tidak akan bisa maksimal. “Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah” (Mat. 13:22).
  • Hidup vs. makanan, tubuh vs. pakaian.
    • Siapakah yang membuat kita memiliki tubuh? Siapakah yang menghidupkan kita? Bukankah Allah? Jika demikian, Dia pasti akan memberikan kecukupan bagi kita.

II. Contoh dari hidup dan makanan (ay. 26-27)

26 Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? 27 Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?

  • “Burung-burung” (ay. 26)
    • Seperti biasanya, Tuhan Yesus menggunakan fenomena sehari-hari untuk mengajarkan kebenaran Kerajaan Allah. Di daerah Palestina waktu itu, burung banyak beterbangan di alam liar. Pemazmur menyatakan bahwa seluruh isi alam semesta ini dipelihara oleh Tuhan (Mzm. 104:10-16).
  • “Menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya” (ay. 27)
    • Hasta (TB) adalah ukuran panjang kira-kira dari siku sampai ujung jari tengah. Artinya, kita tidak mampu memperpanjang umur kita. Sependek apapun.
  • Apakah ayat ini mengajarkan kita boleh bermalas-malasan/berpangku tangan karena Allah pasti akan mencukupi? Sama sekali tidak. Allah mengaruniakan burung-burung dengan insting dan merancang alam sedemikian rupa sehingga mereka bisa hidup. Namun demikian, burung-burung tetap harus aktif dengan bekerja keras mencari makan, membuat sarang, dan membesarkan anak-anak mereka. Jika binatang saja tetap berusaha, terlebih lagi manusia yang diberi akal budi dengan luar biasa limpahnya!

III. Contoh dari pakaian (ay. 28-30)

28 Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, 29 namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. 30 Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? 

  • “Bunga bakung” (Ing. lily; ay. 28). Bunga yang sangat indah ini masih bisa ditemukan di perbukitan sekitar danau Galilea hingga masa kini. Ratu Syeba pernah dibuat takjub ketika mengunjungi istana Salomo (1Raj. 10:1-29; 2Taw. 9:1-28). Namun demikian, tidak bisa mengalahkan keindahan yang dibuat Tuhan pada bunga bakung.
  • “Rumput” (ay. 30). Kita tahu rumput adalah tanaman yang sering tidak bertahan lama karena dicabut, dibakar, dijadikan makanan binantang, dan sebagainya. Tetapi Tuhan tetap memperhatikannya.
  • “Orang yang kurang percaya” (Yun. oligopistos; ay. 30). Bukan orang yang sama sekali tidak beriman, namun orang yang imannya kecil.

IV. Tuhan memperhatikan segalanya (ay. 31-32)

31 Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? 32 Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.

  • “Bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah” (Yun. ethne; ay. 32). Biasa digunakan untuk mengacu pada orang-orang non-Yahudi.
  • Cara pandang seperti ini menyasar semua kalangan. Bagi orang-orang yang merasa sukses, mereka diajar untuk tidak meninggikan kesuksesannya itu. Bagi orang-orang yang berkekurangan, mereka diajar untuk tidak fokus pada penderitaan (Morris). Intinya, pendengar diajar untuk fokus pada Allah.
  • Nyatakan kekhawatiran kita kepada Allah, yang akan menggantikannya dengan damai sejahtera. “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus” (Flp. 4:6).

V. Prioritas yang tepat (ay. 33)

33 Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (TB).

33 Jadi, usahakanlah dahulu supaya Allah memerintah atas hidupmu dan lakukanlah kehendak-Nya. Maka semua yang lain akan diberikan Allah juga kepadamu (BIMK).

  • Pusatkanlah seluruh kehidupan kita pada Kerajaan Allah. Jika ini kita lakukan, pasti Allah akan memberikan penyertaan-Nya pada urusan sehari-hari.
  • Apakah kita masih meragukan penyertaan Allah? Renungkan ayat ini: “Anak-Nya sendiri tidak disayangkan-Nya, melainkan diserahkan-Nya untuk kepentingan kita semua; masakan Ia tidak akan memberikan kepada kita segala sesuatu yang lainnya?” (Rm. 8:32 BIMK).

VI. Melenyapkan kekhawatiran (ay. 34)

34 Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.

  • Tuhan Yesus mengajar pada kita untuk bersandar pada Allah hari demi hari. “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (Mat. 6:11). Lagipula, kita tidak tahu akan hari esok, mengapa susahnya dibawa pada hari ini? 13  Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ”Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung”, 14 sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. 15 Sebenarnya kamu harus berkata: ”Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.” (Yak. 4:13-15)

JAWABAN TES PEMAHAMAN PRAKTIS

  1. Setuju. Perasaan khawatir dalam porsi dan perspektif yang tepat sesungguhnya baik. Seorang pelajar yang “khawatir” tidak lulus ujian, akan belajar habis-habisan. Seorang kepala rumah tangga yang “khawatir” dengan masa depannya, akan menabung dan berinvestasi untuk pendidikan anak-anaknya. Yang keliru adalah kekhawatiran yang berlebihan seolah-olah tidak ada penyertaan Tuhan.
  2. Tidak Setuju. Banyak orang yang justru merasa lebih khawatir setelah mendapat lebih banyak. Misalnya, semakin banyak uang semakin cemas di mana harus disimpan/diinvestasikan. Hanya dengan menyerahkannya pada Tuhan, kita bisa terlepas dari kekhawatiran.
  3. Setuju. Bersandar pada Tuhan bukan berarti bersikap masa bodoh dengan masa depan. Tuhan memberi kita akal budi untuk menjalani hidup dengan baik. Akal budi yang telah diperbarui oleh Roh Kudus akan menuntun kita untuk merencanakan masa depan dengan baik di dalam Tuhan. Tentu saja, dengan berpedoman bahwa Tuhanlah yang berdaulat atas apa yang akan terjadi.
  4. Tidak Setuju. Sekali lagi, hanya dengan berfokus pada Tuhan maka kita dapat terlepas dari kekhawatiran. Kekuatan manusia terbatas. Jika bersandar padanya, maka suatu saat kita akan berhadapan dengan jalan buntu.
  5. Tidak Setuju. Allah tidak akan sekali-kali melepaskan penyertaan-Nya bagi kita (Ibr. 13:5), entah kita merasa mampu atau tidak dalam menghadapi persoalan.

Baca juga:

https://www.gotquestions.org/Indonesia/kekuatiran-menurut-Alkitab.html

The post Tafsiran Matius 6:25-34: Hal Kekhawatiran first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
https://studibiblika.id/2022/07/19/tafsiran-matius-625-34-hal-kekhawatiran/feed/ 0 2056
Pengharapan bagi yang Putus Asa (Luk. 2:1-7) https://studibiblika.id/2021/12/11/pengharapan-bagi-yang-putus-asa-luk-21-7/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=pengharapan-bagi-yang-putus-asa-luk-21-7 https://studibiblika.id/2021/12/11/pengharapan-bagi-yang-putus-asa-luk-21-7/#respond Fri, 10 Dec 2021 22:20:44 +0000 https://studibiblika.id/?p=1814 Tahun 2021 merupakan tahun yang berat. Di Indonesia, pandemi Covid 19 mencapai puncaknya tahun ini. Himpitan ekonomi, kesendirian

The post Pengharapan bagi yang Putus Asa (Luk. 2:1-7) first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
Tahun 2021 merupakan tahun yang berat. Di Indonesia, pandemi Covid 19 mencapai puncaknya tahun ini. Himpitan ekonomi, kesendirian akibat pembatasan sosial, serta berpisah dengan orang-orang yang disayangi mengguncang jiwa banyak orang.

Sebuah survey kesehatan jiwa terkait Covid 19 yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) di tahun ini menemukan bahwa dari sekitar 1500 responden yang tersebar di seluruh Indonesia, 68% mengalami kecemasan, 67% mengalami depresi, dan 77% mengalami trauma psikologis.

Fakta ini membuktikan ajaran Alkitab bahwa hidup di dunia penuh dengan kesukaran dan penderitaan (Mzm. 90:10). Ada banyak kemungkinan bagaimana kita mengalami penderitaan. Bisa karena bencana alam, bisa karena kejahatan orang lain, atau juga akibat kecerobohan kita sendiri.

Tidak jarang, penderitaan yang kita alami tersebut bersifat luar biasa dan datang secara tiba-tiba. Siapkah kita menghadapinya?

Biasanya, orang Kristen akan berpegang pada 1 Korintus 10:13 ketika menghadapi pencobaan:

Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya. (1Kor. 10:13)

Tetapi, mungkin kita terlalu jauh memahaminya. Kita berpikir, tidak akan ada pencobaan yang melebihi kekuatan kita.

Kita lupa bahwa kita sebagai manusia adalah makhluk yang lemah. Diciptakan dari debu (Kej. 2:7), yang memiliki kecenderungan dosa akibat pemberontakan Adam dan Hawa.

Sementara, lawan kita adalah Iblis (1Ptr. 5:8), mantan malaikat yang sudah ada entah berapa ribu atau juta tahun sebelum manusia ada. Ini saja sudah tidak sepadan.

Ditambah lagi, medan peperangannya adalah dunia, yang penuh kutuk karena sudah tercemar dosa (Kej. 6:11).

Dilihat dari segi manapun, kita tidak akan mungkin bisa menang. Selalu saja ada cobaan yang bisa membuat kita kalah.

Di dalam situasi peperangan rohani semacam ini, kemungkinannya ada dua:

  • Kita bisa ditekan dengan penderitaan yang luar biasa berat. Kita merasakan kecemasan, depresi, bahkan putus asa.
  • Atau sebaliknya, kita bisa dibuat terlena dengan kenyamanan. Hidup mengalir saja, yang penting kita senang.

Dua-duanya bisa membuat kita berpaling dari Tuhan.

Oleh karena itu, jangan kaget jika ada banyak cobaan hidup yang jauh melampaui kekuatan mental manusia. Banyak orang terpandang, bahkan yang mengaku dirinya Kristen, mengalami depresi dan tidak sedikit yang melakukan bunuh diri.

Bukan hanya karena penderitaan di masa sukar, namun juga kekosongan di tengah masa jaya.

Matthew Warren (kanan), anak seorang pendeta terkenal, Rick Warren, bunuh diri pada 2013 karena depresi. Klik pada gambar untuk membaca beritanya (sumber gambar: people.com)

Jika kita mencermatinya, ayat tersebut tidak menjanjikan bahwa Allah akan meluputkan kita dari pencobaan yang berat. Bukan pula mengajarkan bahwa jika kita berusaha melawan, maka kita akan mampu mengatasi pencobaan apapun.

Tetapi, ayat tersebut mengajarkan bahwa kita akan mampu bertahan dalam setiap pencobaan karena Allah menyediakan jalan keluar.  

Kelahiran Yesus, Anak Allah, dalam rupa seorang bayi (Luk. 2:7), merupakan jalan keluar yang diberikan Allah kepada kita, yang tidak mampu untuk membebaskan diri dari masalah terbesar dalam hidup kita, yaitu dosa. Akibat dosa, kita semua terancaman hukuman yang tidak akan mungkin kita tanggung, karena berlangsung dalam kekekalan.

Kerelaan Kristus untuk meninggalkan surga, lahir dalam palungan, hidup dalam penderitaan, dan bahkan mati di kayu salib, menjadi bukti bahwa Allah tidak sekali-kali meninggalkan kita. Bahkan, sampai mengutus Anak-Nya untuk menjalani hidup yang jauh lebih menderita dibanding kita (bayangkan, dari pemilik surga menjadi hamba yang mengalami hinaan dari ciptaan-Nya).

Allah tidak berdiam diri ketika manusia berkubang dalam penderitaan. Dia telah memberikan jalan keluar, bahkan ketika itu menuntut pengorbanan yang besar dari-Nya.

Siapa di antara kita yang tega mengutus anak kita untuk hidup menderita demi menanggung kesalahan orang lain? Siapa juga di antara kita yang rela menyerahkan nyawa demi menanggung kesalahan orang lain, yang berbuat jahat pada kita?

Alkitab mengajarkan bahwa Allah rela melakukan itu semua karena Ia sangat mengasihi kita.

Jika Allah sudah memberikan jalan keluar atas permasalahan hidup kita yang utama, maka yakinlah, Dia juga akan menyediakan jalan keluar bagi setiap permasalah lain dalam hidup kita.

Jika maut telah dikalahkan bagi kita, maka apa lagi yang bisa mengalahkan kita? Bencana alam? Pandemi? PHK? Perceraian? Pengkhianatan? Semua itu sudah tidak ada lagi sengatnya bagi kita yang ada di dalam Kristus (1Kor. 15:55).

Percayalah selalu pada-Nya, maka kita akan selalu memiliki pengharapan bagi setiap permasalahan hidup kita. Kiranya Kabar Baik dalam Natal, yang selalu kita dengar tiap tahun, terus menguatkan kita untuk menapaki hari esok. Amin

REFLEKSI

Dunia sekarang ini sangat lapar akan pengharapan dan banyak orang yang menyerah. Depresi dan putus asa ada di mana-mana. Marilah kita setia dalam menyampaikan pengharapan yang ada di dalam Kristus (Billy Graham)

PERTANYAAN-PERTANYAAN UNTUK DIRENUNGKAN

  1. Apa saja perbedaan pengharpaan yang diajarkan oleh Alkitab dengan para filsuf, motivator, maupun pemuka agama lain?
  2. Apa yang bisa Anda lakukan untuk menyampaikan pengharapan ini kepada orang-orang di sekitar Anda saat ini?

AYAT-AYAT ALKITAB PENDUKUNG

1 Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. 2 Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. 3 Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing di kotanya sendiri. 4 Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem,  —  karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud  — 5 supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung. 6 Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, 7 dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan. (Luk. 2:1-7)

Masa hidup kami hanya tujuh puluh tahun, kalau kami kuat, delapan puluh tahun. Tetapi hanya kesukaran dan penderitaan yang kami dapat; sesudah hidup yang singkat, kami pun lenyap. (Mzm. 90:10)

Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya. (1Kor. 10:13)

ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. (Kej. 2:7)

Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. (1Ptr. 5:8)

Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan. (Kej. 6:11)55 Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? 56 Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. 57 Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. (1Kor. 15:55-57)

Baca juga renungan lain tentang pengharapan dalam situs studibiblika.id:

Pengharapan Tidak Hilang, Asal Kita Tidak Salah Mencari (Luk. 24:1-8)

Apa yang Dapat Kita Pelajari dari Mazmur 77?

Maksud Allah dalam Cobaan Hidup (Yak. 1:2-4)

Pengharapan di tengah kesulitan (1Ptr. 1:3-5)

Khotbah Mzm. 3: Kekuatan Doa di Tengah Pencobaan Hidup

The post Pengharapan bagi yang Putus Asa (Luk. 2:1-7) first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
https://studibiblika.id/2021/12/11/pengharapan-bagi-yang-putus-asa-luk-21-7/feed/ 0 1814
Tuhanlah Penjagaku (Mzm. 121) https://studibiblika.id/2019/10/31/khotbah-mzm-121-tuhanlah-penjagaku/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=khotbah-mzm-121-tuhanlah-penjagaku https://studibiblika.id/2019/10/31/khotbah-mzm-121-tuhanlah-penjagaku/#respond Thu, 31 Oct 2019 15:52:25 +0000 https://studibiblika.id/?p=423 1 Nyanyian ziarah. Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? 2 Pertolonganku ialah dari TUHAN,

The post Tuhanlah Penjagaku (Mzm. 121) first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
1 Nyanyian ziarah. Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku?
2 Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi.
3 Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap.
4 Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel.
5 Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu.
6 Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam.
7 TUHAN akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu.
8 TUHAN akan menjaga keluar masukmu, dari sekarang sampai selama-lamanya.

(Mazmur 121)

Pendahuluan

Alkitab seringkali menggambarkan kehidupan kita sebagai seorang Kristen

Sumber: tokopedia.com

merupakan sebuah ziarah menuju surga. Di dalam surat Ibrani, dituliskan bahwa kita adalah “orang asing dan pendatang di bumi ini” yang merindukan “tanah air surgawi” (Ibr. 11:13-16). Namanya perjalanan, selain kesenangan-kesenangan, pasti kita juga akan menghadapi rintangan dan cobaan. Ini juga yang menjadi inspirasi seorang penginjil yang bernama John Bunyan melalui sebuah bukunya yang sangat terkenal, Pilgrim’s Progress (Perjalanan Musafir).

Namun walaupun kita tahu bahwa kita diciptakan Tuhan dan nantinya akan kembali kepada Tuhan, kita masih harus menghadapi segala persoalan di dunia ini. Kita juga harus menghadapi masa depan yang masih berupa misteri. Sebuah amsal mengatakan, “Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu” (Ams. 27:1). Apapun bisa terjadi dalam hidup ini: sudah bekerja dengan baik, tiba-tiba harus di-PHK karena ekonomi sulit. Sudah menjaga kesehatan, rajin olahraga, tiba-tiba mengalami kecelakaan. Bagaimana kita mengantisipasinya? Dan apa yang Tuhan janjikan bagi kita yang sedang berada dalam perjalanan kehidupan ini? Pada hari ini kita akan belajar dari Mazmur 121 yang menjelaskan bahwa kita harus bersandar pada Tuhan sebagai satu-satunya sumber pertolongan yang akan menjaga seluruh perjalanan hidup kita.

1. Tuhan Satu-satunya Sumber Pertolongan Kita

Pada masa Perjanjian Lama, orang-orang Israel dari berbagai tempat akan melakukan ziarah ke Yerusalem, tiga kali dalam setahun untuk menyembah Tuhan pada hari-hari besar tertentu. Ini merupakan perintah Tuhan yang tercatat dalam Kel. 23:14, “Tiga kali setahun haruslah engkau mengadakan perayaan bagi-Ku.” Hari besar tersebut adalah hari raya Paskah, untuk memperingati keluarnya Israel dari tanah Mesir, hari raya Pentakosta (Perjanjian Lama), hari kelima puluh setelah Paskah yang dirayakan sebagai hari penuaian dan ucapan syukur kepada Allah, serta hari raya Pondok Daun, untuk memperingati pengembaraan bangsa Israel selama berada di padang gurun. Di sepanjang perjalanan itu, tentu ada banyak bahaya: kekurangan air, tersesat, jatuh ke jurang, bertemu binatang buas, ataupun dirampok di tengah jalan. Karena itu, Mazmur 121 ini dinyanyikan untuk memberi penguatan kepada para peziarah tersebut.

Kalimat pembuka dalam mazmur ini yang tertulis dalam ayat pertama dan kedua merupakan tanya-jawab dalam diri pemazmur untuk menyatakan bahwa Allah merupakan sumber pertolongan baginya. “Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi.” Pada saat melihat gunung-gunung di kejauhan, pemazmur membayangkan bahwa segala kemungkinan celaka bisa terjadi pada waktu dia harus mendakinya. Di gunung juga banyak kuil penyembahan berhala. Jadi, dengan melayangkan pandangan matanya ke gunung-gunung, sumber mara bahaya dan kengerian, pemazmur sedang mencari-cari sumber pertolongan.

Tetapi pemazmur juga memahami, berdasar kitab Taurat yang dibacanya, gunung juga merupakan tempat perhentian Tuhan. Misalnya, di dalam kitab Keluaran, gunung Sinai merupakan tempat di mana Allah turun untuk menjumpai manusia. Dengan melihat gunung, pemazmur diingatkan bahwa dia mempunyai sumber pertolongan yang sejati, yaitu Allah yang menjadikan langit dan bumi..

Kalimat ini sangat penting, karena kalau kita menganalisis kata “menciptakan” di dalam Kej. 1:1, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi,” maka makna kebesaran Tuhan dalam penciptaan bukan hanya karena Dia mampu menjadikan apa yang ada dari yang tidak ada, tetapi kebesaran Tuhan yang sesungguhnya terlihat pada kuasa yang mutlak sehingga tidak ada yang menghalangi-Nya pada waktu penciptaan. Allah mahakuasa dan sekali Dia merencanakan untuk menciptakan alam semesta, maka itu pasti terjadi dan tidak ada pihak lain, bahkan Iblis, yang dapat menggagalkannya. Ayub berkata: “Tetapi Ia tidak pernah berubah – siapa dapat menghalangi Dia? Apa yang dikehendaki-Nya, dilaksanakan-Nya juga” (Ayb. 23:13). Allah mampu menciptakan langit dan bumi, maka Allah juga mampu mengontrol segala sesuatu yang ada di dalamnya. Kejadian alam, teknologi, sejarah, ekonomi, politik, dan termasuk juga perjalanan hidup manusia, ada di dalam genggaman-Nya.

Pemahaman bahwa pertolongan datang dari Tuhan, Pencipta langit dan bumi yang mahakuasa, memberi kekuatan yang sangat besar bagi para peziarah. Walaupun berbagai mara bahaya bisa ditemui mereka sepanjang perjalanan, namun jika mereka bersandar pada Tuhan, apa yang mereka takutkan? Keyakinan orang-orang Israel tersebut sejalan dengan perkataan Paulus di dalam surat Roma, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Rm. 8:31b).

Dengan menyanyikan mazmur ini, para peziarah diingatkan akan pengembaraan nenek moyang mereka di padang gurun. Israel merupakan bangsa yang sangat kecil. Mereka juga tidak terbiasa berperang dan hidup di padang gurun. Mental mereka rusak karena selama 400 tahun lebih diperbudak Mesir. Tetapi, perjalanan mereka berhasil dan mengalahkan bangsa-bangsa yang jauh lebih kuat. Saudara tentu ingat bagaimana ajaibnya peperangan yang dilakukan oleh bangsa Israel, “Dan terjadilah, apabila Musa mengangkat tangannya, lebih kuatlah Israel, tetapi apabila ia menurunkan tangannya, lebih kuatlah Amalek” (Kel. 17:11). Itu semua membuktikan bahwa Tuhan adalah sumber kemenangan, bukan kekuatan mereka sendiri ataupun kekuatan duniawi lainnya yang tidak bisa diandalkan.

Saya akan mengambil contoh dari sesuatu yang biasanya diandalkan orang, yaitu uang. Semakin banyak uang, semakin aman masa depan kita. Tetapi, apakah benar demikian? Liem Sioe Liong, orang terkaya di Indonesia pada masa Orde Baru, pernah mengalami kejadian pahit justru karena banyak uang. Pada masa penjajahan Jepang, dia berdagang minyak kacang kecil-kecilan di Kudus. Dia juga menjadi penyalur cengkih di kota yang banyak pabrik rokok kreteknya itu. Pada waktu pecahnya revolusi tahun 1945, Liem Sioe Liong juga membantu Republik melawan Belanda dan selama itu dia mendapatkan kekayaan yang luar biasa besar.

Liem Sioe Liong (sumber: wikipedia.com)

Namun setelah Jepang menyerah, pemerintah menyatakan bahwa uang Jepang tidak berlaku lagi dan diganti uang Indonesia. Jadi, uang Liem Sioe Liong yang berkarung-karung tiba-tiba hangus begitu saja. Dia hanya mendapat delapan Rupiah, sesuai dengan jumlah anggota keluarganya, karena pemerintah memberi masing-masing warga negara sebesar satu Rupiah. Dari sini dia kemudian memetik pelajaran bahwa bisnis tidak boleh atas dasar uang, tetapi atas dasar barang (aset).

Tetapi, apakah aset juga bisa diandalkan? Pada pertengahan ‘90-an, Hong Kong mengalami kenaikan harga properti gila-gilaan. Bahkan menjelang tahun 1997, kenaikannya mencapai 80% dan membuat banyak orang Hong Kong yang menginvestasikan uangnya di bidang properti. Tetapi, menurut salah satu tesis yang saya baca, kenaikan harga properti yang fantastis itu lebih disebabkan faktor psikologis. Jadi, begitu ada harapan kaya mendadak, banyak yang ikut-ikutan. Karena itu, begitu krisis ekonomi melanda Asia tahun 1997, properti di Hong Kong kolaps. Harga properti turun drastis dan dalam waktu 6 tahun tinggal bernilai 20% saja. Bukannya kaya mendadak, banyak orang Hong Kong yang malah jatuh miskin.

Berdasar dua peristiwa tadi, kita belajar bahwa apa yang diandalkan oleh orang-orang dunia itu rapuh karena banyak hal di luar kontrol manusia. Karena itu, kita harus berharap pada Tuhan. Sebagai Pencipta, hanya Dia yang dapat berkuasa atas seisi dunia dan karena itu layak untuk dijadikan sumber pertolongan.

Apakah keyakinan pemazmur bahwa Tuhan merupakan satu-satunya sumber pertolongan yang bisa diandalkan juga menjadi keyakinan kita? Misalnya, pada waktu anak kita tiba-tiba panas tinggi, apa yang langsung ada di pikiran kita? Cemas, cari dokter, atau teringat tidak punya uang untuk berobat? Bagi para pelajar,  mendekati ujian, makin rajin saat teduh atau malah kendor, karena sibuk belajar? Bukankah kalau kita mengandalkan Tuhan, maka seharusnya Dialah yang pertama kali kita cari pada saat menghadapi masalah? Satu hal yang menunjukkan bahwa kita benar-benar bersandar pada Tuhan dan mempercayai Dia sebagai pengendali hidup kita, adalah dengan menjadikan doa sebagai pusat hidup kita.

Tuhan senang kalau kita sebagai ciptaan mengandalkan Dia, karena dengan demikian Dia akan menyatakan kuasa dan kasih setia-Nya kepada kita. Seperti halnya Daud, yang walaupun mempunyai kuasa yang begitu besar sebagai seorang raja namun dikatakan “sepenuh hati berpaut kepada Tuhan, Allahnya” (1Raj. 15:3). Mari kita juga bersandar penuh pada Dia sebagai sumber pertolongan dalam setiap pergumulan hidup kita. Jika dengan kemahatahuan-Nya, Tuhan mampu merancang alam semesta yang begitu rumit ini dan dengan kemahakuasaan-Nya, Tuhan mampu menopangnya hingga masih bisa ada hingga detik ini, masak sih kita lebih bergantung sama dokter dibanding Tuhan? Masak sih kita tidak percaya kalau Tuhan tahu bagaimana cara yang terbaik untuk menutup hutang-hutang kita? Kalau Tuhan saja kita lepaskan waktu menghadapi kesulitan, kepada siapa lagi kita bisa berharap?

Satu lagi, apakah hanya dalam masalah sehari-hari saja kita mengandalkan Tuhan? Tidak. Kita juga harus mengandalkan Tuhan untuk hal yang lebih penting, yaitu keselamatan, karena seperti kata Alkitab: “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kis. 4:12). Jangan sampai kita masih merasa layak diselamatkan karena merasa dosanya sedikit, banyak melakukan pelayanan, banyak memberi persembahan. Itu semua menunjukkan kita belum mengandalkan Tuhan.

2. Tuhan Akan Menjaga Seluruh Perjalanan Hidup Kita

Setelah menyatakan komitmennya pada Tuhan, pemazmur melanjutkannya dengan menjelaskan apa yang akan Tuhan lakukan kepada orang-orang yang bersandar kepada-Nya. Pada ayat ketiga dan keempat: “Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel,” Tuhan digambarkan seperti seorang gembala, yang tanpa pernah tidur senantiasa menjaga domba-dombanya. Kemudian di ayat kelima dan keenam: “Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu. Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam,” Tuhan digambarkan sebagai seorang penjaga yang tidak terlihat yang memberikan perlindungan sepanjang waktu. “Naungan di sebelah tangan kananmu” menggambarkan bahwa Tuhan menjadi perisai dan sumber kemenangan yang melindungi mereka. Mazmur ini kemudian ditutup dengan berkat pada ayat ketujuh dan kedelapan: “TUHAN akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu. TUHAN akan menjaga keluar masukmu, dari sekarang sampai selama-lamanya,” yang menyatakan bahwa Tuhan akan menjaga apapun yang terjadi dalam perjalanan mereka dari awal sampai akhir. Semua penggambaran ini menunjukkan betapa kuatnya penjagaan Tuhan yang mahakuasa, mahatahu, dan mahahadir di setiap perjalanan hidup anak-anak-Nya.

Apakah penjagaan Tuhan yang sekuat ini akan selalu diberikan pada kita? Perhatikan kata yang sangat penting di ayat keempat, yaitu “Penjaga Israel.” Siapakah Israel? Di dalam Hos. 11:1 Tuhan berkata, “Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku itu.” Kemudian di dalam Ul. 32:18 dikatakan, “Gunung batu yang memperanakkan engkau, telah kaulalaikan, dan telah kaulupakan Allah yang melahirkan engkau.” Relasi antara Allah dengan Israel begitu intim, sehingga Dia menyebut Israel sebagai anak-anak-Nya, yang dilahirkan dan dibersarkan-Nya sendiri, dan itulah yang menjadi dasar bahwa Allah akan menyertai Israel sampai selama-lamanya.

Bahkan, Allah juga akan bereaksi kalau anak-anak-Nya mendapat ancaman dari dunia. Mari kita baca Kel. 4:22-23: “Maka engkau harus berkata kepada Firaun: Beginilah firman TUHAN: Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung; sebab itu Aku berfirman kepadamu: Biarkanlah anak-Ku itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang sulung.” Lihat, bagaimana Allah akan membuat perhitungan kepada mereka yang berani mengusik anak-anak-Nya. Jika Firaun tidak mau melepaskan Israel, anak kesayangan Allah, maka Allah akan mengambil nyawa anak sulung Firaun, anak kesayangan sekaligus penerus takhtanya di Mesir.

Kemudian, apakah Allah yang menyertai umat-Nya juga akan menyertai kita secara pribadi? Dalam teologi Perjanjian Lama, orang-orang Israel memahami bahwa penjagaan yang diberikan Tuhan kepada bangsa Israel juga akan terjadi pada diri masing-masing orang Israel. Jadi, orang Israel tahu bahwa Allah yang akan menyelamatkan seluruh bangsa Israel juga akan menyelamatkan masing-masing orang Israel secara pribadi. Lalu bagaimana dengan kita, yang bukan orang Israel?  Alkitab menyatakan bahwa siapapun yang percaya kepada Tuhan Yesus merupakan orang Israel secara rohani. “Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah” (Gal. 3:29).

Jadi, janji Allah yang ada di dalam mazmur ini juga diberikan kepada kita, orang-orang Kristen di masa kini. Kita percaya bahwa Allah yang telah menyertai bangsa Israel di padang gurun adalah Allah yang mahahadir di dalam seluruh perjalanan hidup manusia, yang sanggup menyertai kita melewati sakit, problem rumah tangga, persoalan ekonomi, dan sebagainya.

Namun setelah merenungkan penjagaan Allah seperti ini, timbul pertanyaan di dalam hati saya, dan mungkin juga di dalam hati Saudara sekalian. Jika Tuhan menjaga anak-anak-Nya dari segala macam celaka dan penjagaan-Nya berlangsung terus-menerus, mengapa ada orang Kristen yang mendapat musibah? Ada orang Kristen yang harus kehilangan seluruh keluarganya seketika karena kecelakaan pesawat. Ada orang Kristen yang harus kehilangan dua orang anaknya sekaligus justru ketika mereka mau beribadah di gereja. Dan sebagainya.

Tuhan Yesus berkata: “Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu” (Mat. 10:29). Alkitab tidak mengatakan bahwa kita sebagai orang percaya tidak akan mengalami kesusahan. Karena beriman, kita bebas dari kesusahan. Bukan itu. Tetapi, semua kesusahan yang menimpa kita berada di dalam kendali Tuhan. Ingat, Tuhan bukan orang suruhan yang akan menjaga kita sesuai dengan keinginan kita. Tuhan adalah Allah yang berdaulat, yang akan menjaga kita berdasarkan hikmat dan rencana-Nya yang seringkali tidak terselami oleh akal manusia.

Misalnya, apakah Allah kecolongan saat Iblis berusaha menjatuhkan Ayub? Tidak. Penderitaan Ayub itu terjadi atas seizin Tuhan dan di dalam penderitaannya, Ayub tetap percaya pada Tuhan. Demikian pula saya sangat dikuatkan ketika membaca salah satu buku rohani. Buku ini menceritakan kisah-kisah penganiayaan yang terjadi kepada orang-orang Kristen oleh para ekstrimis di negara tertentu. Misalnya, pada waktu ISIS memasuki suatu daerah, mereka akan menandai rumah orang-orang Kristen dengan huruf n, atau nun dalam bahasa Arab, maksudnya “nasrani”. Begitu rumah mereka ditandai, maka apapun bisa terjadi: harta bendanya dirampas, anak-isteri disiksa, bahkan harus siap kehilangan nyawa kalau mereka tidak mau meninggalkan iman Kristen. Tetapi justru melalui penganiayaan itu, iman mereka semakin kokoh dan kasih mereka semakin melimpah. Inilah bentuk penjagaan Tuhan yang secara khusus hanya diberikan kepada orang-orang percaya.

Harta kita boleh ludes, kesehatan kita boleh merosot, dan bahkan keadaan kita bisa begitu buruk sehingga seolah-olah Tuhan meninggalkan kita, namun Roh Kudus akan menjaga kita sehingga kita tetap bisa mempertahankan harta kita yang paling berharga dan kekal, yaitu Kristus. Dia akan memberi hikmat dan damai sejahtera kepada kita di tengah-tengah segala kesulitan, sehingga kesulitan yang kita alami justru menjadi batu loncatan bagi kita untuk semakin dewasa rohani.

Kalau kita mengerti penjagaan Tuhan yang seperti ini, maka kita akan mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk menghadapi kehidupan. Apapun yang terjadi di dalam kehidupan kita tidak akan membuat kita putus asa. Misalnya, walaupun kita tidak bisa kuliah karena kesulitan ekonomi, tetapi kita tetap optimis dan terus melangkah maju karena tahu kita tidak mengandalkan Tuhan, bukan ijazah. Walaupun dokter bilang, penyakit kita tidak mungkin sembuh, tetapi kita tahu bahwa kita punya dokter di atas segala dokter, dan kita tahu bahwa Tuhan tetap bisa menjaga kita dan memakai kita walaupun di tengah-tengah sakit. Kita masih dapat mendoakan orang-orang, atau menghibur orang lain yang penyakitnya sama dengan kita. Itulah bentuk penjagaan Tuhan yang bagi manusia kelihatan mustahil.

Penutup

Melalui mazmur ini kita sudah mempelajari bahwa kita harus bersandar pada Tuhan sebagai satu-satunya sumber pertolongan yang akan menjaga seluruh perjalanan hidup kita. Melalui Alkitab, kita sebagai orang Kristen ternyata tidak hanya tahu dari mana asal kita dan ke mana kita pergi setelah kehidupan ini berakhir. Tetapi kita juga tahu apa yang akan Tuhan lakukan sepanjang perjalanan hidup yang penuh ketidakpastian ini. Hendaknya ini menjadi kekuatan untuk menjalani hidup dan melewati segala permasalahan dengan bersandar pada janji Tuhan: “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20b). Dia yang menyertai umat-Nya sejak bumi dijadikan, Dia juga yang akan menyertai kehidupan kita dari sekarang hingga kelak tiba di surga.

Amin.

The post Tuhanlah Penjagaku (Mzm. 121) first appeared on STUDIBIBLIKA.ID.]]>
https://studibiblika.id/2019/10/31/khotbah-mzm-121-tuhanlah-penjagaku/feed/ 0 423